Sabtu 23 May 2020 06:57 WIB

Fakta-Fakta tentang Kekayaan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad merupakan pribadi yang berjiwa kaya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Fakta-Fakta tentang Kekayaan Nabi Muhammad . Foto: Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Fakta-Fakta tentang Kekayaan Nabi Muhammad . Foto: Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kaum orientalis kerap mengidentikkan bahwa umat Muslim itu gemar menjadi orang miskin lantaran Nabi Muhammad adalah orang miskin. Pandangan ini tentu saja keliru dan membuktikan bahwa para orientalis tersebut nyatanya miskin riset dan fakir ilmu.

Dalam buku Harta Nabi karya Abdul Fattah As-Samman dijelaskan, tak sedikit kaum orientalis yang beranggapan bahwa karena Rasulullah SAW sering tidur dalam keadaan perut lapar, beliau dilabeli sebagai orang miskin. Padahal konteksnya tak begitu.

Baca Juga

Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa kaya, berusaha untuk kaya (dengan jalan yang benar), dan memakmurkan orang-orang yang berada di sekelilingnya (bukan artian nepotisme).

Dengan barang-barang yang diproduksi, diperdagangkan, beliau memperoleh harta kekayaanya.

 

Baginda Rasulullah SAW lahir dari keturunan kaum Quraisy. Sebuah kaum yang identik dengan perdagangan yang kental.

Sedari kecil, Rasulullah pun sudah terbiasa mencari hartanya dengan cara berdagang. Bukan sembarang pedagang, beliau bahkan dijuluki sebagai seorang yang terpercaya (Al-Amin).

Muhammad Al-Amin, begitu sematan di belakang nama Rasulullah SAW ketika remaja. Siapapun dagangannya yang dibawa oleh Rasulullah SAW selalu mendapatkan keuntungan secara adil dan jujur.

Tak ada yang Rasulullah sembunyikan, dan tak ada yang tak diberitahukan secara transparan.

Rasulullah bukan kaya karena harta warisan. Bukan pula kaya karena menjadi raja. Beliau memiliki usaha yang luas, Rasulullah bahkan membangun masjid raya dengan hartanya sendiri.

Dari hasil dagang ini, Rasulullah kemudian memperoleh harta kekayaannya. Namun begitu, beliau tak pernah merasa bahwa harta yang diperolehnya adalah miliknya seorang diri.

Tercatat, neraca dagang Rasulullah berupa 1,216,343 gram emas atas usaha Rasulullah, 1,251.601 gram emas atas pembiayaan (investasi dan sedekah), serta 15 bidang tanah dengan masing-masing harga jual sebesar 25,5 kilogram (kg) emas yang diwakafkan.

Dari sumber-sumber harta beliau, tak heran rasanya jika Rasulullah kerap memberikan hartanya kepada banyak orang. Beliau adalah orang yang sangat-sangat dermawan. Atas kedermawanannya yang tak tertandingi itu, malaikat Jibril bahkan pernah menyebut bahwa kedermawanan Nabi Muhammad SAW atas hartanya kepada orang lain (terlebih di bulan Ramadhan) melebihi kedermawanan angin yang berhembus sekalipun.

Rasulullah itu kaya lahir dan batin. Yang miskin adalah para orientalis yang tak memahami lebih jauh apa makna harta bagi baginda Rasulullah SAW. Kaum orientalis tetap mengira bahwa Rasulullah miskin, padahal Rasulullah adalah orang yang zuhud yang menafkahkan hartanya untuk jalan kebaikan, kemanusiaan, dan agama.

Tak berhenti sampai di situ. Kaum orientalis juga sering menuduh Rasulullah SAW bisa memiliki kekayaan berkat sumber kekayaan Sayyidah Khadijah. Padahal, Rasulullah SAW sebagai suami merupakan sosok yang berkewajiban memberikan nafkah keluarga dan kepemimpinan itu berada di tangan kaum lelaki.

Bahkan, mahar Rasulullah SAW kepada Sayyidah Khadijah bukan hanya sembarang mahar. Mahar Nabi saat menikahi Sayyidah Khadijah berupa 20 unta bakrah. Unta-unta yang diberikan Nabi Muhammad SAW merupakan jenis unta yang terbaik dan berkualitas.

Jika unta dengan kualitas terbaik itu diasumsikan seharga Rp 50 juta per ekor, maka mahar Rasulullah SAW kepada Khadijah kala itu mencapai Rp 1 miliar jika dikonversikan ke dalam mata uang Indonesia. Tentu saja, jumlah ini bukanlah hal yang mudah. Itu artinya, sebelum menikahi Khadijah, Rasulullah SAW merupakan pribadi yang siap dengan pernikahan.

Termasuk siap dengan mahar dengan maksud memuliakan calon istrinya. Sehingga, tidaklah mungkin Rasulullah SAW merupakan pribadi yang berjiwa miskin apalagi menjadi orang miskin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement