Rabu 03 Jun 2020 15:27 WIB

RI Jajaki Produksi Antivirus Eucalyptus dengan Farmasi Asing

Dua farmasi asing yang berminat berasal dari Jepang dan Rusia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Inovasi antivirus berbasis eucalyptus yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi angin segar di tengah pandemi covid-19 yang masih merebak khususnya di Indonesia.
Foto: Kementan
Inovasi antivirus berbasis eucalyptus yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi angin segar di tengah pandemi covid-19 yang masih merebak khususnya di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Balitbangtan Kementerian Pertanian menjajaki kerja sama dengan dua perusahaan farmasi asing untuk memproduksi massal antivirus corona berbasis eucalyptus yang ditemukan dalam penelitian. Dua perusahaan tersebut yakni Kobayashi Pharmaceutical Co., Ltd asal Jepang serta Aptar Pharma dari Rusia.

Pertemuan dengan dua perusahaan itu telah digelar pada 28 Mei dan 2 Juni 2020. Kedua perusahaan tersebut diketahui memiliki cakupan pemasaran produk farmasi dan obat-obatan di Jepang, Amerika Serikat, China, Rusia, Eropa dan Asia Tenggara.

Baca Juga

Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry, menuturkan, dua perusahaan itu sangat tertarik dengan hasil inovasi Indonesia dari essential oil Eucalyptus guna mencegah Covid-19. Selain itu, terbukti mampu menekan replikasinya virus Covid-19 pada pasien yang sudah terindikasi positif Covid-19.

Pihaknya menyambut baik minat mitra asing. "Mekanisme kerja sama yang paling dimungkinkan untuk menyempurnakan hasil penelitian akan disusun sama-sama termasuk mekanisme kerja samanya," kata Fajdry di Bogor, Rabu (3/6). 

Ia menjelaskan, Balitbangtan sejauh ini sudah memiliki beberapa kerja sama dengan mitra asing, di antaranya seperti komersialisasi bunga Impatient atau pacar air yang dipasarkan global oleh Sakata Seed Corporation, Indonesia memperoleh royalti atas hasil penjualan itu.

Fajdry menuturkan, prinsipnya dalam kerja sama tersebut adalah kehati-hatian dan mawas terkait dengan perlindungan SDG (Sumber Daya Genetik), IPR (Intelectual Property Right) dan juga GRTK (Genetic Resources and Traditional Knowledge) yang dimiliki Indonesia.

Secara teknis perlindungan paten juga harus dilakukan sesuai teritorial di negara yang akan dituju dan proses ini dilakukan satu per satu. Dengan begitu, nosiasi yang sedang berlangsung juga membutuhkan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) resmi menggandeng PT Eagle Indo Pharma sebagai mitra lisensi Balitbangtan dalam memproduksi antivirus corona berbasis eucalyptus. Produsen Cap Lang itu diharapkan bisa mempercepat produksi massal temuan Kementan agar bisa dijangkau masyarakat.

"Sejak kita temukan bahwa eucalyptus bisa menjadi antivirus (corona) permintaan cukup banyak. Karena itu kita perlu menggandeng perusahaan supaya ini bisa cepat diproduksi," kata Fajdry.

Berdasarkan pengujian Balitbangtan, tanaman yang paling efeketif sebagai antivirus corona adalah tanaman eucalyptus dengan kandungan senyawa aktif 1,8 cineol. Beberapa protoype produk sudah diproduksi secara manual oleh Kementan sehingga membutuhkan bantuan swasta untuk komersialisasi.

Ia menuturkan, terdapat tiga temuan Balitbangtan dalam bentuk produk yang telah mendapatkan nomor paten. Yakni formula aromatik (roll on) antivirus berbasis minyak eucalyptus, ramuan inhaler antivrirus berbasis eucalyptus dan proses pembuatannya, ramuan serbuk (kalung antivirus) eucalyptus nanoenkapsulat antivirus berbasis eucalyptus.

Tiga produk yang telah dipatenkan itu akan dikerjasamakan secara ekslusif dengan Cap Lang sehingga bisa diproduksi massal. "Sebagai mitra kerja, Cap Lang punya kewajiban untuk memproduksi teknologi itu dengan supervisi dari Balitbangtan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement