Kamis 04 Jun 2020 12:18 WIB

MUI: Sholat Jumat Dua Gelombang tidak Tepat di Indonesia

MUI mengeluarkan taujihat atau panduan mengenai sholat Jumat di era new normal.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
MUI: Sholat Jumat Dua Gelombang tidak Tepat di Indonesia.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
MUI: Sholat Jumat Dua Gelombang tidak Tepat di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan ibadah sholat jumat di era kehidupan normal baru (new normal life) menuntut adanya jaga jarak fisik. Kondisi ini mengurangi kapasitas dan daya tampung masjid sebagai tempat shalat Jumat.

Beberapa pihak lantas mengeluarkan gagasan melaksanakan sholat Jumat lebih dari sekali di dalam satu masjid. Gagasan ini dimaksud agar mengakomodasi semua jamaah yang akan melaksanakan sholat Jumat. 

Baca Juga

Majelis Ulama Indonesia (MUI) lantas melakukan kajian terhadap gagasan tersebut. Hasilnya, MUI menilai solusi sholat Jumat dua gelombang tidak tepat diberlakukan di Indonesia. Hal ini berpatokan pada Fatwa Nomor 5 Tahun 2000 tenang Pelaksanaan Shalat Jumat Dua Gelombang.

"Pelaksanaan sholat Jumat lebih dari satu kali di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat ‘udzur syar’i atau alasan yang dibenarkan secara hukum. Orang Islam yang tidak dapat melaksanakan sholat Jumat disebabkan suatu 'uzur syar’i hanya diwajibkan melaksanakan sholat zhuhur," kata Ketua MUI Pusat Yusnar Yusuf, saat melakukan konferensi pers virtual, Kamis (4/6).

MUI Pusat menilai fatwa tersebut masih relevan dan paling membawa mashlahat untuk menjawab permasalahan yang muncul saat ini. Dalam taujihat atau panduan yang dikeluarkan, MUI menilai fatwa di atas disebut mempunyai pijakan dalil syari’ah (hujjah syar’iyah) yang lebih kuat untuk konteks situasi dan kondisi di Indonesia.

Ia juga menyebut, hukum asal dari sholat Jumat adalah sekali saja dan hanya dilakukan di satu masjid di setiap kawasan serta dilakukan dengan segera tanpa menunda waktu. Dalam kondisi dharurah atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah), dibolehkan mengadakan sholat Jumat di lebih dari satu masjid.

"Kebutuhan mendesak ini contohnya, jarak yang jauh antara tempat penduduk dan masjid. Atau masjid yang ada kapasitasnya tidak dapat menampung seluruh jamaah di satu wilayah," ujarnya.

Para ulama dari zaman ke zaman juga disebut tidak memilih opsi sholat Jumat dua gelombang atau lebih di tempat yang sama. Mereka lebih merujuk mengizinkan sholat Jumat di lebih dari satu masjid (ta’addud al-Jum’ah) di satu kawasan, bila keadaan menuntut seperti yang telah diuraikan di atas.

MUI Pusat menilai solusi yang tepat untuk kondisi saat ini, dimana masjid tidak bisa menampung seluruh jamaah sholat Jumat karena adanya jarak fisik (physical distancing), bukan dengan mendirikan sholat Jumat secara bergelombang di satu tempat. MUI lebih mendorong membuka kesempatan mendirikan sholat Jumat di tempat lain, seperti mushala, aula, gedung olahraga, atau stadion.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement