Kamis 04 Jun 2020 07:24 WIB

Penyebab Sikap Rasis pada Manusia

Saat ini setiap orang sedang hidup dalam suasana tekanan yang luar biasa.

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Aksi unjuk rasa memprotes kematian George Floyd   di Hampton, Virginia, Selasa (2/6) waktu setempat.
Foto: Jonathon Gruenke/The Virginian-Pilot via AP
Aksi unjuk rasa memprotes kematian George Floyd di Hampton, Virginia, Selasa (2/6) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada zaman ini, manusia hidup di era budaya yang serba sensasional (sensing culture). Orang yang larut dalam budaya seperti ini cenderung kehilangan nalar di dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Mereka hanya menjadikan sensasi diri atau kelompoknya sebagai satu-satunya parameter dalam melihat realitas. 

Ketua Majelis Tabligh Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ustaz Fathurrahman Kamal menjelaskan, jika seseorang larut dalam suasana seperti tersebut, maka ia akan tenggelam dalam suasana yang tidak pernah berempati kepada siapapun. Dalam skala sosial yang besar, mereka tak pernah empati dengaan kelompok orang lain. 

"Semua suasana ini akan berakhir pada kerusakan struktur spiritualitasnya. Ini mengerikan, sebab ia merasa sholeh dalam fakta yang sebaliknya. Ia kehilangan perspektif yang adil dalam memandang segala hal," tuturnya. 

Selain itu, ustaz Fathurrahman menilai saat ini setiap orang sedang hidup  dalam suasana tekanan yang luar biasa. Terlebih lagi pandemi covid-19 yang melanda seluruh dunia dan seluruh umat manusia. Dalam jangka waktu tertentu, suasana semacam ini menurutnya meninggalkan jejak perubahan psikologis yang serius pada diri manusia. 

"Penilaian moral kita disadari ataupun tidak, menjadi lebih keras dan sikap sosial kita menjadi lebih konservatif dalam berinteraksi dengan persoalan-persoalan kehidupan. Terlebih dalam suasana penuh tekanan multi dimensi sebagai dampak kongkret dari pandemi ini. Afiliasi sosial, politik, keagamaan dan seterusnya menjadi sangat keras dalam interaksi sosial kita, terlebih di dunia maya," tuturnya.

Menurut ustaz Fathurrahman manusia menjadi berlomba untuk menujukkan eksistensinya meskipun semu (narsis). Pada tataran berikutnya, jelas dia perubahan psikologis semacam itu meningkatkan xenopobhia yaitu perasaan benci, takut, atau waswas terhadap orang asing atau sesuatu yang belum dikenal, kebencian pada yang serba asing dan rasisme di tengah-tengah masyarakat."Agar kita tidak rasis, monggo pahami dan amalkan ajaran Islam sebaik-baiknya. Jangan lelah dan bosan berkaca kepada baginda Nabi," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement