Ahad 24 May 2020 04:39 WIB

Muslim Amerika Berada di Garis Depan Penanganan Covid-19

Muslim adalah komunitas agama paling beragam di AS.

Lampu-lampu hias bertema Ramadhan terpasang di sebuah rumah di Dearborn, Michigan, Amerika Serikat. Komunitas Muslim di Dearborn pada tahun ini memulai tradisi baru yaitu mengadakan kompetisi lampu hias Ramadhan dengan harapan menyebarkan sukacita dan mengembalikan semangat selama pandemi coronavirus
Foto: AP/Carlos Osorio
Lampu-lampu hias bertema Ramadhan terpasang di sebuah rumah di Dearborn, Michigan, Amerika Serikat. Komunitas Muslim di Dearborn pada tahun ini memulai tradisi baru yaitu mengadakan kompetisi lampu hias Ramadhan dengan harapan menyebarkan sukacita dan mengembalikan semangat selama pandemi coronavirus

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -– Selama Ramadhan, Konsulat Jenderal AS di Surabaya menggelar acara "Bincang dengan Muslim AS". Program ini yang bertajuk "bersama-sama meski berjarak" yang menunjukkan bagaimana merayakan Ramadhan meski saat jarak sosial. Pada sesi terakhir yang digelar Sabtu (23/5) menghadirkan Direktur Eksekutif, Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial Meira Neggaz membahas topik tentang Muslim Amerika sebagai Pahlawan di Garis Depan Covid-19. 

Dalam diskusi Meiza mengungkapkan bagaimana Muslim Amerika telah menjadi bagian dari pengembangan Amerika Serikat, dalam setiap aspek kehidupan. Terlebih saat ini Muslim Amerika sebagai pahlawan Amerika di garis depan Covid-19.

Diskusi yang telah berjalan selama sebulan ini diadakan setiap Sabtu pagi dengan menampilkan Muslim Amerika dari berbagai latar belakang. Diskusi virtual selama satu jam ini mengangkat kisah mereka sebagai Muslim di Amerika Serikat. 

Melalui diskusi yang disiarkan Instagram Konsulat Jenderal Surabaya ini para pembicara membagikan bagaimana keyakinan Islam dan nilai-nilai Amerika mereka telah memberdayakan kehidupan mereka dan komunitas mereka dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh audience Indonesia.

“Konsulat Jenderal AS di Surabaya terus terhubung dengan audiensi kami di seluruh Indonesia melalui program online seperti Obrolan kami dengan seri Muslim Amerika," kata Konsul Jenderal AS di Surabaya, Mark McGovern dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Sabtu (23/5).

Menurut Mark seri diskuis ini sebagai platform kreatif bagi Muslim Amerika untuk terhubung dengan audiens Muslim dan non-Muslim di Indonesia dan untuk bersama saat terpisah secara fisik. "Program ini juga didedikasikan untuk menciptakan ikatan pribadi yang abadi dan memperluas hubungan orang ke orang-orang antara Amerika Serikat dan Indonesia, terutama selama pandemi,” kata Mark.

Sesi pertama diskusi yang digelar pada 9 Mei, menghadirkan seorang mualaf dan penulis Muslim Amerika Pemenang Penghargaan, Rabiah York Lumbard yang berbagi topik penting tentang nilai keragaman di komunitas Muslim Amerika Serika. Rabiah memulai perjalanannya sebagai penulis ketika dia menantikan putri pertama. 

Ketika dia sedang berburu buku anak berkualitas untuk anak Muslim,  hanya ada beberapa buku tentang subjek ini yang ditulis untuk pembaca Muslim. Untuk membantu memenuhi permintaan buku yang terus meningkat ini menjadi inspirasi awal bagi Rabiah untuk menulis dan yang kemudian berkelanjutan. Sekarang profesinya menjadi kecintaannya untuk menulis itu sendiri dengan cerita atau karakter apa pun yang sedang dia kembangkan.

Rabiah menjelaskan bahwa komunitas Muslim Amerika terintegrasi dengan sangat baik ke dalam semua aspek masyarakat Amerika. Muslim melayani dalam militer, pemerintah, dokter, pengacara, artis dan pengasuh, pengkhotbah, pendidik, dan bahkan atlet Olimpiade. Dia berpikir bahwa Muslim Amerika memiliki banyak hal untuk ditawarkan karena Muslim adalah komunitas agama paling beragam di AS.

Kemudian pada diskusi yang digelar pada 16 Mei menghadirkan Sabria Kazmi, seorang mahasiswi Muslim Amerika di Universitas Georgetown. Sabria berbicara tentang pengalamannya sebagai seorang wanita Muslim yang belajar di bidang sains, teknologi, teknik, seni, dan matematika. Dia mengatakan bahwa salah satu komunitas Muslim di universitasnya telah menjadi bagian terbaik dari pengalaman akademiknya. 

Dia juga mencatat bahwa meskipun dia berasal dari latar belakang yang unik, dia tidak pernah merasa tidak pada tempatnya karena komunitas Muslim di Amerika Serikat sangat beragam seperti negara itu sendiri sehingga semua orang memiliki. Dia tinggal bersama orang tuanya dan dapat merayakan Ramadhan dengan mereka dengan makan kabob panggang, ayam, pakora, dan makanan desi lainnya. Melalui studinya, ia terhubung kembali dengan imannya untuk menghilangkan stres.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement