Rabu 03 Jun 2020 21:10 WIB

Tinggalkan Status Pegawai BUMN, Memilih Jadi Wirausahawan

Untuk sukses harus melalui sejumlah kegagalan terlebih dahulu.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Hiru Muhammad
lumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dimas Agung Mahendra memiliki cerita di balik kesuksesannya saat ini sebagai pendiri perusahaan Aquagro Indonesia Mature
Foto: istimewa
lumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dimas Agung Mahendra memiliki cerita di balik kesuksesannya saat ini sebagai pendiri perusahaan Aquagro Indonesia Mature

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dimas Agung Mahendra memiliki cerita di balik kesuksesannya saat ini sebagai pendiri perusahaan Aquagro Indonesia Mature. Capaian sebagai wirausahawan di bidang perdagangan beromzet ratusan juta ini tidak berjalan mudah begitu saja. 

Pemuda asal Palembang ini mengaku harus melalui sejumlah kegagalan sebelum berhasil mendirikan perusahaan. Di usia muda, dia sempat melakukan usaha di berbagai bidang sejak SD hingga kuliah. "Tapi bukannya untung, sebagian besar justru berujung rugi," kata pemuda berusia 24 tahun tersebut.

Ia teringat saat duduk di bangku SD pernah menjual stiker. Lalu saat SMP, dia menjadi perantara teman-temannya yang hendak foto kopi. Di situ, ia mengambil keuntungan sekitar Rp 100,-.

Pada saat duduk di bangku SMA, Dimas pernah berjualan nasi uduk dan risoles. Pernah pula berternak ikan lele dan patin. Namun usaha-usaha tersebut tidak berbuah manis di masa mudanya.

Meski gagal, Dimas tak pernah menyerah karena jiwa wirausahanya masih terus menyala. Akan tetapi, semangat itu sempat mereda karena orang tua tidak merestuinya. Orang tua Dimas ingin anaknya menjadi pegawai sehingga ia sempat memutuskan menjadi staf di salah satu bank tapi tak berlangsung lama.

Dimas berpindah perusahaan yang lebih lekat dengan latar belakang studinya. Dia menjadi staf salah satu BUMN di bidang perikanan dan dipercaya sebagai tenaga keuangan. Meski awalnya ragu, posisi ini justru menjadi tambang emasnya menimba banyak ilmu untuk kesuksesan usaha di masa depan. “Ternyata kalau pengusaha itu gak bisa akutansi, sama saja bohong. Rugi terus. ngak kelihatan untungnya. Dari sini saya mulai belajar," katanya Rabu (3/6).

Dimas banyak mempelajari sistem pembukuan dan pemasaran selama menjadi staf di BUMN. Hal ini dapat diperolehnya karena keuangan menjadi bidang yang digeluti Dimas. Ditambah lagi, dia kerap bertemu dengan para pebisnis di bidang perikanan, daging dan sebagainya. 

Kesempatan bertatap muka dengan berbagai pemasok utama pangan di bidang pertanian, peternakan dan perikanan membangkitkan mimpi lamanya. Putra dari Pristianto dan Farida Rostantina ini ingin memutus rantai pasokan agar masyarakat semua kelas dapat mengakses bahan pangan kualitas terbaik dengan harga terjangkau. Ia mulai gusar dengan cita-citanya hingga memutuskan untuk keluar. 

Saat keluar di perusahaan BUMN, Dimas hanya memegang uang Rp 300 ribu. Kemudian uang itu disedekahkan sehingga hanya tersisa Rp 78 ribu. Dari uang tersebut, ia bertekad mulai bisnis dengan membuat product knowledge berupa brosur. 

"Misalnya tentang ikan, ini harganya sekian kualitasnya sekian. Lalu saya keliling ke restoran-restoran, rumah makan, warung-warung, saya jualan beras, ikan, daging tanpa ada barangnya. Modal hanya printer dan kertas saja,” kata Dimas.

Tidak disangka, salah satu restoran Padang terbesar di daerah Tanjung Perak tertarik dengan penawarannya. Dimas  mengambil beras dari Kepanjen seberat satu kilogram (kg) sebagai contoh. Sesampainya di restoran Padang, beras langsung dimasak, lalu dia diminta menunggu. 

"Setelah berasnya matang, semua karyawan sekitar 15 orang diminta menyincip dan ternyata cocok. Saya langsung dapat purchase order tiga ton beras,” jelasnya.

Mendapat pesanan pertama sebanyak tiga ton beras bukan berarti masalah selesai. Problem selanjutnya muncul saat ia tak punya uang untuk membeli beras tersebut yang totalnya mencapai Rp. 36 jutaan. Beruntung, teman ayahnya bersedia bekerja sama dengannya memberikan investasi Rp 40 juta."Lalu saya mulai menjajakan produk saya ke restoran yang lain, ke rumah sakit, lalu masuk ke perusahaan hingga pengiriman-pengiriman lain ke luar pulau,” katanya.

Dimas semakin bersemangat karena usaha impiannya di masa kuliah terwujud. Keinginannya untuk menyediakan bahan pangan berkualitas dengan harga terjangkau bagi semua kalangan sudah di depan mata. Kini, dengan menyuplai berbagai usaha kuliner dan retail baik BUMN maupun swata, omzet ratusan juta dengan keuntungan puluhan juta rupiah per bulan bisa dikantongi. 

Mimpi Dimas semakin tinggi, apalagi di tengah pandemi Covid-19 banyak masyarakat kesulitan berbelanja. Dimas menyiapkan aplikasi belanja bahan pangan berkualitas dengan harga bersahabat. Aplikasi yang bernama Ever Fresh ini akan diluncurkan sekitar satu sampai dua bulan ke depan.

Berbeda dengan toko sayur daring lain yang hanya tersedia di aplikasi, Ever Fresh juga melayani pembelian di luar aplikasi. Para pembeli hanya perlu menyampaikan pesanannya melaui WhatsApp selanjutnya sayur akan diantar. Ini untuk memudahkan para ibu yang tidak terlalu akrab dengan teknologi.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement