Rabu 03 Jun 2020 05:49 WIB

Inggris Beri Peringatan Keras ke China

Inggris ingin agar China tak menerapkan aturan hukum keamanan nasional di Hong Kong.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Para pemrotes yang ditahan dan siswa-siswa sekolah menengah menghadapi tembok sambil menunggu polisi merekam identitas mereka di Mongkok, Hong Kong, Rabu (27/5). Ribuan pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan pro-demokrasi dan menghina polisi di Hong Kong sebelum para pembuat undang-undang Rabu kemudian membahas RUU mengkriminalisasi penyalahgunaan lagu kebangsaan Cina di kota semi-otonom.  Foto AP / Kin Cheung
Foto: AP / Kin Cheung
Para pemrotes yang ditahan dan siswa-siswa sekolah menengah menghadapi tembok sambil menunggu polisi merekam identitas mereka di Mongkok, Hong Kong, Rabu (27/5). Ribuan pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan pro-demokrasi dan menghina polisi di Hong Kong sebelum para pembuat undang-undang Rabu kemudian membahas RUU mengkriminalisasi penyalahgunaan lagu kebangsaan Cina di kota semi-otonom. Foto AP / Kin Cheung

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris memperingatkan China untuk mundur dari menerapkan aturan hukum keamanan nasional di Hong Kong, Selasa (2/6). Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengatakan, keputusan tersebut berisiko menghancurkan salah satu permata ekonomi Asia dan sementara merusak reputasi China.

"Ada waktu bagi China untuk mempertimbangkan kembali. Ada saat bagi Cina untuk mundur dari jurang dan menghormati otonomi Hong Kong dan menghormati kewajiban internasional China sendiri," ujar Raab kepada parlemen.

Baca Juga

Parlemen China pekan lalu menyetujui keputusan untuk membuat undang-undang (UU) bagi Hong Kong dalam mengekang hasutan, pemisahan diri, terorisme, dan campur tangan asing. Agen keamanan dan intelijen China daratan dapat ditempatkan di kota itu untuk pertama kalinya.

"Realitas yang menyedihkan bahwa jika China terus menyusuri jalur ini, itu akan mencekik apa yang telah lama menjadi permata di mahkota ekonomi," kata Raab.

Raab mengatakan, UU Keamanan melanggar prinsip "satu negara, dua sistem" yang tertulis dalam Deklarasi Bersama China-Inggris 1984. Penerapan peraturan baru itu juga bertentangan dengan pasal 23 hukum dasar Cina sendiri. Inggris memperingatkan tidak mengharapkan Cina untuk mengubah arah. "Kami pikir itu tidak mungkin akan terjadi," kata Rabb.

Jika itu berjalan terus, Raab menyatakan, Inggris akan membentuk aliansi negara-negara untuk melawan China. Meski begitu, Rabb menyadari Inggris tidak bisa memaksa Cina, tetapi akan berusaha membujuknya untuk mengubah arah.

Jika Cina tidak mengubah arah, pemegang paspor Inggris di Hong Kong akan ditawari jalur menuju kewarganegaraan Inggris. Raab mengatakan, sekitar 300 ribu pemegang paspor Inggris dan 3 juta lainnya memenuhi syarat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement