Ahad 31 May 2020 18:34 WIB

Yuri: Hati-hati, New Normal Bukan Berarti Kita Bebas

New normal merujuk kesiapan masyarakat jalankan hidup dengan protokol kesehatan.

Rep: Sapto Andika Candra / Red: Ratna Puspita
Ilustrasi new normal. Pemerintah terus mewanti-wanti masyarakat untuk memahami makna new normal atau kenormalan baru dalam menghadapi Covid-19.
Foto: Infografis Republika.co.id
Ilustrasi new normal. Pemerintah terus mewanti-wanti masyarakat untuk memahami makna new normal atau kenormalan baru dalam menghadapi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mewanti-wanti masyarakat untuk memahami makna new normal atau kenormalan baru dalam menghadapi Covid-19. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengingatkan normal baru merujuk pada kesiapan masyarakat dalam menjalankan tatanan hidup yang menerapkan protokol kesehatan dalam seluruh aktivitas. 

"Ini menjadi penting untuk kita pahami. Tidak menjadi euforia baru bahwa kenormalan ini seakan-akan membebaskan kita seperti kejadian sebelum pandemi. Kita harus berhati-hati. Kita harus produktif, tetapi tetap aman," ujar Yurianto dalam keterangan pers, Ahad (31/5).

Baca Juga

Yuri menambahkan, kewenangan kebijakan new normal berada di tangan kepala daerah dengan memperhatikan dua hal, yakni aspek epidemiologi dan sistem kesehatan di masing-masing daerah. Bila dua hal ini terpenuhi, sebuah daerah punya peluang untuk memasuki kenormalan baru. 

Namun, itu saja masih belum cukup. "Harus ada upaya sosialisasi kepada seluruh masyarakat di kabupaten/kota itu tentang keputusan pemda yang akan diimplementasikan. Kemudian bukan hanya sosialisasi, tetapi juga seluruh masyarakat juga harus dapatkan edukasi tentang apa yang harus dilakukan dalam wacana new normal," jelas Yuri. 

Menurutnya, berjalannya new normal baru harus didahului dengan sosialiasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat. Bila tidak maka new normal baru tetap akan menyisakan risiko penularan Covid-19 yang tinggi.  

"Apabila ini sudah dipahami masyarakat maka diperlukan adanya simulasi. Sebagai contoh disepakati untuk pasar. Maka harus dilakukan simulasi penataan pasar yang memenuhi persyaratan protokol kesehatan. Diyakini masyarakat sudah memahami," katanya. 

Simulasi kenormalan baru pun harus dijalankan oleh setiap daerah, termasuk di sekolah-sekolah. Simulasi ini, menurut Yuri, harus melibatkan orang tua siswa agar memahami bahwa kenormalan baru tak hanya berlaku di sekolah saja, melainkan juga menyentuh aktivitas sehari-hari di rumah dan di sekitar rumah. 

"Jadi tidak tiba-tiba diberlakukan di semua aspek dan bidang tanpa didahului simulasi di bidang tersebut, tanpa didahului edukasi bagi para pihak yang terlibat, tanpa dilakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bidang tersebut," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement