Rabu 27 May 2020 16:42 WIB
Islam

Priyayi, Santri, Abangan: Tuyul Makhluk Halus yang Karib

Tuyul Makhluk Halus yang Karib dengan orang Jawa

Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920
Foto: Gahetna.nil
Raja Pakubuwono X ketika berkunjung ke Masjid Luar Batang 1920

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Berikut ini adalah tulisan cuplikan dalam buku legendariss karya antropolog kondang asal Amerika Serikat Clifford Geertz dalam bukunya yang sangat fenomenal: Agama Jawa --Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa.

Pada tulisan ini kami muat  tulisan pada awal bab kedua yang bahasannya mengkaji dunia batin orang Jawa dengan sangat menarik, yakni 'Kepercayaan Terhadap Makhluk Halus'. Bagi pembaca yang suka kisah horor dan aneka tayangan hantu atau makhluk halus lainnya, tentu saja menjadi penting dan menarik. Bahkan khusus dalam soal ini ada komentar menarik dari mantan wakl ketua MPR yang kini menjadi Dubes Indonesia di Lebanon. Menurut Hajriyanto yang juga menjadi anggota PP Muhammadiyah menyatakan keheranannya atas kefasihan Geertz menulis aneka macam makhluk halus di Jawa, padahal dia 'bule', orang Amerika Serikat.

''Bayangkan, saya saja yang orang Jawa baru tahu soal nama-nama hantu ketika membaca bukunya. Ternyata banyak macamnya juga,'' katanya sembari tertawa terkekeh pada sebuah perbincangan di kantornya bebera waktu silam.

Tapi sebelum lebih saja kami perkenalkan Clifford (James) Geertz itu. Dia adalah seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. Ia paling dikenal melalui penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan Maroko dalam bidang seperti agama, perkembangan ekonomi, struktur politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga.

Sedangkan untuk buku 'Agama Jawa -- Abangan, Santri Priyayi dalam kebudayaan Jawa ini adalah karya dia ketika meneliti di sebuah kota kecil di Jawa Timur (banyak yang menyebut Kota Pare, di Kediri) pada dekade 1950-an. Geerz menyebut kota ini menarik diteliti karena terdiri dari 90 persen orang yang beragama Islam. Dan ini dia anggap sesuai denan objek kajiannya antropologi tentang agama dan orang Jawa yang memang menjadi proyek tulisan desertasinya  di Universitas Harvard, Amerika Serikat.

Berikut tulisannya yang akan kami tayangkan secara serial. Kini membal soal kaitan orang Jawa dengan dunia mkhlk halus, khususnya TuyuL

============

Tuyul Makhluk Halus yang karib

Tuyul adalah soal lain. Walaupun beberapa orang mengatakan bahwa mereka bisa didapatkan lewat puasa serta meditasi dan yang lain mengatakan bahwa kita bahkan tak perlu melakukan itu (“semuanya tergantung dari tuyul itu sendiri; kalau ia ingin menolong kita, ia akan menolong dan kalau ia tidak mau, ia akan menolak, tak peduli apa pun yang kita lakukan”), tetapi kebanyakan orang beranggapan bahwa seseorang perlu membuat semacam peijanjian dengan setan, supaya tuyul mau menerima tawarannya.

Tiga orang Mojokuto yang oleh khalayak dianggap mempunyai tuyul—seorang jagal kaya, seorang perempuan pedagang tekstil yang tiba-tiba jadi orang kaya barn sejak pendudukan Jepang dan seorang haji kawakan yang jadi saudagar sangat kaya di masa sebelum perang, tetapi sekarang tidak lagi—semuanya dianggap telah membuat peijan­ jian seperti itu. Masing-masing telah pergi ke berbagai reruntuhan Hindu yang membentuk lingkaran besar di sekitar Mojokuto: Borobudur di barat, Penataran di selatan, Bongkeng di timur dan makam Sunan Giri, pahlawan kebudayaan Jawa, yang terletak di dekat Gresik, di sebelah utara.

Di masing-masing tempat keramat ini mereka bersumpah, kalau makhluk halus di situ berkenan memberikan tuyul, mereka akan mempersembahkan korban manusia yang dibunuh secara magis untuk makhluk halus itu setiap tahunnya—baik orang itu keluarga dekat ataupun teman sendiri. Pada umumnya disepakati bahwa di kemudian hari para pemilik tuyul yang mengeijakan ilmu sihir ini akan mengalami sekarat yang lama dan berat sekali sebelum meninggal: nafas mereka makin lama makin pendek, mereka akan merasakan sakit dan demam tinggi yang berkelanjutan serta meninggal pelan-pelan dengan sangat menyakitkan.

Mati secara perlahan mungkin merupakan harga yang cukup murah, karena sekali seseorang memiliki tuyul, uang akan mengalir masuk. Tuyul mampu mencuri uang tanpa bisa dilacak samasekali; dan satu-satunya imbalan yang perlu dilakukan untuk mereka hanyalah menyediakan tempat tidur serta menghidangkan bubur sekadarnya setiap malam, yang merupakan makanan pokok mereka, berhubung mereka ini anak-anak (mereka konon berjalan melompat-lompat dalam lingkaran kecil seperti halnya anak kecil).

Di kota, tuyul-tuyul itu mencuri uang—tuyul milik si tukang jagal benar-benar dituduh (tentu  saja di luar pengetahuan si tukang jagal itu) mencuri uang para pedagang perempuan di pasar kecil di dekat daerah kami, setidaknya sekali selama saya tinggal di sana. Akan tetapi, di desa-desa, mereka mungkin mencuri padi. Salahsatu jenis pencuri padi yang umum dikenal disebut gebleg, karena sekalipun berbentuk seekor ayam, ia menghentakkan kakinya kuat-kuat ketika beijalan (hingga berbunyi bleg-bleg-bleg). Ia menjejalkan padi di bawah sayapnya dan pergi kembali ke pemiliknya. Ia kemudian mengibaskan sayapnya dan padi itu pun beijatuhan di lumbung pemiliknya.

Orang-orang yang dituduh mempunyai tuyul masuk dengan mudah ke dalam satu tipe sosial. Mereka selalu kaya, seringkali secara mendadak dan biasanya (tetapi tidak selalu) kikir; berpakaian buruk, mandi di kali bersama-sama kuli yang miskin, tidak makan nasi, tetapi jagung dan ubi-yang merupakan menu orang miskin—sementara rumah mereka (konon) selalu dipenuhi dengan emas.

Begitu pula, mereka sering tampak menyimpang secara sosial. Mereka berbicara keras- keras, agresif, kurang beradat, berpakaian kedodoran dan mempunyai kebiasaan yang kurang bersifat Jawa, yaitu mengatakan secara spontan apa saja yang ada dalam benak mereka tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Saudagar perempuan yang dibicarakan tadi termasuk dalam jenis ini. Sebelum perang, kata seorang informan (pria), ia selalu tenang dan pendiam seperti umumnya perempuan, tetapi setelah mendadak jadi kaya, ia bertingkah seperti binatang buas.

Salah seorang pemilik tuyul yang terkenal di daerah Mojokuto adalah haji tua yang tinggal di sebuah desa beberapa kilometer di sebelah timur kota. Sebagai orang yang paling kaya, ia pun paling kikir. Ia memperoleh tuyul-tuyul-nya. melalui peijanjian biasa—berjanji akan menyerahkan empat orang mati setiap tahun kepada makhluk halus itu. Ia mencari korbannya di mana saja; ia bahkan pernah mencarinya ke Mekkah.

Celakanya, setelah bertahun-tahun berbuat demikian, baru pada 1951, soal ini diketahui orang lain—yang juga merupakan semacam pedagang ilmu ghaib—yang lalu mengembangkan magi tandingan melawan haji itu. Ia mengumpulkan 33 orang murid dan mengajarkan teknik-teknik magi yang khusus untuk mengalahkan tuyul-tuyul. Pada suatu Jum’at tengah malam, murid-muridnya menyerang tuyul-tuyul Pak Haji, tetapi yang disebut terakhir ini lalu memanggil balabantuan makhluk-makhluk halus dari berbagai reruntuhan.

Para murid itu mengenakan kacamata hitam agar bisa melihat makhluk-makhluk halus dan menggunakan lampu senter sebagai senjata; karena dimana ada cahaya, di sana tak akan ada makhluk halus macam apa pun. Tuyul- tuyul itu melepaskan senjata cakra (sebuah senjata sakti berbentuk lingkaran, yang dalam Mahabhrata digunakan oleh Krishna) tetapi tidak membunuh para murid itu. Walaupun pertempuran itu sengit, keempat korban itu tidak berhasil direbut.

Kata orang, sampai sekarang, pertempuran itu terus berlangsung tiap malam Jum’at. Orang yang melihat para murid itu bertempur mungkin akan menganggapnya gila, karena mereka memukuli udara kosong. Perkelahian pertempuran itu terus berlangsung tiap malam Jum’at. Orang yang melihat para murid itu bertempur mungkin akan menganggapnya gila, karena mereka memukuli udara kosong. Perkelahian pertama berlangsung di halaman depan rumah Pak Haji, tetapi sekarang pertempuran itu agaknya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement