Selasa 26 May 2020 17:34 WIB

Ahli: Jabodetabek Berpotensi Buka Gelombang Baru Covid-19

Jumlah kasus covid-19 diabodetabek akan meningkat lagi setelah adanya arus balik ini.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah wisatawan memadati kawasan wisata pantai. Pascaliburan lebarqn, mereka akan kembali beraktivitas di ibu kota. (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fauzan
Sejumlah wisatawan memadati kawasan wisata pantai. Pascaliburan lebarqn, mereka akan kembali beraktivitas di ibu kota. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jutaan pemudik dari berbagai daerah yang akan kembali ke Jabodetabek, pascalebaran 2020. Diprediksi kondisi ini bakal membuka kembali gelombang Covid-19 di Ibu Kota. Mereka adalah warga yang telah terlebih dulu pulang kampung sebelum larangan keluar, dan kini harus kembali mencari nafkah di Ibu Kota setelah lebaran.

Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun tim FKM UI, ada 1,7 pemudik yang pulang kampung hingga 3 Mei 2020. Angka itu bisa bertambah dengan adanya pemudik yang berhasil pulang kampung meski pelarangan diberlakukan.

Para pemudik itu telah memberikan dampak untuk daerah tujuan mudik. Hal ini dapat terlihat di sejumlah daerah, paling terlihat di Jawa Timur dengan angka penularan paling signifikan. Setelah Lebaran, para pemudik ini akan kembali ke Ibu Kota dan sekitarnya.

"Itu kalau dia balik, sebagian akan menularkan atau akan tertular yang sakit di Jabodetabek. Sehingga jumlah kasus di Jabodetabek akan meningkat lagi setelah adanya arus balik ini," kata Pandu saat dihubungi Republika, Selasa (26/5).

Pandu memprediksikan, jumlah yang kembali ke Ibu Kota akan lebih besar seperti tahun tahun sebelumnya. Biaasanya, pemudik arus balik akan membawa teman atau sanak saudaranya untuk mengadu nasib di Ibu Kota.

"Tadinya kan Jakarta sudah turun nih bagus nih, nanti jadi batal turun naik lagi, jadi seperti gelombang kedua, sudah turun akan naik lagi menjadi bukit," ujarnya.

Pandu mengungkapkan, gelombang penularan ini sangat mungkin teramplifikasi dengan kebijakan pemerintah untuk mengembalikan aktivitas ekonomi atau yang dikenal dengan istilah new normal. "Ini kan seperti undangan 'ayo balik ke Jakarta cari duit ke Jakarta' ekonomi sudah kembali normal jadi semacam iklan," ujarnya.

Meski demikian, Pandu mengaku belum bisa memprediksikan secara rinci angka penularan yang diakibatkan oleh para pemudik yang kembali ini. Dampak tersebut, menurut dia baru bisa diketahui selama dua pekan.

Untuk meminimalisask penularan yang ditimbulkan pemudik arus balik, Pandu menilai, langkah yang paling tepat adalah dengan melakukan screening tes pada para pemudik tersebut. Sebab, kembalinya mereka ke Ibu Kota akan sangat sulit dibendung. Namun, Pandu sendiri pesimis screening tes tersebut bisa terpenuhi.

"Jadi harus ada investasi untuk melakukan screening dan PCR, jadi kita yakinkan, tapi kan sepertinya tidak dilakukan karena kapasitas testing kita sangat terbatas," ujar dia menambahkan.

Senada, Anggota Komisi IX (Kesehatan) DPR RI Saleh Partaonan Daulay juga meminta pemerintah mengantisipasi arus balik mudik lebaran ini dengan melakukan screening atau pemindaian terhadap terkait Covid-19. 

"Mereka yang masuk lagi ke kota tujuan, harus betul-betul di-screening. Selain itu, mereka juga harus dikarantina selama 14 hari. Prosedur ini adalah protokol kesehatan yang harus diterapkan demi keamanan dan kesehatan mereka dan juga warga sekitarnya," kata Saleh saat dihubungi Republika, Selasa (26/5).

Ia pun mengingatkan agar pemerintah tidak menganggap mereka yang dari daerah tidak mungkin membawa covid-19. "Bisa saja, di daerah pun mereka terpapar. Karena itu, karantina bagi mereka wajib dilakukan. Ini adalah konsekuensi logis dari pilihan mereka untuk mudik tahun ini," ujar dia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement