Jumat 29 May 2020 07:12 WIB

LPSK-BNPT Kerja Sama dalam Perlindungan Korban Terorisme

Perlindungan terhadap korban terorisme menjadi salah satu prioritas BNPT.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD (tengah) bersama Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPKS) Hasto Atmojo Suroyo (keempat kiri) menyerahkan kompensasi secara simbolis kepada keluarga korban tindak pidana terorisme di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD (tengah) bersama Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPKS) Hasto Atmojo Suroyo (keempat kiri) menyerahkan kompensasi secara simbolis kepada keluarga korban tindak pidana terorisme di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait perlindungan korban terorisme. LPSK berharap BNPT dapat merancang sebuah program kerja untuk membantu pemulihan korban terorisme dari segi layanan medis, psikologis dan psikososial yang bersifat jangka panjang.

"Sebab, sesuai dengan aturan yang ada, limitasi waktu layanan yang bisa diberikan LPSK kepada korban hanya untuk jangka waktu tiga tahun. Sedangkan, LPSK kerap menjumpai korban yang masih membutuhkan layanan pemulihan untuk jangka waktu yang cukup panjang," tutur Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, melalui keterangannya, Jumat (29/5).

Hasto menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi ruang lingkup nota kesepahaman tersebut. Antara lain, koordinasi pelaksanaan program perlindungan dan pemulihan korban, penerbitan Surat Penetapan Korban Terorisme, pembentukan Satgas Pemulihan Korban Terorisme, pertukaran data dan informasi korban terorisme, serta peningkatan kapasitas SDM kedua pihak.

“Subyek perlindungan dalam MoU ini bukan hanya untuk korban, namun meliputi saksi, pelapor dan ahli tindak pidana terorisme,” kata dia.

Di sisi lain, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, mengatakan, selain program deradikalisasi bagi pelaku, perlindungan terhadap korban terorisme menjadi salah satu prioritas bagi lembaganya. Menurut dia, poin yang tertuang dalam nota kesepahaman akan menjadi landasan, untuk meningkatkan kualitas layanan perlindungan bagi korban terorisme.

“Penandatangan nota kesepahaman ini juga merupakan wujud kehadiran negara bagi masyarakat yang menjadi korban kejahatan terorisme,” ujar Boy.

Penandatangan nota kesepahamam tersebut dilakukan Hasto dan Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar, di Kantor LPSK, Jakarta, Kamis (28/5). Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran Covid-19. Yakni dengan physical distancing, menggunakan masker, serta hanya dihadiri sejumlah orang.

Dalam keterangan pers tersebut juga disinggung soal Peraturan Pemerintah terkait kompensasi. Kedua pimpinan lembaga memohon kepada Presiden agar segera menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2018 yang direvisi. Aturan itu berkaitan dengan kewenangan LPSK untuk memberikan layanan kompensasi kepada korban tindak pidana terorisme. Terutama tindak pidana terorisme di masa lalu.

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Terorisme, LPSK memiliki kewenangan untuk membayarkan kompensasi itu paling lambat 3 tahun setelah UU diterbitkan. Namun, bila merujuk pada PP 7/2018, LPSK belum bisa mengeluarkan kompensasi itu karena terbentur aturan soal skema pemberian kompensasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement