Kamis 28 May 2020 22:38 WIB

Penyintas Kekerasan Seksual Melahirkan di Kebun Singkong

Anak berusia 16 tahun diduga menjadi korban kekerasan seksual hingga hamil.

Rep: Bowo Pribadi     / Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Kekerasan Seksual
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan Seksual

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Warga Dusun Tegalsari, Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, T (16), diduga menjadi penyintas kekerasan seksual di Kabupaten Semarang hingga hamil dan melahirkan. T melahirkan seorang bayi, di tengah kebun singkong, di wilayah Desa Pakopen, Kecamatan Bandungan, pekan lalu.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Semarang Romlah menyatakan berupaya memberikan pendampingan terhadap T  setelah mendapatkan informasi adanya penemuan seorang anak di bawah umur yang melahirkan seorang bayi di tengah kebun singkong. “Atas informasi tersebut, DP3AKB Kabupaten Semarang mengirimkan tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk melakukan asesmen,” kata dia, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (28/5).

Baca Juga

Hasil asesmen, Romlah mengatakan, terungkap bahwa T telah melahirkan seorang bayi perempuan tanpa pertolongan di tengah kebun singkong pada Jumat (23/5) lalu. Karena proses persalinannya tanpa bantuan bidan atau tenaga medis, kondisi gadis ini pun memburuk sebelum akhirnya ditemukan warga dua hari berikutnya.

“Oleh sejumlah warga, T yang masih tampak kepayahan, beserta bayi yang dilahirkan dengan selamat, selanjutnya dibawa ke bidan desa, guna mendapatkan pertolongan,” katanya.

Karena alasan kondisi kesehatannya, Romlah menjelaskan, T dibawa ke sebuah klinik kesehatan rawat inap di Desa Candi, Kecamatan Bandungan guna mendapatkan penanganan media hingga saat ini. Sementara bayi perempuan saat ini masih dirawat oleh bidan desa.

Romlah menyampaikan, DP3AKB Kabupaten Semarang perlu memberikan bantuan dan pendampingan terhadap T. Sebab, T mengalami trauma psikologis yang cukup berat setelah diduga telah menjadi penyintas tiga kekerasan sekaligus.

Selain menjadi korban kekerasan seksual hingga hamil dan melahirkan, keluarga juga tidak mau menerima T dalam kondisi hamil di luar nikah setelah dua tahun terakhir meninggalkan rumah. “Bahkan yang bersangkutan juga sempat menerima kekerasan fisik dari salah satu anggota keluarganya, karena dianggap membawa aib bagi keluarga,” lanjutnya.

Dalam konteks perlindungan yang diberikan, Romlah menambahkan, DP3AKB Kabupaten Semarang juga memberikan bantuan dan mengupayakan agar T bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang semestinya. Selama proses kehamilan dan persalinan, ia tidak mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana umumnya. Bahkan, proses persalinan terjadi di tempat yang sangat tidak layak.

DP3AKB Kabupaten Semarang saat ini juga mendorong instansi terkait, seperti aparat kepolisian untuk mencari siapa yang telah melakukan kekerasan seksual terhadap T, hingga hamil dan melahirkan. “Kami melihat aspek perlindungan hukum juga harus diberikan, karena yang bersangkutan masih di bawah umur. Namun menjadi korban atas perlakuan yang tidak semestinya,” tandas Romlah, di damping salah satu tim P2TP2A, Lukman.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement