Sabtu 30 May 2020 15:36 WIB

LSI Denny JA Rekomendasikan 158 Daerah Terapkan New Normal

Menurut riset LSI, penyebaran Covid-19 di 158 daerah cederung sudah terkendali.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Pegawai swalayan Carrefour menunjukkan poster sebelum ditempelkan di BG Junction, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/5). (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Pegawai swalayan Carrefour menunjukkan poster sebelum ditempelkan di BG Junction, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/5). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Riset Lembaga Survei Indoensia (LSI) Denny JA mengungkapkan ada 158 daerah di Nusantara yang siap melakukan new normal alias kehidupan normal baru. LSI berpendapat bahwa penyebaran virus Covid-19 di ratusan daerah tersebut kini cenderung telah terkendali.

"Kami merekomendasikan ada 158 wilayah yang siap melakukan new normal dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan yang ketat," kata Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman di Jakarta, Sabtu (30/5).

Baca Juga

Secara keseluruhan, riset LSI membagi tiga klaster penyebaran infeksi virus Covid-19 di rautsan daerah yang dinilai siap melaksanakan normal baru tersebut. Ikrama mengungkapkan, klaster pertama terdiri dari 124 wilayah yang sejak awal hingga kini tidak ada laporan satupun paparan Corona.

"Sebanyak 124 wilayah ini merupakan zona hijau yang sudah bisa untuk mulai bekerja kembali," kata dia sambil menunjukan data ratusan wilayah bebas Covid-19 yang dimaksud.

 

Ratusan wilayah tersebut tersebar di seluruh nusantara di beberapa wilayah Papua dan Papua Barat, Sumatera Utara, NTT, Aceh, Maluku, Sulawesi Tenggara, Lampung, Maluku Utara, Kepulauan Riau, Sualwesi Tengah, Riau, Kalimantan barat, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatera Barat, Gorontalo, Lebak, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah.

Ikrama melanjutkan, klaster kedua adalah 33 dari 38 wilayah yang mengalami penurunana reporduksi kasus harian. Dia mengatakan, reproduksi kasus relatif dapat dikendalikan setelah diberlakukannya Pembatasan Soasial Berskala Besar (PSBB).

Ikrama mengatakan, 33 wilayah tersebut siap masuk ke tahap normal baru menyusul kasus harian di daerah tersebut mulai menurun. Lanjutnya, ada sejumlah wilayah yang masih fluktuatif grafik kasus barunya namun cenderung stagnan dan relatif terkontrol.

Riset LSI menyebut bahwa Jakarta, Tangerang Raya, Gorontalo, Sumatera Barat, Pekanbaru, Gresik, Malang, Kabupaten Siak, Palembang, Kabupaten Banjar, kota Batu, Kabupaten Malang, Bogor Raya, Kabupaten Sumedang, Bandung barat, Bekasi, Tegal, Kota Bandung, Kota Tarakan dan beberapa kota/kabupaten lainnya siap memasuki era new normal.

"Nah itu mereka mungkin siap untuk masuk ke era new normal dan bekerja kembali," katanya.

Klseter ketiga adalah daerah yang terpapar Covid-19, namun tetap dapat mengontrol penyebaran virus meski tidak memberlakukan PSBB. Ikrama menyebutkan, bahwa salah satu diantaranya adalah Bali.

Menurutnya, Bali memiliki kearifan lokal yang terjadi di setiap komunitas dan lapisan masyarakat. Dia mengatakan, mereka bekerja sama guna mencegah angka reproduksi kasus infeksi Covid terus bertambah.

"Bali secara preventif dan kuratif serta mortality dan recovery rate-nya cenderung lebih baik dibading daerah-daerah lain," katnaya.

Ikrama mengatakan, kehidupan normal baru perlu segera diterapkan menyusul kebutuhan ekonomi. Dia menilai bahwa pandemi corona terbukti berdampak pada perekonomian nasional. Lanjutnya, pandemi juga telah membuat jutaan orang terkena PHK.

Dia mengatakan, dibukanya kembali aktivitas perekonomian akan meghindarkan negara dari bencana ekonomi yang lebih buruk. Dia berpendapat, rapuhnya ekonomi negara berpotensi memunculkan bencana yang tidak jauh lebih besar layaknya pandemi covid-19.

Meksi demikian, LSI meminta masyarakat agar tidak terlena dengan kehidupan normal baru yang akan segera berlangsung. LSI mengimbau masyarakat agar tetap beraktifitas mengikuti semua protokol kesehatan yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah.

"Jadi jangan larut dalam euforia karena ada persepsi new normal adalah kehidupan normal. Bahwa sebenarnya normal yang baru itu terpaksa dilaksanakan karena tidak ada vaksin," katanya.

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah untuk tidak memberlakukan new normal di daerah yang tingkat testingnya masih rendah. Dia mengatakan, rendahnya tingkat testing harus disikapi serius karena akan menuju pada tahapan yang sulit mengendalikan penyebaran virus.

"Daerah cakupan testing rendah apalagi dengan positif rate yang tinggi ini jangan juga berpikir dulu masalah untuk memberlakukan new normal," katanya.

Dicky mengatakan, pembukaan fasilitas publik, sekolah atau lokasi wisata di daerah itu akan sangat berbahaya. Dia menegaskan, cakupan tes yang rendah akan mempersulit perolahan kepastian kondisi keparahan wilayah terdampak.

Dicky mengungkapkan, tes merupakan perkara vital dalam strategi penanganan pandemik. Dia mnejelaskan, setiap tindakan dalam strategi pandemi akan bergantung pada testing, tracing dan isolasi.

"Tanpa testing kita nggak tahu masalah sebenarnya di satu wilayah, jadi bila cakupannya rendah ya berarti harus tingkat dulu testing-nya," kata Dicky lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement