Sabtu 23 May 2020 19:43 WIB

Harkitnas, Momentum The True Leader Bangkitkan Energi Rakyat

Pimpin, bimbing, dan komandoi rakyat bergerak bersama dengan teratur dan satu tujuan.

Dr.  Hj. Netty Prasetiyani, M.Si.,  Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI
Foto: dok. Istimewa
Dr. Hj. Netty Prasetiyani, M.Si., Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Netty Prasetiyani*

Bangsa Indonesia menandai 20 Mei sebagai  Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas). Momentum tersebut diambil dari  hari lahirnya organisasi Boedi Oetomo (B0) pada 1908. BO adalah salah satu organisasi awal di Hindia Belanda (Indonesia) yang menyuarakan nasionalisme Indonesia. 

Peringatan Harkitnas dilakukan pertama kali di masa Presiden Soekarno pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan, Yogyakarta. Saat itu Soekarno malakukan orasi mengenai kebangkitan nasional guna menyemangati rakyat karena Belanda masih punya niat menduduki Indonesia meskipun sudah  kita sudah memproklamirkan diri sebagai bangsa merdeka.

Agresi-agresi yang dilakukan oleh Belanda bahkan sampai menduduki Jakarta  menjadi salah satu alasan Presiden Soekarno  mencari simbol pemersatu. Dan  pemilihan hari lahir Budi Utomo sebagai Harkitnas harus dipahami secara simbolik dan politik, bukan secara akademik. 

Hingga saat ini masih ada pihak-pihak  yang  meragukan dan menggugat ditandainya kelahiran Budi Utomo sebagai momentum Harkitnas. Menurut sebagian kalangan,  organisasi Budi Utomo tidak mencerminkan persatuan Indonesia karena anggotanya hanya berasal dari kalangan ningrat Jawa.

Terlepas dari semua perdebatan tersebut,  ada yang berbeda dengan cara kita memaknai Harkitnas kali ini. Momentum ini jatuh di saat Covid-19 masih mewabah  di hampir seluruh pelosok negeri; Harkitnas tiba saat curva pandemik Covid-19 masih saja meningkat bahkan menembus  rekor jumlah pasien baru  tertinggi (693 orang pada 20 Mei) dan secara akumulatif nasional sudah mencapai 18.496 orang terinfeksi,  dengan jumlah yang meningal dunia sebanyak 1.221 dan yang sembuh 4.467.  

Harkitnas 2020 juga  ditandai dengan beragam sengkarut program Jaring Pengaman Sosial senilai 110 triliun, program Kartu Pra Kerja yang menimbulkan banyak kontroversial senilai 20 triliun dan juga skema stimulus ekonomi yang dianggap tidak memberi daya ungkit terhadap penurunan grafik perekonomian kita.

Esensi Harkitnas

Esensi kebangkitan nasional adalah narasi tentang kegelisahan, ketertekanan dan perlawanan rakyat  atas adanya ketidakadilan, ketimpangan dan kesenjangan sosial dalam kehidupan.  Ketidakadilan  yang dirasakan rakyat akibat terkendala untuk hidup, berdaulat, berdikari, mandiri, aman dan sejahtera di tanah airnya sendiri.

Pikiran inilah yang membuat rakyat bangkit melakukan konsolidasi untuk melawan ketidakadilan. 1908 rakyat bangkit melawan penjajah culas yang telah menguras hampir semua sumber daya bumi pertiwi dan tidak menyisakan untuk pemilik sah-nya kecuali kesengsaraan dan kerusakan. 

Saat ini pun spirit kebangkitan nasional harus dihidupkan kembali. Rakyat perlu dibangkitkan untuk melakukan gerakan perlawanan secara masif terhadap 'penjajah' kehidupan bernama pandemi Covid-19.  Nilai yang diwariskan Budi Utomo, Sarekat Islam dan gerakan perjuangan kemerdekaan lainnya tentang “sesama dan serasa”  tersebut harus terus ditumbuhsuburkan dalam hati dan kehidupan masyarakat Indonesia.

Semangat bangkit  melawan hal-hal yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan tatanan sosial kehidupan telah ada dalam jiwa bangsa Indonesia. Jiwa menolak ketidakadilan dan kesewenangan sudah bersemayam  di dalam dada. Dan ruh membangun semangat gotong royong, solidaritas sosial dan guyub saling menolong sudah terpatri di dalam lubuk hati.

Lihatlah, sejak awal pandemi terjadi,  masyarakat di seluruh Indonesia,  biar pun dalam keadaan sempit, masih bisa saling membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka tidak rela jika  ada saudaranya sesama anak bangsa yang mati karena virus atau mati karena kelaparan. Kisah kepahlawanan rakyat, tokoh publik, relawan dan tentu saja tenaga kesehatan dalam bahu membahu melakukan yang mereka bisa dan mampu menjadi cerita bak di negeri dongeng. Miliaran rupiah bahkan mungkin bernilai triliun,  dana tidak tercatat,  terkumpul dan tersalurkan dari kocek rakyat tanpa nama dan sebutan.

Mereka berhasil mendistribusi rupiah untuk mengcover item pembiayaan yang tidak terjamah oleh pemerintah. Gotong royong itu  berupa kebutuhan medis, pangan dan makanan untuk masyarakat yang terdampak. 

The True Leader: Bangkitkan Rakyat!

Yang dibutuhkan kemudian adalah hadirnya pemimpin yang memiliki magnet untuk menyatukan semua energi potensial 'bangkit' rakyat menjadi energi kinetik kebangkitan, bersatu melawan pandemi Covid-19. 

Jadi, jika belakangan ini ramai beredar  video dan tagar 'Indonesia Terserah' yang menyindir aktivitas masyarakat yang nekat berkerumun di sejumlah tempat publik, maka ini adalah ekspressi rakyat yang bingung, rakyat yang tidak tahu harus berbuat apa, rakyat yang kehilangan arah. Kenapa? Oleh sebab  kebijakan pemerintah yang saya nilai plin-plan alias tidak tegas. Maju mundur tidak jelas. Kebijakan yang lahir akibat pemimpin yang tidak tahu bagaimana caranya mengelola energi rakyat yang luar biasa. 

Sebagai contoh, dulu waktu PSBB, dibuat aturan bahwa  layanan bandara Soekarno Hatta ditutup, bus keluar-masuk Jakarta tidak boleh, dan  orang bekerja di luar dibatasi.  Tapi sekarang justru oleh pemerintah dibolehkan, meski dengan persyaratan.  Tetap saja, menurut saya, syarat-syarat seperti surat untuk melakukan pekerjaan dan menjenguk keluarga yang sakit keras itu mudah dimanipulasi.  Terbukti dengan mengularnya antrean penumpang di bandara Soekarno Hatta. 

Sikap tidak tegas pemerintah pusat juga mulai diikuti pemerintah daerah. Kota Bekasi, misalnya, mulai merancang wilayah zona hijau dimana masjid dibolehkan menyelenggarakan shalat Id. Kebijakan ini tentu tidak mampu melarang masyarakat dari zona merah untuk berbondong-bondong mendatangi masjid di zona hijau. Masyarakat memang sudah rindu dengan mesjid. Nah, dengan banyaknya warga yang berkerumun,  dan pergi ke keluar kota, kita sekarang justru mundur sepuluh langkah ke belakang, alih-alih maju kedepan untuk menangani Covid-19. 

Oleh karena itu, saya berharap pada momentum kebangkitan nasional ini  pemerintah memiliki cara untuk mengorkestrasikan semua potensi yang ada.  Ini saatnya presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi pemerintahan turun menyatukan semua energi.  Pimpin, bimbing, dan komandoi rakyat untuk bergerak bersama dengan teratur dan satu tujuan. Jangan hanya terpana dengan respons masyarakat.  Jangan sia-siakan energi kebangkitan nasional  menjadi sekedar seremonial peringatan melalui ucapan dan webinar. Saya menunggu aksi the true leader!

 

*Anggota Komisi IX DPR RI

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement