Selasa 02 Jun 2020 09:17 WIB

Harga Minyak Stabil di Tengah Ketegangan AS-China

China menghentikan pembelian produk pertanian dari Amerika Serikat.

Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Charlie Riedel
Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak berjangka cenderung stabil pada akhir perdagangan Senin (1/6), ketika meningkatnya ketegangan AS-China menekan sentimen. Tetapi harga mendapat dukungan dari laporan bahwa OPEC dan Rusia hampir mencapai kesepakatan memperpanjang pemangkasan produksi.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli turun tipis lima sen atau 0,1 persen menjadi menetap di 35,44 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus naik tipis 0,48 dolar AS atau 1,3 persen menjadi 38,32 dolar AS per barel.

Baca Juga

Harga minyak mendapat dukungan setelah berita bahwa Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia, yang dikenal sebagai OPEC Plus, bergerak lebih dekat ke kompromi pada perpanjangan pemotongan produksi minyak dan sedang membahas perpanjangan pembatasan satu hingga dua bulan. Aljazair, yang memegang jabatan presiden OPEC bergilir, telah mengusulkan agar OPEC Plus memajukan pertemuan pada 4 Juni dari yang direncanakan sebelumnya 9-10 Juni.

OPEC Plus sepakat pada April untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari untuk Mei dan Juni karena pandemi Covid-19 merusak permintaan. Cadangan di Cushing, Oklahoma, turun menjadi 54,3 juta barel dalam seminggu yang berakhir 29 Mei, kata para pedagang, mengutip laporan Genscape pada Senin (1/6).

Bank of America mengatakan pada Senin bahwa mereka percaya bahwa penutupan minyak Amerika Utara memuncak pada Mei. "Harga minyak telah menguat ke tingkat di mana penutupan tidak lagi masuk akal dan seharusnya benar-benar mendorong produsen untuk segera mengembalikan produksi," menurut laporan BofA Global Research.

Namun, investor menjadi lebih berhati-hati, setelah China memperingatkan pembalasan atas langkah AS di Hong Kong. China telah meminta perusahaan milik negara untuk menghentikan pembelian kedelai dan babi dari Amerika Serikat, setelah Washington mengatakan akan menghilangkan perlakuan khusus AS bagi Hong Kong untuk menghukum Beijing.

"Kemungkinan meningkatnya ketegangan memang menimbulkan risiko bagi kenaikan harga minyak baru-baru ini," kata Harry Tchilinguirian, kepala penelitian komoditas di BNP Paribas.

Kekhawatiran ekonomi dan pertanyaan tentang pemulihan permintaan bahan bakar juga menekan minyak berjangka. Data manufaktur pada Senin menunjukkan bahwa pabrik-pabrik Asia dan Eropa sedang berusaha bangkit ketika penguncian yang diberlakukan pemerintah mengurangi permintaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement