Rabu 27 May 2020 07:56 WIB

Pembukaan Mal Berpotensi Perbaiki Konsumsi, Asalkan...

Kepercayaan masyarakat dan daya beli akan meningkat jika angka Covid-19 turun.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Presiden Jokowi meninjau kesiapan prosedur kenormalan baru di Mal Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/5).
Foto: Republika/Sapto Andiko
Presiden Jokowi meninjau kesiapan prosedur kenormalan baru di Mal Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, rencana pemerintah untuk membuka mal pada pekan depan berpotensi memperbaiki pertumbuhan konsumsi tahun ini. Tapi, efektivitasnya bergantung pada protokol kesehatan yang dijalankan tiap pusat perbelanjaan.

Yusuf menjelaskan, dampak pembukaan mal memang tidak akan berdampak pada konsumsi kuartal kedua. Sebab, perlambatan konsumsi sudah terjadi signifikan pada April dan Mei. Sedangkan, untuk Juni, kecil kemungkinan dapat terdorong karena jangka waktu yang lebih pendek.

Baca Juga

Namun demikian, Yusuf menambahkan, ada potensi pertumbuhan konsumsi tidak akan seburuk yang sudah diprediksi apabila kebijakan pembukaan mal berjalan lancar. "Setidaknya pemerintah dapat mengamankan pertumbuhan konsumsi positif di sepanjang tahun," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/5).

Yusuf menjelaskan, proses perbaikan daya beli yang dapat berimbas pada pertumbuhan konsumsi akan mulai terlihat bertahap pada kuartal keempat tahun ini. Dengan syarat, proses pelonggaran berlangsung dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Selain daya beli, kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitas kembali seperti biasa menjadi faktor penting untuk mendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat. Yusuf menekankan, hal ini hanya bisa diraih jika angka positif Covid-19 mengalami penurunan. 

"Oleh karena itu, kembali lagi ke pendekatan kesehatan, tes yang lebih masif dan proses tracing yang lebih baik," ujarnya.

Yusuf menyebutkan, kebijakan pembukaan mal dilakukan pemerintah sebagai jalan tengah untuk mencegah pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi lebih lebih dalam sampai akhir tahun. Di saat yang bersamaan, beberapa provinsi/kabupaten kota menunjukkan ada tren penurunan kasus positif Covid-19.

Langkah pemerintah Indonesia pun dilakukan negara lain seperti Jepang atau Korea Selatan. Mereka berencana dan telah melakukan pelonggaran bagi masyarakatnya untuk beraktivitas kembali.

Hanya saja, Yusuf menjelaskan, belajar dari pengalaman Korea Selatan yang mengalami pertumbuhan kasus positif setelah melakukan pelonggaran, langkah pemerintah Indonesia harus dilakukan hati-hati.

Secara umum, proses reopening setelah PSBB di Indonesia secara mutlak harus diikuti dengan kapasitas tes rapid/swap yang lebih masif dan tracing lebih baik. "Ini dilakukan untuk meminimalisir apa yang ditakutkan sebagai second wave dari kasus positif Covid-19," ucap Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement