Rabu 27 May 2020 09:32 WIB

Survei Reuters: Prospek Ekonomi Dunia Semakin Suram 

Rebound ekonomi dunia akan memerlukan waktu yang cukup lama.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pekerja memperbaiki kabel listrik jalur kereta di Belgrade, Serbia, Jumat (22/5). Prospek ekonomi negara maju tahun ini telah suram lagi dalam sebulan terakhir akibat pandemi Covid-19 yang telah bergulir dari Asia ke Amerika, menurut survei Reuters.
Foto: AP Photo/Darko Vojinovic
Pekerja memperbaiki kabel listrik jalur kereta di Belgrade, Serbia, Jumat (22/5). Prospek ekonomi negara maju tahun ini telah suram lagi dalam sebulan terakhir akibat pandemi Covid-19 yang telah bergulir dari Asia ke Amerika, menurut survei Reuters.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Prospek ekonomi negara maju tahun ini telah suram lagi dalam sebulan terakhir akibat pandemi Covid-19 yang telah bergulir dari Asia ke Amerika, menurut survei Reuters. Hanya kurang dari seperlima ekonom yang disurvei mengatakan, pemulihan tajam berbentuk V (V shaped) akan terjadi.

Pasar ekuitas mulai menuai harapan untuk kembali membaik. Sebab, banyak negara mulai melonggarkan pembatasan atau lockdown guna menghentikan penyebaran virus Covid-19 yang telah menginfeksi lebih dari 5,5 juta orang di seluruh dunia.

Baca Juga

Tapi, palung aktivitas ekonomi akan lebih dalam, sementara rebound kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diprediksi beberapa waktu lalu. Sebagian di antaranya karena pandemi telah menyebar ke seluruh dunia secara bertahap dan tiba di suatu negara dalam waktu yang berbeda.

Jajak pendapat Reuters mengumpulkan pandangan dari 250 ekonom yang diambil selama beberapa pekan terakhir. Hasilnya, resesi di sebagian besar ekonomi utama akan lebih dalam tahun ini dibandingkan prediksi semula.

 

Kepala penelitian ekonomi global di BofA Ethan Harris mengatakan, dalam banyak hal, prospek ekonomi global seperti area yang penuh dengan rintangan. "Pada rintangan pertama, ekonomi jatuh ke lubang besar yang dimulai di China pada kuartal pertama. Sebagian besar dunia menyusul pada kuartal kedua dan meluas pada kuartal ketiga di beberapa pasar berkembang," katanya.

Harris menjelaskan, rintangan kedua adalah mencoba membuka kembali aktivitas perekonomian tanpa memperparah penularan Covid-19. Rintangan ketiga, berurusan dengan dampak kepercayaan diri yang tertunda pada belanja barang tahan lama, risiko prematur yang melebihi stimulus fiskal dan moneter. Selain itu, adanya perang dagang dan teknologi yang menunggu di masa depan.

Hampir tiga perempat ekonom, 69 dari 94, yang menjawab pertanyaan tambahan mengatakan, pemulihan akan berbentuk U (U shaped). Artinya, terjadi perlambatan ekonomi berkepanjangan. Atau, seperti tanda ceklis di mana kecepatan pemulihan tidak secepat penurunan.

Sementara itu, hanya 15 responden yang memperkirakan pemulihan kuat berbentuk V. Sisanya mengatakan, pemulihan akan berbentuk W, di mana rebound yang kuat diikuti kemerosotan tajam lainnya, atau berbentuk L, yakni ekonomi tumbuh datar setelah mengalami penurunan.

Dalam jajak pendapat ini, para ekonom memperkirakan, ekonomi dunia kontraksi 3,2 persen sepanjang 2020. Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan prediksi 23 April, yakni menyusut 2,0 persen, maupun perkiraan minus 1,2 persen dalam jajak pendapat 3 April.

Tidak ada ekonom yang memperkirakan pertumbuhan positif pada 2020. Para ekonom memproyeksikan, ekonomi akan tumbuh negatif 0,3 persen hingga 6,7 persen. Prediksi ini jauh lebih buruk dibandingkan perkiraan sebelum adanya pandemi, yakni 2,3 sampai 3,6 persen.

Tapi, titik terang diprediksi terjadi tahun depan. Ekonomi global diperkirakan tumbuh 5,4 persen tahun depan, menurut jajak pendapat terbaru, lebih cepat dibandingkan perkiraan bulan lalu, 4,5 persen.

Untuk negara maju seperti Amerika, zona Euro, Inggris dan Jepang, para ekonom menurunkan proyeksi ekonomi dari jajak pendapat sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan pun terbilang modest.

Sebanyak 38 dari 69 ekonom mengatakan, respons kebijakan ekonomi global terhadap pandemi sudah hampir benar. Sementara, 29 responden lainnya mengatakan tidak cukup, dan hanya dua ekonom yang menilainya terlalu banyak.

Peter Dixon dari Commerzbank mengatakan, sejauh ini, banyak pelonggaran kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Untuk ukuran saat ini, langkah tersebut mungkin tidak akan cukup, tapi pembuat kebijakan selalu bisa melakukannya apabila memang dibutuhkan," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement