Selasa 02 Jun 2020 18:48 WIB

Pakar Ingatkan Kedisiplinan Kunci Implementasi New Normal

New normal harus dibarengi kedisiplinan protokol kesehatan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Petugas kebersihan membersihkan pegangan tangan eskalator dengan cairan disinfektan di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (2/6/2020). Menjelang penerapan tatanan normal baru sejumlah pusat perbelanjaan di daerah tersebut mulai kembali beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan seperti mewajibkan pemakaian masker bagi semua pengunjung, mencuci tangan dan mengukur suhu tubuh sebelum masuk ke pusat perbelanjaan tersebut
Foto: Rony Muharrman/ANTARA FOTO
Petugas kebersihan membersihkan pegangan tangan eskalator dengan cairan disinfektan di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (2/6/2020). Menjelang penerapan tatanan normal baru sejumlah pusat perbelanjaan di daerah tersebut mulai kembali beroperasi dengan tetap menerapkan protokol kesehatan seperti mewajibkan pemakaian masker bagi semua pengunjung, mencuci tangan dan mengukur suhu tubuh sebelum masuk ke pusat perbelanjaan tersebut

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada, Prof Dedi Rosadi, menilai kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan jadi faktor kunci memutus mata rantai penularan Covid-10. Karena itu new normal harus dibarengi dengan kedisiplinan.

Bersama alumnus FMIPA UGM dan PPRA Lemhanas Fidelis I Diponegoro, Heribertus Joko, Dedi membuat permodelan probabilistik dengan dasar data nyata atau probabilistik data-driven model (PDDM). Tracking data dilakukan sampai 28 Mei 2020.

Baca Juga

Mereka menemukan lonjakan estimasi kasus positif, yang awalnya diperkirakan 31 ribu menjadi 48 ribuan pada akhir pandemi. Ditemukan pula data baru dari pantauan model stokastik.

Ditemukan angka penularan angka reproduksi atau angka penularan waktu ke-t (R0t) Covid-19 nasional yang tadinya sudah turun sampai 1.114 pada 11 Mei 2020. Lalu, menunjukkan tren naik pada pekan kedua Mei 2020.

 

Kemudian, mencapai puncaknya pada 23 Mei 2020, dan terus menunjukkan tren menurun dan pada 30 Mei 2020 tercatat bernilai sebesar 1.107. Ada beberapa catatan penting lain yang perlu jadi perhatian  terkait wacana new normal.

 

Salah satunya angka perhitungan R0t Covid-19 nasional beberapa hari terakhir masih sekitar 1.1. Hal ini menunjukkan masyarakat tidak berhasil menjalankan protokol kesehatan secara disiplin, maka kondisi belum bisa dikatakan aman.

"Harus dipahami kondisi tiap daerah bervariasi besaran angka reproduksinya. Sesuai data base BNPB per 31 Mei 2020, 104 kabupaten/kota merupakan daerah dengan zona hijau, sehingga daerah itu relatif aman dilaksanakan new normal untuk dilaksanakan new normal sesuai protokol," kata Dedi, Selasa (2/6).

Ia menilai, mematuhi protokol kesehatan yang dimaksud tidak berbeda dengan yang disampaikan pemerintah. Utamanya memakai masker ketika ke luar rumah, rajin cuci tangan memakai sabun dan tidak boleh menyentuh wajah.

Kemudian, perhatikan anjuran menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Selain itu, pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap mobilitas penduduk baik domestik dan internasional yang berpotensi mengakibatkan penularan virus.

Misal, arus balik, yang perlu jadi perhatian selain pengendalian penyebaran lokal. Caranya, tracking dan karantina orang berisiko (PDP dan ODP), serta rapid test terukur dan masif atas potensi OTG, terutama daerah zona merah.

Dari permodelan PDDM 25 April 2020, tampak perkiraan pandemi mereda pada Juli masih cukup relevan. Estimasi maksimum pasien sekitar 48 ribu diprediksi di bawah asumsi penambahan pasien data positif pekan ketiga Mei.

Angka permodelan itu sudah merupakan angka tertinggi. Peningkatan kapasitas test PCR yang telah ditunjukkan selama dua minggu terakhir memberikan harapan yang baik untuk kecepatan penanganan wabah ini.

Dedi melihat, munculnya episenter baru Jawa Timur penyebab lonjakan pasien positif paling signifikan. Keberhasilan penanganan Covid-19 di Jawa Timur jadi tumpuan harapan bersama agar pandemi tidak semakin mengkhawatirkan.

"Demikian pula pengendalian provinsi-provinsi lain yang berpotensi membahayakan seperti Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Papua yang perlu dioptimalkan agar Indonesia semakin optimistis menatap ke depan," ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement