Ahad 24 May 2020 19:10 WIB

Lebaran ala Doni, Budaya Baru dan Salat Berjarak 2,5 Meter

Doni Monardo sudah 2,5 bulan berada di kantornya dan tidak pulang ke rumah.

Kepala pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal Doni Monardo, bersama sembilan jamaah menggelar shalat Id di Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Pusat, Ahad (24/5).
Foto: ist bnpb
Kepala pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal Doni Monardo, bersama sembilan jamaah menggelar shalat Id di Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Pusat, Ahad (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Selamat Ginting

Wartawan Senior Republika

Pagi yang cerah. Matahari pagi memancarkan kehangatan. Termasuk ke Gedung Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jl Pramuka Kav 38, Jakarta Pusat. Di sanalah Kepala pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Letnan Jenderal Doni Monardo, berada di kantornya. 

Ia tetap melaksanakan kerja pada Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah atau tahun 2020 Masehi pada Ahad (24/5/2020). Bahkan langsung memimpin penataan tempat pelaksanaan salat Id di lantai 15. Tepatnya di ruang serba guna Dr Sutopo Purwo Nugroho. Aula seluas sekitar 400 meter persegi itu, lengang. Biasanya gedung serba guna digunakan untuk acara massal. 

“Diatur jaraknya, juga jumlah jamaahnya. Kita harus beri contoh dan disiplin kepada masyarakat,” kata Kepala BNPB itu, kepada anak buahnya.

Ruang berornamen kayu itu, hanya diisi sembilan jamaah dan seorang imam merangkap khatib salat Idul Fitri. Sebagai imam dan khotib adalah Dr H Nadjamudin Ramly, wakil sekretaris jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jamaah lainnya berada di luar ruang serba guna. Jarak satu jamaah satu dan lainnya sekitar 2,5 meter. 

Peserta salat Id antara lain; Doni Monardo; Direktur Bantuan Darurat BNPB, Jarwansyah; tenaga ahli BNPB, Edy Massadiah; koordinator staf pribadi Kepala BNPB, Kolonel (Zeni) M Budi Irawan, tanaga ahli Kepala BNPB, Kolonel (Arhanud) M Hakim Laihakim, ajudan Kepada BNPB Sertu (Kavaleri) Gagan Anggara, dan penulis.

Doni mengenakan baju koko putih lengan panjang, celana panjang hitam, kopiah hitam, dan masker hitam. Sementara khotib mengenakan baju dan sarung Donggala warna ungu, kopiah hitam, dan masker hijau. Semua jamaah mengenakan masker.

Di ketinggian sekitar 75 meter dari permukaan tanah itu, salat berlangsung lancar.  Dimulai sekitar pukul 06.45 WIB dengan melantunkan tasbih (mensucikan nama Allah dan sifat-sifat makhkulnya), tahmid (memuji Allah, Tuhan semesta alam), dan takbir (mengagungkan kebesaran Allah Subhanahu Wata’ala).

Cobaan

Dalam kutbahnya, Nadjamuddin Ramly memberi tajuk ‘Kehidupan Normal Baru dalam menggapai Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala’. 

Ia berharap, setelah menunaikan amaliyah Ramadhan Tahun 1441 Hijriyah, iman taqwa masyarakat semakin meningkat di bulan Syawal ini. Sebab makna dari Syawal adalah bulan peningkatan. Semua umat yang beriman telah dilatih dan digembleng sebulan lamanya.

“Saat ini Allah Jallajalalu menguji ummatnya dengan wabah pandemik yang sangat berbahaya dan mematikan. Virus Corona Disease 2019 atau Covid-19,” kata Nadjamuddin. 

Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al Baqarah pada ayat 155-156. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” 

Ia meminta masyarakat harus memulai dengan kehidupan normal baru dengan membudayakan protokol kesehatan sebagai karakter pribadi masing-masing. Sebagai sebuah gerakan budaya baru di kalangan umat Islam dan Bangsa Indonesia. 

Gerakan budaya baru ini, lanjutnya, akan bermuara pada lahirnya sebuah peradaban yang tinggi. Dimana umat manusia sudah hidup pada tatanan yang melekat pada kehidupan sehat. Sekaligus merekonstruksi masa depannya secara sistemik dan berkelanjutan. Secara otomatis melekat protokol kesehatan dalam hidupnya bagaimanapun keadaannya.

Dikemukakan, protokol kesehatan ini adalah gagasan cerdas, bernas dan mencerahkan dalam menghadapi wabah Virus Corona ini dengan jargon ‘Empat Sehat Lima Sempurna’. Jargon yang dicetuskan kepala pelaksana gugus tugas covid-19, Letjen Doni Monardo.

Jargon yang memindahkan ingatan lama, yakni: asupan karbohidrat, protein, sayur, buah dan susu. Menjadi sebuah protokol kesehatan yang nantinya menjadi gerakan budaya baru dan massif.  

Gerakan budaya Empat Sehat Lima Sempurna di era pendemi covid-19 ini, yakni: Pertama; senantiasa menggunakan masker. Kedua; jaga jarak sehat. Ketiga; selalu mencuci tangan. Keempat; olahraga yang teratur, istirahat yang cukup, jangan panik. Kelima; makan makananan yang bergizi, halal dan baik.

“Jika protokol kesehatan ini telah menjadi gerakan masif dan telah membudaya, maka dengan sendirinya akan memutus matarantai dari berjangkitnya dan menularnya virus Corona ini pada setiap orang Indonesia,” ujar pengajar di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah.

Dikemukakan, inilah protokol kesehatan yang menjadi peradaban baru umat manusia. Tentu saja yang senantiasa mengharapkan keridhaan Allah. Memohon perlindungan-Nya, sehingga virus corona yang membahayakan dan mematikan ini lenyap dari negeri Indonesia. 

Terakhir, Nadjamuddin Ramly mengajak umat Muslim terus berdo’a, kiranya Allah mengampuni dosa-dosa umatnya dan senantiasa melimpahkan ampunan dan keridhaan-Nya kepada bangsa Indonesia. 

Lebaran keluarga

Usai sholat Doni mengajak jamaah salat Idul Fitri dan karyawan BNPB menikmati hidangan Lebaran. Beragam makanan tersaji, seperti: opor ayam, coto Makassar, mie bakso, dan aneka makanan lainnya, termasuk buah-buahan dan kue aneka Nusantara. 

Lebaran kali ini tentu menjadi sesuatu yang berbeda bagi Doni Monardo. Ia sudah 2,5 bulan berada di kantornya dan tidak pulang ke rumah pribadinya di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.

Sekitar pukul 11.20 WIB, Doni kedatangan tamu spesial. Istrinya, Santi Ariviani; dan dua anaknya Sersan Taruna Reizalka Dwika Monardo (23 tahun); dan Adelwin Azel Monardo (17 tahun) mengunjungi Doni di Graha BNPB, lantai 10. Reizalka, taruna tingkat tiga mengenakan pakaian taruna Akademi Militer.

Anak pertama Doni hingga siang hari belum terlihat. Anak sulungnya, Azzianti Riani Monardo (27 tahun) menikah dengan Kapten (Infanteri) Arief Wibisono yang berdinas di Sat-81 Gultor Kopassus. Cucu Doni pun belum terlihat hingga siang itu.  

Suasana haru, karena Doni tetap bekerja di kantornya saat Idul Fitri. Ia melepas rindu pada keluarganya yang ikhlas mengizinkannya tinggal di kantor selama sekitar 2,5 bulan ini. Pertemuan mengharukan di saat Lebaran itu berlangsung sekitar tiga jam. Keluarganya berharap Doni tetap semangat dan sehat dalam menjalankan amanah bangsa sebagai kepala pelaksana gugur tugas covid-19. 

Sebelumnya, Doni dan keluarganya menyiasasti kerinduan melalui sambungan video telepon. Beberapa kali usai berbuka puasa, Doni berkaca-kaca melihat cucunya saat berkomunikasi dengan video telepon. Istrinya, sekitar enam kali mengunjungi suaminya menjelang berbuka puasa, sekaligus membawakan makanan kesukaan Doni.

Sabtu (23/5/2020) Doni pun masih bekerja hingga menjelang berbuka puasa. Diawali dengan rapat persiapan kebijakan penyekatan lalu lintas keluar masuk DKI Jakarta. Menerima perusahaan yang memberikan bantuan penanganan covid-19. Juga menerima Komite Palang Merah International. Termasuk konferensi video dengan Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate membahas kebijakan komunikasi publik soal covid-19.

Selama pandemi covid-19, Doni termasuk pejabat negara paling sibuk. Ia menjadi dirijen bagi sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah. Bahkan bagi para kepala daerah, mulai dari gubernur, bupati maupun walikota. Ya, bagaikan menteri koordinator, yang memimpin koordinasi pelaksanaan kerja pemerintahan. 

Masa Kritis

Sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri, Doni sempat mengungkapkan kekecewaaannya. Sebab masih saja ada masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan covid-19.  Termasuk masyarakat yang memaksakan diri mudik dengan berbagai cara. Padahal, pekan-pekan ini, di saat perayaan Idul Fitri merupakan saat kritis virus corona.

Ia merasa heran, masyarakat tetap memadati pusat perbelanjaan jelang lebaran, tanpa mematuhi protokol kesehatan yang disyaratkan oleh Badan Kesehatan Dunia. Padahal sudah diberikan pengumuman tentang risiko penularan Virus Corona pada dua pekan terakhir.

Ia mengaku, Sabtu (23/5/2020), saat malam takbiran menerima laporan dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Khofifah melaporkan jumlah orang tanpa gejala (OTG) yang berpotensi terkonfirmasi positif Covid-19 di Jawa Timur selalu meningkat. 

“Padahal, kata Bu Khofifah, mereka yang tidak ada gejala flu, pilek, dan sesak napas, tapi ternyata dia carrier,” kata Doni menirukan laporan Khofifah.

Dalam laporannya, Khofifah menyebutkan, semula jumlah OTG yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 21 persen, lalu naik menjadi 26 persen. Dalam dua hari belakangan ini, angkanya naik menjadi 34 persen.

Menurut Khofifah, orang tanpa gejala ini banyak ditemui pada para pemudik. Berdasarkan data yang dimilikinya, sejak 16 Maret-22 Mei 2020, ada 460 ribu orang yang mudik ke Jawa Timur.

“Klaster-klaster pembawa covid-19 sebenarnya sudah banyak diungkap oleh media. Seperti di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan,” ujar Doni, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus).  

Namun, lanjut Doni, tingkat disiplin yang rendah dan abai terhadap imbauan gugus tugas akan menjadi masalah di kemudian hari. Termasuk dampak dari masyarakat yang memaksakan mudik dengan beragam cara. 

Ia tetap meminta masyarakat disiplin dan mematuhi protokol kesehatan. Pejabat negara dan pemerintah juga diharapkan memberikan contoh teladan. Doni mengharapkan Idul Fitri menjadi momentum kemenangan untuk berubah menjalani kehidupan normal baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement