Selasa 02 Jun 2020 10:36 WIB

Jokowi: Pembukaan Ekonomi Gunakan Kajian Sains

Pembukaan kembali aspek kehidupan dilihat ketat mengacu kurva R0 dan Rt.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Indira Rezkisari
Calon penumpang antre untuk masuk Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Antrean panjang penumpang KRL Commuter Line itu akibat kebijakan pembatasan jumlah penumpang di setiap rangkaian kereta untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19.
Foto: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah
Calon penumpang antre untuk masuk Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Antrean panjang penumpang KRL Commuter Line itu akibat kebijakan pembatasan jumlah penumpang di setiap rangkaian kereta untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa penyebaran Covid-19 belum bisa dikendalikan sepenuhnya di seluruh provinsi di Tanah Air. Melihat fakta ini, presiden pun menegaskan bahwa kebijakan untuk membuka kembali aktivitas ekonomi, pendidikan, dan peribadatan tetap mengacu pada kajian sains dengan perhitungan yang ketat.  

"Pembukaan, baik untuk tempat ibadah, pembukaan aktivitas ekonomi, pembukaan sekolah, semuanya melalui tahapan yang ketat dengan melihat angka kurva R0 dan Rt," ujar Jokowi usai meninjau progres pembangunan Masjid Istiqlal sekaligus persiapan new normal di tempat ibadah, Selasa (2/6).

Baca Juga

Parameter R0 atau dibaca Rnaught, memang digunakan pemerintah untuk mengkaji kondisi epidemiologi suatu daerah. Dalam kajian epidemiologi, R0 memberikan interpretasi mengenai seberapa parah proses penularan suatu penyakit. Bila R0 di atas angka 1, maka infection rate-nya masih tinggi. Bila R0 kurang dari 1, maka infection rate-nya terbilang rendah.

"Semuanya memakai data keilmuwan yang ketat. Sehingga kita harapkan, akan berjalan dari tahapan ke tahapan. Dari sektor ke sektor. dari provinsi ke provinsi, sesuai dengan angka-angka yang saya sampaikan," jelas Jokowi.

Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyampaikan bahwa ada dua aspek utama yang menjadi pertimbangan untuk menentukan apakah sebuah daerah siap menjalani new normal atau belum. Dua aspek ini adalah kajian epidemiologi dan kesiapan sistem kesehatan di masing-masing daerah.

Untuk aspek epidemiologi, setiap daerah perlu dinilai apakah telah berhasil menurunkan kasus positif Covid-19 setidaknya lebih dari 50 persen dari angka kasus puncak yang pernah dicapai dalam tiga pekan terakhir.

"Ini menjadi suatu ukuran apakah sebuah daerah bisa menuju babak berikutnya dalam new normal," jelasnya.

Kemudian apabila masih ditemukan kasus positif, ujar Yurianto, sebuah daerah harus mampu mencatatkan angka perlambatan penambahan kasus positif di atas 5 persen setiap harinya. Daerah yang akan menjalankan new normal juga harus terbukti mampu menurunkan angka kematian akibat Covid-19.

"Kedua, sistem kesehatannya. Di antaranya penggunaan tempat tidur ICU dalam dua pekan terakhir, dan sistem survailans kesehatan. Pertimbangan ini yang kami sampaikan kepada kepala pemerintahan setempat. Kepada bupati dan wali kota," ujar Yurianto.

Menurutnya, tidak ada jaminan sebuah daerah yang selama ini nihil kasus Covid-19 akan tetap bersih dari penularan Covid-19 di masa yang akan datang. Begitu pula sebaliknya. Karenanya, Yuri meminta seluruh pemda untuk benar-benar menjalankan protokol kesehatan, khususnya bagi yang bersiap menjalankan normal baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement