Senin 25 May 2020 19:32 WIB

Anak Nakal, Mungkin Ini Penyebabnya

Orang tua lebih baik menanggapinya secara proaktif.

Anak nakal/ilustrasi
Foto: sodahead.com
Anak nakal/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Benarkah anak gelisah pertanda ia nakal? Atau saat disuruh tenang ia melawan merupakan dia pembangkang? Para pakar perkembangan anak mencemaskan pelabelan anak nakal sering kali salah alamat. Alih-alih membuat anak berkembang baik, ia malah jadi anak yang tertekan dan tak jarang jadi nakal betulan.

Erin Leyba LCSW PhD membedah apa saja yang membuat orang tua tega menjatuhkan label anak nakal pada buah hati mereka. Dalam bukunya, Joy Fixes for Weary Parents, ia menulis hal-hal yang harus dipahami para orang tua tentang perilaku anak.

Erin menyebut sejumlah hal tentang perila ku anak yang membuat mereka bertingkah 'nakal'. Ia mengungkap, sering kali ayah bunda melihat perilaku anak itu membangkang padahal sebenarnya merupakan reaksi terhadap kondisi lingkungan, fase perkem bangan, atau tindakan orang tua.

Karena itu, ia berpendapat menanggapi perilaku seperti itu orang tua lebih baik menanggapinya secara proaktif. Lebih baik menanggapinya dengan lebih banyak kasih sayang. Berikut sejumlah hal yang penting menjadi perhatian.

 

1. Impuls tak terkendali 

Pernahkah Anda mengatakan, ''Jangan lempar itu!'' Lalu, si kecil justru melempar ben da itu. Riset menunjukkan bahwa wilayah otak melibatkan pengendalian diri pada saat manusia lahir belumlah matang. Dalam perjalanan usianya, perkembangan otak itu belum sepenuhnya matang sampai akhir masa remaja.

Kondisi tersebut menjelaskan mengapa perkembangan pengendalian diri merupakan proses yang panjang dan lambat. Survei terbaru mengungkapkan bahwa banyak orang tua berpendapat anak-anak bisa melakukan hal-hal pada usia dini ketimbang yang sebenarnya diketahui para ahli perkembangan anak.

Misalnya, 56 persen orang tua merasa anak-anak di bawah usia tiga tahun bisa menahan keinginan untuk melakukan sesuatu yang dilarang. Padahal, sebagian besar anak tak menguasai keterampilan ini sampai ia ber usia tiga setengah tahun.

Dengan mengingatkan pada diri sendiri bahwa anak-anak tak selalu bisa mengatur dorongannya (karena otak mereka belum berkembang sempurna) bisa mengingatkan kita, para orang tua, untuk bereaksi lebih lembut pada mereka.

 

2. Overstimulasi 

Kita membawa anak ke supermarket, ke taman, dan kakaknya juga ingin bermain di suatu pagi yang sama. Tanpa butuh waktu lama suasana langsung berubah menjadi krisis, si kecil menjadi hiperaktif atau susah diatur. Jadwal padat, overstimulasi, dan lelah menjadi ciri kehidupan keluarga modern. 

Kim John Payne, penulis Simplicity Parenting, berpendapat bahwa anak-anak mengalami reaksi stres yang berlebihan, dari terlalu banyak mengikuti program pengayaan, aktivitas, pilihan, dan mainan. Ia menyebut anak-anak memerlukan amat banyak down time(waktu tidak aktif) untuk menyeimbangkan up time(waktu aktif) mereka.

Ketika kita menyediakan banyak waktu tenang, waktu bermain, dan waktu beristirahat, perilaku anak sering kali membaik secara dramatis.

 

3. Kondisi fisik

Pernah mengalami marah karena lapar atau kehilangan kesabaran karena kurang tidur? Anak-anak kecil dipengaruhi sepuluh kali lipat oleh kondisi letih, lapar haus, terlalu banyak makanan bergula, atau sakit.

Kemampuan anak mengelola emosi dan perilaku itu langsung sirna ketika mereka lelah. Banyak orang tua juga memperhatikan perubahan tajam pada perilaku anak satu jam sebelum makan, bila mereka bangun tengah malam, begitu juga ketika mereka sakit. Anak-anak tak selalu bisa mengungkapkan atau membantu diri sendiri untuk mencari makanan, minum obat, air minum, atau beristirahat seperti orang dewasa.

 

4. Ekspresi perasaan 

Sebagai orang dewasa, kita sering diajari untuk menaklukkan dan menyembunyikan emosi besar kita. Kita juga sering kali menggantinya dengan kegiatan positif atau mengalihkan emosi pada hal lain. Anak-anak belum bisa melakukan itu.

 

5. Reaksi terhadap suasana hati ayah bunda 

Banyak riset tentang penularan emosi menemukan bahwa hanya membutuhkan sekian milidetik untuk emosi--seperti antusiasme dan kegembiraan seperti juga kesedihan, takut, dan amarah--bisa menular dari orang satu ke yang lain. Dan, ini sering terjadi tanpa disadari.

Anak-anak mengambil suasana hati orang tuanya. Bila kita sedang stres, terganggu, sedih, anak pun akan meniru suasana hati ini. Ketika kita tenang dan terkendali, anak pun akan demikian.

 

6. Respons terhadap ketidakkonsistenan 

Pada saat jalan-jalan, Anda membelikan anak permen. Di lain waktu, Anda biang, ''Jangan, nanti kamu nggakmau makan. '' Si kecil pun berteriak dan merengek. Suatu malam Anda membacakannya lima buah buku, lain waktu Anda cuma punya waktu membacakan satu, dan mereka minta dibacakan lagi. Ketika ayah bunda tidak konsisten dengan batasan, wajar saja mem buat anak-anak menjadi frustrasi.

Keadaan ini mengundang rengekan, tangisan, dan teriakan marah. Seperti orang dewasa, anak-anak ingin tahu apa yang bisa diharapkan.

 

sumber : psychology today
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement