Selasa 26 May 2020 12:34 WIB

Riset: 10 Juta Orang Inggris Jadi Sukarelawan Semasa Pandemi

Jumlah sukarelawan Inggris mencapai 10 juta orang di negeri berpenduduk 67 juta jiwa.

 Kelompok sukarelawan Inggris, Bucks Angels C-19 Community Group, mempersiapkan paket bantuan di High Wycombe, Buckinghamshire, Inggris.
Foto: ANDY RAIN/EPA-EFE
Kelompok sukarelawan Inggris, Bucks Angels C-19 Community Group, mempersiapkan paket bantuan di High Wycombe, Buckinghamshire, Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menurut Riset, semasa pandemi Covid-19, jumlah sukarelawan Inggris telah mencapai 10 juta orang di negeri berpenduduk sekitar 67 juta orang. Bahkan banyak di antara mereka yang mengatakan akan melanjutkan aksi kemanusiaan mereka meski pandemi Covid-19 usai. 

Tak hanya tenaga, bahkan para sukarelawan juga mengulurkan tangan dalam bentuk dana untuk membantu dunia usaha lokal. Dana senilai 1 miliar poundsterling dihabiskan untuk membayar layanan jasa dan barang, termasuk gaji untuk pembersih rumah dan tukang kebun.  

Riset ini dilakukan Legal & General dan the Centre for Economics and Business Research. Riset menyebutkan satu dari lima orang dewasa Inggris (atau 19 persen), ikut kegiatan sosial lingkungan sejak lockdown berlaku 23 Maret. 

Setiap orang memberikan waktu sekitar tiga jam per hari. Kerja oleh pasukan sukarelawan ini diperkirakan memiliki nilai ekonomi setara lebih dari 350 juta poundstering per pekan.  

Para peneliti mengatakan, "semangat komunitas di Inggris berlipat semasa lockdown". Bahkan pasukan sukarelawan ini menjadi pemain kunci  dalam "infrastruktur nasional" semasa krisis. 

"Kita menjadi bangsa sukarelawan semasa krisis Covid-19," kata Nigel Wilson, kepala eksekutif Legal & General, yang dikutip the Guardian.

Data Johns Hopkins Unversity menyebutkan, saat ini Inggris menduduki peringkat ke-4 untuk kasus terbanyak Covid-19 secara global. Hingga berita ini ditulis ada lebih dari 262 ribu kasus dan sekitar 37 ribu kematian.

Dalam perkembangan terbaru, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan akan mengizinkan pembukaan kembali ribuan toko-toko, departemen store, dan pusat perbelanjaan pada 1 Juni. Namun mereka harus memenuhi syarat keamanan Covid-19. 

"Hari ini, saya ingin mengumumkan kepada sektor ritel tentang rencana kami membuka kembali toko-toko, sehingga mereka bisa mempersiapkan diri," kata Johnson, dikutip Reuters, Senin (25/5).

Sedangkan dunia usaha non esensial boleh buka pada 15 Mei, jika memenuhi persyaratan. Mereka termasuk toko yang menjual pakaian, sepatu, furnitur, buku, elektronik, rumah lelalh, studio foto, dan pasar dalam ruangan.

Dunia usaha tersebut boleh buka jika lolos dalam peninjauan risiko dan berkonsultasi dengan serikat pekerja, serta pelaku bisnis sendiri yakin sanggup menanggung risikonya.  

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement