Kamis 04 Jun 2020 12:47 WIB

OJK: Realisasi Keringanan Kredit Leasing Capai Rp 80,55 T

Dari sektor perbankan, OJK mencatat restrukturisasi kredit senilai Rp 517,2 triliun

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ketua OJK Wimboh Santoso
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Ketua OJK Wimboh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding restrukturisasi perusahaan pembiayaan senilai Rp 80,55 triliun per 2 Juni 2020. Jika dibandingkan dengan realisasi pada 31 Mei 2020, nilai ini meningkat Rp 5,47 triliun dari Rp 75,08 triliun.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan total outstanding restrukturisasi senilai Rp 80,55 triliun berasal dari 2,6 juta kontrak yang telah disetujui. “Saat ini terdapat sebanyak 485 ribu kontrak yang masih dalam proses persetujuan,” ujarnya saat video conference, Kamis (4/6).

Baca Juga

Dari sektor perbankan, OJK mencatat restrukturisasi kredit senilai Rp 517,2 triliun yang berasal dari 5,3 juta per 26 Mei 2020. Ke depan, OJK meminta industri jasa keuangan dapat mengoptimalkan dan memanfaatkan insentif yang telah disediakn melalui POJK No 11/POJK.02/2020.

“Kami juga telah merilis kebijakan penetapan kualitas kredit atau pembiayaan hanya satu pilar yaitu ketepatan membayar dan restrukturisasi kredit atau pembiayaan perbankan dan perusahaan pembiaayan langsung ditetapkan kualitas lancar,” jelasnya.

Lebih lanjut Wimboh mengatakan untuk klaster BUMN telah ditangani secara khusus oleh Kementerian BUMN dan Menteri Keuangan sehingga OJK berharap tidak ada BUMN yang gagal dalam memenuhi kewajiban mereka baik di perbankan maupun pasar modal.

“Seharusnya tidak ada lagi BUMN yang akan default. Tidak ada lagi BUMN yang tidak akan membayar kewajibannya di pasar modal,” tegasnya.

Wimboh optimistis likuiditas perbankan akan tetap stabil seiring dengan kebijakan Quantitative Easing oleh Bank Indonesia (BI) yang telah menyuntikkan likuiditas sebesar Rp 583,8 triliun. “Ini yang banyak menikmati bank-bank besar sebagai player atau supplier di pasar uang antarbank sehingga menurut kami dari amunisi secara market tidak ada masalah,” katanya.

Tak hanya itu ia menyatakan pemerintah juga telah menempatkan dana ke bank jangkar sebagai penyangga likuiditas perbankan jika diperlukan seiring dengan penandatanganan PP Nomor 23/2020 oleh Menteri Keuangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement