Kamis 28 May 2020 09:39 WIB

Pilkada Saat Pandemi dan Keluhan Kurang Dana Ratusan Miliar

Dana pilkada dari hibah APBD belum seluruhnya ditransfer ke KPU daerah masing-masing.

Rep: Mimi Kartika/Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020 dengan penerapan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19. Menurut dia, desakan pilkada serentak ditunda hingga 2021 tak menjamin pandemi Covid-19 akan berakhir.

“Opsi diundur di 2021 Maret atau September, itu pun tidak menjamin. Dulu kita memang punya harapan waktu rapat yang pertama. Harapan kita, mungkin situasi kita belum jelas saat itu seperti apa virus ini ending-nya. Kita waktu itu skenarionya adalah 2021 itu aman," ujar Tito dalam rapat kerja virtual bersama Komisi II DPR RI, Rabu (27/5).

Tito menuturkan rencana optimistis pandemi Covid-19 akan terkendali pada akhir 2021 atau 2022. Dengan demikian, Pilkada 2020 tetap diselenggarakan pada Desember tahun ini sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 (Perppu) tentang Pilkada.

Namun, menurut mantan kapolri ini, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi Covid-19 harus dengan penerapan protokol kesehatan. Tahapan kampanye, misalnya, dapat dibatasi kegiatan di luar ruang dan dialihkan secara virtual. “Pilkada 9 Desember ini kami sarankan tetap kita laksanakan namun protokol kesehatan betul-betul kita komunikasikan dan koordinasikan,” kata Tito.

Dalam rapat yang sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, akan terjadi penambahan dana untuk melaksanakan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 dengan protokol kesehatan. Di sisi lain, penambahan anggaran dari pemerintah daerah tidak mungkin dilakukan.

“Jadi, kami tanya kepada teman-teman KPU provinsi, bagaimana kemungkinan penambahan anggaran. Hampir semuanya mengatakan, rasa-rasanya sulit untuk meminta tambahan anggaran kepada pemerintah daerah,” ujar Arief.

KPU menyatakan, tidak dapat membiayai kegiatan dukungan tahapan pemilihan serentak 2020 di 270 daerah. Sebab, KPU menerima pemotongan anggaran lembaga sebesar Rp 297,5 miliar yang berdampak pada kekurangan belanja pegawai dan belanja operasional pada satuan kerja KPU provinsi maupun kabupaten/kota.

Sementara, dana pilkada yang berasal dari hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) itu belum seluruhnya ditransfer ke rekening KPU daerah masing-masing. Dari total keseluruhan anggaran pilkada yang mencapai Rp 10 triliun, masih ada Rp 5,8 triliun yang belum ditransfer ke pemerintah daerah.

Arief mengatakan, kebutuhan logistik tambahan, yakni alat pelindung diri (APD), seperti masker, sabun cuci tangan, penyanitasi tangan, dan sebagainya perlu disediakan bagi pemilih dan penyelenggara ad hoc. Jika dijumlahkan, total anggaran tambahan itu mencapai lebih dari Rp 535 miliar.

Selain kebutuhan APD, KPU juga harus menerapkan kebijakan menjaga jarak dalam tempat pemungutan suara (TPS). Dengan demikian, jumlah TPS akan bertambah karena jumlah pemilih per TPS berkurang untuk mencegah kerumunan.

 

Kotak suara keliling

Pada kondisi belum adanya perubahan situasi persebaran Covid-19 hingga hari pemungutan suara, 9 Desember 2020, metode pos dan kotak suara keliling bisa menjadi alternatif. Akan tetapi, penerapan mekanisme ini memerlukan perubahan ketentuan perundang-undangan.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi membutuhkan banyak inovasi, seperti pemungutan suara melalui pos. Akan tetapi, mekanisme pemilih yang tidak perlu mendatangi TPS itu membutuhkan regulasi.

“Itu mungkin bisa menjadi salah satu opsi, tetapi harus ada instrumen hukum yang kuat dan dites kelayakannya untuk menjaga suara dari pemilih,” ujar Afif.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, pelaksanaan pilkada tahun ini tergantung kesiapan KPU sebagai penyelenggara. “Jadi bismillah kita jalan agar pilkada digelar 2020. Karena kepercayaan pemerintah, Kemendagri, dan Komisi II. Tinggal KPU sebagai pelaksana,” ujar Muhammad.

Komisi II DPR setuju bahwa tahapannya dapat dilanjutkan mulai 15 Juni mendatang. Hal tersebut dipertimbangkan karena Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah setuju melalui Surat Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020. "Dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan," ujar Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung.

Komisi II meminta kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk mengajukan usulan tambahan anggaran terkait pilkada di provinsi/kabupaten/kota. "Secara lebih untuk selanjutnya dapat dibahas oleh pemerintah dan DPR RI," ujar Doli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement