Jumat 22 May 2020 09:08 WIB

PKB Nilai Reformasi Belum Maksimal Ubah Nasib Rakyat

Reformasi Indonesia yang telah berjalan 22 tahun belum mampu optimalkan semua potensi

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dalam webminar bertajuk 22 Tahun Reformasi : Penguatan Gerakan Sosial-Ekonomi Rakyat, Kamis malam (21/5).
Foto: Istimewa
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dalam webminar bertajuk 22 Tahun Reformasi : Penguatan Gerakan Sosial-Ekonomi Rakyat, Kamis malam (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perjalanan 22 tahun Reformasi Indonesia dinilai belum memberikan kontribusi maksimal bagi perubahan nasib rakyat Indonesia. Gerakan Reformasi relatif hanya terasa di bidang politik di mana kesempatan semua elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik lebih terbuka. 

“Reformasi Indonesia yang telah berjalan 22 tahun belum mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh masyarakat baik di bidang agrikultur, agroindustri, religi, hingga sosial-ekonomi,” ujar Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dalam webminar bertajuk 22 Tahun Reformasi : Penguatan Gerakan Sosial-Ekonomi Rakyat, Kamis malam (21/5). 

Webminar ini diikuti sejumlah eksponen 1998 dan sejumlah akademisi. Di antaranya Prof Muradi dari Universitas Padjajaran, Prof Dr Karim Suryadi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Agustiana (Pejuang Reformasi), Abah Suhendy (Eksponen 1998), dan juga Syaiful Huda (Eksponen 98) Selaku tuan rumah yang juga narasumber yang hadir secara langsung di Kantor DPW PKB Jawa Barat. 

Gus Ami-sapaan akrab Muhaimin Iskandar- menjelaskan dari sisi keterbukaan politik Indonesia telah mengalami banyak perubahan dibandingkan di saat Orde Baru. Saat ini, hampir semua masyarakat bisa menyuarakan aspirasi dan sikap politik mereka secara lebih bebas. 

Namun, menurut Gus Ami, Gerakan Reformasi belum mampu memberikan perubahan signifikan terhadap perbaikan taraf hidup masyarakat. “Belum adanya perubahan mendasar di bidang sosial-ekonomi selama 22 tahun perjalanan reformasi karena ketidakmampuan kita dalam menghadapi dominasi pasar di mana kita sejauh ini masih sebatas konsumen atas berbagai produk negara lain,” paparnya.

Gus Ami menilai, ketidakmampuan Indonesia dalam menghadapi dominasi pasar ini bisa dilihat dari ketidakmampuan bangsa ini dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Hampir semua produk strategis mulai dari beras, minyak, garam, hingga bawang masih impor.  

Kondisi ini terjadi, kata dia, karena belum munculnya kebijakan mendasar yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Wakil Ketua DPR RI ini berharap, ke depan ada perubahan paradigma pembangunan di Indonesia.

Apalagi penyebaran wabah corona (Covid-19) selama hampir tiga bulan terakhir menyadarkan jika Indonesia memiliki banyak sekali kekurangan seperti lemahnya sistem Kesehatan, keterbatasan anggaran, keterbatasan tenaga medis, rendahnya disiplin warga,  hingga ancaman kerawanan pangan. 

Menurutnya, sudah saatnya paradigma pembangunan Indonesia berbasis agraria dan sumber daya alam. Gus Ami memandang, reformulasi, reinstalasi, dan reorientasi pembangunan merupakan suatu keharusan. Karena faktanya dengan wabah Covid-19 ini kita jadi tahu jika dokter terbatas, sarana Kesehatan tak memadai dan serba impor, pangan rawan, disiplin warga rendah, serta anggaran negara juga terbatas. Di sisi lain kerusakan alam juga terus berlanjut.

Kendati demikian, kata Gus Ami, kondisi ini bukan sepenuhnya salah dari pemerintah. Ketidakberdayaan negara terhadap pasar dan berbagai kelemahan negara ini merupakan tanggung jawab bersama semua elemen bangsa termasuk pejabat, politisi, akademisi, aktivis sosial, hingga masyarakat sipil. 

“Momentum peringatan Reformasi ini harusnya menjadi sarana evaluasi apakah memang tujuan kita melakukan perubahan benar-benar telah membawa Indonesia ke arah lebih baik atau malah sebaliknya,” katanya. 

Sementara menurut Ketua DPW PKB Jabar Syaiful Huda, saat ini Indonesia berada di persimpangan orientasi pembangunan sebagai negara dan bangsa. Di satu sisi Indonesia saat ini membutuhkan penguatan negara, di sisi lain ada arus kuat yang menghendaki penihilan peran negara dan menyerahkan begitu saja urusan negara dan rakyat kepada kedaulatan pasar.  

Ketua Komisi X DPR ini mengatakan, penguatan peran rakyat baik di bidang politik, sosial, maupun ekonomi membutuhkan pengorganisasian hingga level akar rumput. Di sini dibutuhkan peran kelompok menengah seperti akademisi, masyarakat sipil, hingga aktivis partai politik untuk berperan aktif dalam upaya penguatan peran rakyat di semua bidang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement