Jumat 22 May 2020 23:35 WIB

209 Orang di Mimika Kehilangan Pekerjaan Selama Pandemi

Situasi serupa juga dialami oleh sejumlah perhotelan di Kota Timika

Gelombang PHK (ilustrasi)
Foto: republika
Gelombang PHK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,TIMIKA -- Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, melaporkan sebanyak 209 orang di wilayah itu kini kehilangan pekerjaan, baik karena dirumahkan atau karena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama pandemi Covid-19.

Kepala Disnaker Mimika Ronny S Marjen mengatakan jajarannya sejak awal membuka posko pengaduan dari para pekerja yang mengalami dampak langsung akibat adanya pandemi Covid-19.

Pembukaan posko pengaduan itu menindaklanjuti instruksi yang dikeluarkan oleh Kemanaker. "Ini baru yang bekerja di sektor formal, yaitu perusahaan-perusahaan yang selama ini memang sudah tercatat secara resmi di Disnaker Kabupaten Mimika. Kami belum mengetahui secara detail berapa banyak pekerja di sektor informal dan nonformal yang juga mengalami nasib serupa. Yang jelas jumlah karyawan terdampak Covid-19 ini bervariasi, ada yang banyak, ada pula yang hanya beberapa orang saja," kata Ronny.

Ia mengakui wabah pandemi Covid-19 sangat memukul sektor perekonomian di Indonesia, termasuk di Kabupaten Mimika, sehingga berdampak luas bagi kelangsungan usaha banyak perusahaan.

Disnker Mimika meminta perusahaan yang melakukan kebijakan pengurangan pekerja agar mematuhi Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.

Dalam surat edaran Menaker tersebut diatur langkah-langkah permusyawaratan atau pembicaraan bersama antara pihak perusahaan dengan perwakilan pekerja dalam mengambil keputusan soal PHK atau merumahkan pekerja.

"Perlu ada itikad baik, transparansi dan keterbukaan dalam menyampaikan laporan keuangan perusahaan sehingga seluruh kebijakan yang diambil terkait pekerja wajib dibicarakan terlebih dahulu dengan perwakilan pekerja. Kami tidak ingin dalam situasi ini pihak perusahaan mengambil inisiatif yang tidak perlu. Jangan pula melakukan PHK orang secara terselubung. Segala macam paket kebijakan terkait perlindungan pekerja wajib dibicarakan dan disepakati bersama secara tertulis," kata Ronny.

Menurut dia, sebagian besar perusahaan yang mengambil kebijakan efisiensi pekerja di Mimika, terutama perusahaan-perusahaan subkontraktor PT Freeport Indonesia. Perusahaan-perusahaan itu diketahui terpaksa mengambil kebijakan efisiensi pekerjanya lantaran kontrak pekerjaan dengan PT Freeport Indonesia sebagai suplier ditunda atau tidak dilanjutkan.

"Tadinya proyek-proyek pekerjaan itu disiapkan oleh PT Freeport untuk perusahaan-perusahaan subkontraktor. Dalam perjalanan setelah ada wabah Covid-19 ini, pekerjaan itu terpaksa dipending. Hal itulah yang menyebabkan perusahaan subkontraktor terpaksa memutus kontrak pekerja karena kelangsungan kontrak kerja mereka bergantung pada ada tidaknya proyek pekerjaan yang diberikan oleh PT Freeport," ujarnya.

Situasi serupa juga dialami oleh sejumlah perhotelan di Kota Timika yang terpaksa melakukan langkah efisiensi kepada pekerjanya. Salah satu di antaranya Hotel Ultima Horison Timika. Hotel tersebut mempekerjakan pekerja dengan tiga jenis kategori, yaitu pekerja harian lepas, karyawan berstatus kontrak dan karyawan tetap.

Beberapa hotel lain di Timika menerapkan kebijakan mengurangi jam kerja karyawannya sehingga upah yang diterima karyawan masih tetap ada, meski tidak sebanyak sebelum terjadi wabah Covid-19.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement