Puasa Syawal, Kapan Waktu Mulai dan Bagaimana Niatnya?

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah

Selasa 26 May 2020 05:00 WIB

Puasa Syawal merupakan salah sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW  ilustrasi puasa syawal Foto: republika/mgrol101 Puasa Syawal merupakan salah sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW ilustrasi puasa syawal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Setelah Ramadhan usai, tentunya ibadah dan amal saleh lainnya tidak boleh terhenti. Pada 1 Syawal, Rasulullah SAW memang melarang setiap Muslim melaksanakan puasa pada dua hari raya dalam Islam. Namun setelah Idul Fitri, umat Islam dianjurkan untuk melakukan puasa Syawal.  

Puasa di bulan ke-10 dalam kalender Hijriyah ini memiliki nilai pahala yang besar yang menjadi keutamaannya. Dalam sejumlah hadits, Rasulullah SAW menyatakan anjuran untuk berpuasa selama enam hari di bulan Syawal. Karena itu, dalam rangka meraih pahala dan ridha Allah SWT, puasa Syawal bisa diniatkan dan dilakukan segera di bulan ini. Lalu, bagaimana waktu dan tata cara puasa Syawal? 

Baca Juga

Ada beberapa pendapat mengenai waktu pelaksanaan puasa enam hari bulan Syawal. Mengutip buku berjudul "Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah Rekomendasi Rasulullah" oleh Amirullah Syarbini & Sumantri Jamhari, disebutkan bahwa puasa Syawal bisa dilakukan berturut-turut selama enam hari di bulan tersebut atau dengan selang-seling dan tidak harus berurutan. Asalkan, puasa dilakukan selama enam hari dan masih dalam Syawal. 

Agus Arifin dalam bukunya berjudul "Step By Step Fiqih Puasa Edisi Revisi" menyebutkan pandangan berbagai mazhab terkait waktu pelaksanaan puasa enam hari Syawal. Menurut tiga imam mazhab, kecuali Mazhab Maliki, disunnahkan secara mutlak puasa enam hari  Syawal tanpa syarat.

Menurut Mazhab Syafi'i dan Hanbali, puasa itu hendaknya dilaksanakan berturut-turut tanpa putus. Pada pengikut Syafi'i menilai lebih utama menjalani puasa enam hari Syawal secara berturut-turut mulai hari kedua atau 2 Syawal.  

Sedangkan Mazhab Maliki memakruhkan apabila puasa Syawal dilaksanakan berturut-turut. Adapun Mazhab Hanafi berpendapat lebih utama jika puasa tersebut dilakukan tidak berturut-turut. Akan tetapi, jika dilakukan secara terpisah atau di akhir Syawal juga masih mendapatkan keutamaan. 

Menurut Imam Ahmad, puasa enam hari pada Syawal itu dapat dilakukan berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tak ada kelebihan yang satu dari lainnya. Sedangkan menurut golongan Hanafi dan Syafi'i, lebih utama jika puasa Syawal dilakukan secara berturut-turut, yaitu sesudah hari raya Idul Fitri.  

Hal demikian sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

إِنَّ فِي الجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا 

 لِمَنْ أَطَابَ الكَلَامَ ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ ، وَأَدَامَ الصِّيَامَ ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ  

"Sesungguhnya di surga itu ada kamar-kamar yang luarnya terlihat dari dalam, dan bagian dalam tampak dari luar, yang disediakan Allah bagi orang yang memberikan makan, memperlembut pembicaraan, menyambung puasa (Ramadhan dengan puasa enam hari Syawal), dan sholat malam di waktu manusia sedang tertidur.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Keutamaan puasa sunnah sendiri dapat diraih jika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan dengan kesungguhan serta teguh pendirian. Puasa sunnah Syawal dapat dilakukan dengan mengucapkan niat terlebih dahulu. Berikut niat untuk puasa enam hari Syawal:

نويت صوم شهر شوال سنة لله تعالى "Nawaitu shauma syahri syawal sunnatan lillaahi ta'ala." Artinya: "Saya niat puasa bulan Syawal, sunnah karena Allah SWT."