Jumat 22 May 2020 10:07 WIB

AS Keluar dari Perjanjian Open Skies Treaty

Open Skies Treaty menjadi perjanjian keamanan global ketiga yang ditinggalkan AS.

AS Keluar dari Perjanjian Open Skies Treaty. Tampak Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu 2019. (ilustrasi)
Foto: Susan Walsh/AP
AS Keluar dari Perjanjian Open Skies Treaty. Tampak Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu 2019. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) menyatakan mundur Open Skies Treaty, Kamis (21/5) dan menuding Rusia sebagai pemantiknya. Ini menjadi perjanjian keamanan global ketiga yang ditinggalkan AS.

"Rusia tidak berpegang pada kesepakatan. Jadi sebelum mereka bisa berpegang teguh, kami keluar. Namun, masih ada kesempatan amat bagus bahwa kita bisa membuat kesepakatan baru atau melakukan hal lain yang bisa memberlakukan kembali kesepakatan itu," kata Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih, Kamis (21/5). 

"Jadi yang akan terjadi adalah kami akan keluar lalu mereka (Rusia) yang akan datang dan meminta kita menyusun kesepakatan," katanya. 

Laman Defense One menuliskan, Open Skies Treaty menjadi kesepakatan besar ketiga yang ditinggalkan AS. Dua kesepakatan lainnya yang dijuga ditinggalkan AS adalah kesepakatan perlucutan senjata AS dan Rusia atau Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) serta kesepakatan nuklir Iran, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Open Skies Treaty ditandatangani pada 1992 dan memungkinkan 34 penandatangan --termasuk AS dan Rusia -- membangun rasa saling percaya dalam melakukan penerbangan intai di wilayah mereka satu sama lain. Biasanya, penerbangan intai dilakukan untuk mengambil data tentang aktivitas militer dan memastikan bahwa tak ada pihak yang merencakan serangan besar satu sama lain.

Namun, AS sudah lama mengelihkan bahwa Rusia gagal memenuhi komitmennya sesuai perjanjian. Rusia melarang penerbangan intai di sejumlah wilayah strategis dan latihan militer. Menurut AS, Rusia justru menggunakan pesawat intai untuk mengumpulkan data sensitif tentang infratsruktur Amerika untuk merencanakan serangan potensial. 

"AS tidak tetap bertahan dalam kesepakatan pengendalian senjata yang dilanggat oleh pihak lain, yang dengan secara aktif dimanfaatkan bukan untuk mendukung namun untuk merusak keamanan dan perdamaian internasional," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam pernyataan tertulis, Kamis (21/5), yang dikutip Defense One.

Penarikan mundur ini akan efektif dalam jangka waktu enam bulan. Rusia akan mendapat pemberitahuan resmi pada Jumat (22/5). 

Pompeo mengungkapkan soal batasan-batasan penerbangan yang diberlakukan Rusia. Ia juga menyebut Rusia memanfaat kesepakatan Open Skies Treaty sebagai alat untuk memfasilitasi pemaksaan militer. Namun, tenggang waktu enam bulan menunjukkan AS bisa saja mempertimbangkan kembali keputusannya. 

Pompeo menyebutkan, jika saja bukan karena sekutu AS di Eropa, tentu AS sudah meninggalkan Open Skies Treaty sejak lama.  Penarikan diri AS ini diperkirakan bakal membuat para sekutu di Eropa termasuk Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) gamang. Alasannya, mereka menggunakan Open Skies Treaty untuk melakukan pengintaian di wilayah Eropa timur yang rentan. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement