Ahad 24 May 2020 18:53 WIB

Pemerintah Harus Lindungi Petani, Peternak dan Nelayan

Ketiganya strategis untuk amankan rantai pasok pangan.

Pedagang menata ikan tongkol dagangannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Selasa (12/5/2020). Cuaca buruk disertai gelombang tinggi yang terjadi sejak sepekan terakhir di perairan laut Samudera Hindia mengakibatkan hasil tangkapan nelayan menurun sehingga menyebabkan kenaikan harga ikan 60 sampai 80 persen dari biasanya
Foto: ANTARA/SYIFA YULINNAS
Pedagang menata ikan tongkol dagangannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Selasa (12/5/2020). Cuaca buruk disertai gelombang tinggi yang terjadi sejak sepekan terakhir di perairan laut Samudera Hindia mengakibatkan hasil tangkapan nelayan menurun sehingga menyebabkan kenaikan harga ikan 60 sampai 80 persen dari biasanya

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Memanfaatkan momentum peringatan hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2020,  Sekolah Vokasi (SV) IPB University menyelenggarakan Webinar Seri 1 dengan Tema “Finding Solutions Together: Broken food, Agriculture and Fisheries Supply Chain in Time of COVID-19 Pandemic”, Rabu (20/5).

Kegiatan webinar ini merupakan kerja sama antara SV IPB University dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University. Kegiatan yang dimoderatori oleh Dr Pria Sembada ini menghadirkan tiga pembicara yang ahli di bidangnya, yaitu Dr Sahara (Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, FEM), Dr Luky Adrianto (Dekan FPIK) dan Dr Arief Daryanto (Dekan SV).

Dalam paparannya, Dr Sahara menjelaskan bahwa pandemi Cocvid-19 menyebabkan terjadinya shocks terutama dari aspek permintaan produk pertanian. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap berubahnya perilaku konsumen dari yang tadinya off-line mode menjadi on-line mode. Meskipun sebelumnya metode online ini sudah mulai berkembang, namun adanya pandemi Covid-19 dan kebijakanPembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memaksa para konsumen untuk beralih ke metode ini.

“Metode on-line bukan tanpa tantangan, namun setiap aktor perlu menyesuaikan diri. Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain perbaikan sarana dan prasarana (internet dan infrastruktur lain), juga pemberian subsidi atau bantuan teknis dan finansial untuk para petani/peternak,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Sementara itu, Dr Luky Adrianto dalam paparannya lebih terfokus pada dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor perikanan. Pandemi ini mengakibatkan gejolak dengan level yang berbeda pada setiap rantai pasok. Gejolak ini terutama berkaitan dengan aspek ekonomi dan sosial,  bukan pada aquatic ecosystem resources-nya. Tren perdagangan produk perikanan ke negara-negara tujuan eskpor dan domestik mengalami penurunan.

“Saya ingin mengusulkan strategi penanggulangan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk strategi penanggulangan jangka panjang, penekanannya adalah WPP (wilayah pengelolaan perikanan) based economy, digitalisasi sektor perikanan, block chain dan peningkatan efisiensi,” terangnya.

Pada kesempatan ini, Dr Arief Daryanto menjelaskan perbedaan antara konsep supply chain dan  value chain. Selain itu, secara lebih makro paparannya diarahkan pada bagaimana pandemi Covid-19 berpengaruh pada sistem pangan.   “Pengaruh pandemi Covid-19 dapat dianalogikan seperti efek domino. Gangguan terhadap sistem pangan dan pertanian terutama dikaitkan pada beberapa hal seperti ketersediaan, harga, pasar dan regulasi, aksesibilitas, affordability, convenience dan desirability,” ujarnya.

Dr Arief Daryanto menawarkan beberapa solusi yang dapat dilakukan pada saat ini dan ke depan. Solusi tersebut antara lain adalah pentingnya dukungan pemerintah terhadap para petani/peternak/nelayan dalam bentuk pemberian insentif dan/atau subsidi dalam proses produksi dan memasarkan produk mereka, akselerasi pengembangan infrastruktur dan logistik rantai dingin, konsolidasi industri dan integrasi vertikal, peraturan dan penegakan keamanan pangan yang lebih ketat, pergeseran lebih cepat menuju digitalisasi dan otomatisasi, e-commerce pertanian dan pangan, penggunaan platform big-data, kemitraan publik-swasta, kontrol harga dan bank makanan berbasis masyarakat untuk mengurangi kehilangan dan sisa makanan (food loss and waste).

Kegiatan yang berdurasi sekitar dua jam ini mampu menghadirkan lebih dari 400 orang sebagai peserta. Rangkaian Webinar SV ini diharapkan dapat memberikan  manfaat terutama dalam mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya pandemi Covid-19. Sumbangsih pemikiran yang dipaparkan para pembicara dan para peserta, diharapkan  dapat menjadi langkah bersama yang konkret dalam upaya mengatasi permasalahan bergejolaknya rantai pasok produk pangan di Indonesia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement