Sabtu 23 May 2020 09:23 WIB

Pakar Merasa Teknologi Indonesia Siap Selesaikan Covid-19

Bioteknologi di Indonesia yakni secara pengetahuan dan keterampilannya sudah siap,

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Bio Handsanitizer. Dosen Fakultas Farmasi UGM Ronny Martien memberikan penjelasan tentang handsanitizer spray nanopolimer dengan bahan herbal di UGM, Yogyakarta.
Foto: Republika/Wihdan
Bio Handsanitizer. Dosen Fakultas Farmasi UGM Ronny Martien memberikan penjelasan tentang handsanitizer spray nanopolimer dengan bahan herbal di UGM, Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho menilai, teknologi Indonesia cukup siap untuk menyelesaikan Covid-19. Namun, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan.

Pertama, harus dipercepat hilirisasi produk yang dihasilkan peneliti dari berbagai lembaga penelitian, universitas dan lainnya. Ia mencontohkan, UGM sudah hasilkan bermacam inovasi alat kesehatan, obat, herbal, dan suplemen.

Beberapa di antaranya berupa produk-produk inovasi berupa prototipe. Selain itu, ada produk-produk yang sudah diproduksi mandiri atau digunakan secara luas, namun belum memiliki izin produksi atau izin edar.

Soal izin edar, ia menyampaikan, Kemenkes telah lakukan percepatan pemberian izin edar produk-produk dalam negeri untuk komoditi alkes. Serta, perbekalan kesehatan rumah tangga yang dibutuhkan lewat mekanisme one day service.

Hal itu dilakukan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 di Tanah Air. Selanjutnya, agar teknologi Indonesia siap menyelesaikan Covid-19 harus bisa mengoptimalkan peran unsur-unsur perguruan tinggi tahap hulu dan hilirisasi.

"Perkuat koneksi unsur-unsur itu. Perkuat konsep penta heliks pemerintah, masyarakat, akademisi, swasta, dan media. Semua komponen harus miliki semangat dan keselarasan opimalkan inovasi-inovasi teknologi yang dihasilkan," kata Agung di webinar yang digelar Dewan Guru Besar UGM, Jumat (22/5).

Dosen Fakultas Teknik UGM, Dr. Adhika Widyaparaga menuturkan, kolaborasi dan kerja sama jadi kata kunci penting untuk mendukung keberhasilan pengembangan alkes di Indonesia. Sebab, situasi ini membutuhkan kerja sama.

"Harus ikhlas, tidak perlu tampil ke depan dan dipuji orang karena yang penting itu upaya-upaya bersama membantu dalam mengatasi persoalan yang ada," ujar Adhika.

Sampai saat ini, sebanyak 90 persen alat kesehatan di Indonesia masih dipenuhi dari impor. Kemudian, baru sebanyak 10 persen saja alkes yang diproduksi dalam negeri, jadi peluang pengembangan alkes sangat besar.

Bahkan, industri alat kesehatan menjadi salah satu industri andalan dalam Bangun Industri Nasional Nasional berdasarkan RIPIN 2015-2035. Karenanya, perlu adanya program yang berkelanjutan ke depan.

"Jadi, mengapa harus mengembangkan industri alat kesehatan nasional, selain permintaan alat kesehatan yang besar, ketersediaan infrastruktur dan sumber daya manusia cukup memadai serta relatif murah," kata Adhika.

Kepala Pusat Studi Bioteknologi UGM, Pro. Siti Subandiyah menambahkan, dalam penanganan Covid-19 perlu hilangkan ego sektoral dan individual. Sebab, jadi satu hambatan tidak hanya dalam penanggulangan Covid-19, tapi hal-hal lain.

"Ego sektoral dan ego individual masih kental, termasuk dalam pengembangan riset bioteknologi," ujar Siti.

Sedangkan, bioteknologi merupakan ilmu yang multidispliner, sehingga perlu kerja sama di dalamnya. Siti merasa, tanpa adanya kerja sama, perkembangan riset bioteknologi Indonesia akan terhambat.

Minimnya fasilitas dan sarana prasarana dalam riset bioteknologi jadi soal lain. Inovasi bidang bioteknologi di Tanah Air masih sangat sedikit, dan bila peneliti tidak berinovasi dikhawatirkan akan semakin jauh tertinggal.

"Namun, ada peluang dalam pengembangan riset bioteknologi di Indonesia yakni secara pengetahuan dan keterampilannya sudah siap," kata Siti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement