Senin 25 May 2020 06:51 WIB

Normal Baru Anda, Normal Lama Kami

Normal baru bagi miliaran orang kulit hitam dan coklat tak ada artinya.

Rep: aljazeera/ Red: Elba Damhuri
Diskriminasi (ilustrasi): Normal Baru Anda adalah Normal Lama Kami
Foto: SAMI HEALTH RESEARCH
Diskriminasi (ilustrasi): Normal Baru Anda adalah Normal Lama Kami

REPUBLIKA.CO.ID --- Oleh Khalid Albaih, Kartunis Politik Sudan/Produser Budaya Sudan yang saat ini tinggal di Denmark/Menulis di Aljazeera

Saya berada di bulan terakhir sebagai seniman yang diundang di kota Kopenhagen, Denmark. ketika pandemi COVID-19 pecah. Saya seharusnya berangkat ke Sudan pada Februari lalu tetapi perjalanan ke luar negeri ditangguhkan oleh Pemerintah Denmark.

Jadi, saya harus tinggal sedikit lebih lama di Denmark yang telah memberi saya kesempatan untuk mengamati secara langsung bagaimana "dunia pertama" (negara maju) menghadapi pandemi.

Sama seperti semua orang di sekitar saya, saya sangat cemas dan khawatir tentang apa yang terjadi. Tetapi saya juga cukup terhibur dengan artikel yang tak terhitung jumlahnya dari para ahli Amerika dan Eropa yang menjelaskan bagaimana berbagai pembatasan sosial yang telah diberlakukan pemerintah akan menjadi "normal baru" (new normal) di seluruh dunia.

Saya minta maaf untuk menyampaikan ini kepada Anda, tetapi normal baru Anda telah menjadi normal lama bagi miliaran orang kulit Hitam** dan kulit Coklat** di seluruh dunia. Bagi kebanyakan kami, pembatasan, penindasan, dan perampasan telah menjadi bagian dari kehidupan kami sehari-hari.

Tidak dapat bepergian ke mana pun Anda inginkan lagi? Well (Ya), sebagian besar dari kami tidak pernah bisa bepergian ke mana pun yang kami inginkan --kebanyakan karena mereka memang tidak mampu melakukan perjalanan itu, dan beberapa lain yang mampu tapi tak bisa karena pembatasan perjalanan. Itu benar, larangan bepergian baik yang dideklarasikan maupun yang tidak diungkapkan bukanlah hal baru bagi kami.

Agar kami bisa pergi dan dapat melewati aturan-aturan pembatasan ini, kami harus mengisi tumpukan kertas yang menanyakan segala macam hal; mulai dari jumlah tanggungan rumah tangga, perjalanan baru-baru ini ke "zona panas", kontak dengan orang-orang yang mencurigakan, dan semua cara untuk mengorek informasi masa lalu tekait "kegiatan teroris". 

Belum lagi kami harus membuktikan diri kita benar-benar "bebas penyakit" dengan semua berbagai sertifikat, seperti kartu demam kuning, yang merupakan tanda hadir kami untuk masuk karantina di bandara.

Selama proses aplikasi visa, kami harus jaga jarak (sosial). Kami memberikan surat-surat kami secara online, membayar biaya di kasir terpisah di bank, dan menunggu di luar kedutaan dengan panas sangat terik yang mungkin karena kami dianggap berbahaya bagi staf kedutaan.

Dan tentu saja, begitu kami mendapatkan visa, itu bukan jaminan kami akan diizinkan masuk. Pada saat kedatangan, kami akan diantar ke sebuah ruangan kecil untuk bergabung dengan orang-orang Hitam dan Coklat lainnya untuk diinterogasi lebih lanjut. 

Dan jika mereka tidak menyukai kita, mereka mungkin membuat kita pergi. Mereka akan mempersingkat masa tinggal Anda di luar negeri supaya kami segera naik pesawat pulang lebih awal yang menimpa banyak orang saat pandemi ini. 

Perlakuan ini sudah lama terjadi pada banyak orang kulit Hitam dan Coklat. Anda menyebutnya "evakuasi", kami menamakannya "deportasi".

Beberapa orang kulit Hitam dan Coklat telah mencoba cara lain untuk mencapai tempat tujuan yang diinginkan, yakni dengan kapal. Dan dalam banyak kasus mereka tidak diizinkan untuk berlabuh. 

Dengan cara yang sangat mirip, banyak kapal pesiar yang penuh dengan orang Barat tidak diizinkan berlabuh di mana pun karena ketakutan COVID-19. Dalam keadaan saat ini, mereka juga "tidak diinginkan". Oh, betapa ironinya.

Tentu saja ada banyak kecemasan di Barat tentang anak-anak mereka yang kehilangan pendidikan karena sekolah-sekolah dan universitas-universitas tutup.  

Ya, banyak anak-anak kulit Hitam dan Coklat tidak bisa pergi ke sekolah --bahkan jika ada sekolah yang buka di dekat mereka-- atau mereka harus keluar sebelum lulus karena masalah kemiskinan. 

Dan di tempat saya berasal, universitas-universitas ditutup paksa setiap kali rezim yang memerintah menyatakan ada kegiatan politik yang mencurigakan di kampus.

Ada banyak keributan di Barat tentang bisnis industri dan jasa yang terpaksa tutup. Tiba-tiba, orang Barat terpaksa hidup tanpa restoran, salon, spa, gedung olahraga, bioskop, dll --memang sebuah kehidupan yang sulit. Ini sebuag kehidupan bagi orang Hitam dan Coklat bukan hal yang asing karena itu merupakan kehidupan normal selamanya mereka.

Hal lain yang menurut saya cukup menghibur adalah maraknya spekulasi tentang tatanan dunia yang berubah dan China akan mendominasi Barat. Kami juga tahu ketakutan ini. 

Dominasi asing terlalu nyata bagi kami baik oleh Cina, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, atau kekuatan kolonial atau neokolonial lainnya.

Memang, ini sangat melemahkan dan menurunkan semangat mengetahui bahwa orang-orang kami tidak bisa menentukan nasib sendiri dari tangan mereka, dan menyadari bahwa ada orang lain yang duduk di jauh entah di mana mengambil keputusan yang akan menentukan --paling sering menghancurkan-- hidup Anda.

Sekarang kami juga khawatir atas meningkatnya pengawasan, penindasan oleh polisi, keadaan darurat, dan "peningkatan kekuasaan" pemerintah sebagai akibat dari pandemi. 

Well, banyak orang kulit Hitam dan Coklat yang akrab dengan pengawasan massal dan kekuatan tak terbatas, telah hidup di bawah kediktatoran untuk periode waktu yang panjang. Banyak yang menghabiskan seluruh hidup mereka dalam keadaan negara darurat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement