Ahad 24 May 2020 08:05 WIB

Walhi: Orang tak Bisa Hidup Egois pada Normal Baru

Selama pandemi, solidaritas rakyat sangat besar yang juga membuat pemerintah kaget.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati mengatakan pandemi Covid-19 semakin memunculkan solidaritas besar. Karena itu, ia optimistis orang tidak bisa lagi hidup secara individualistis dan egois pada masa normal baru.

“Covid-19 menunjukkan bahwa kita bangsa yang rentan. Kita tidak tahu sampai kapan dapat bertahan, tidak tahu kecukupan bahan dasar kita sampai sejauh apa, dan harusnya itu bisa diubah,” kata Nur Hidayati dalam diskusi Membangun Kembali Indonesia Pascapandemi di Jakarta, awal pekan ini.

Baca Juga

Kendati demikian, ia mengatakan di masa pandemi justru terlihat solidaritas rakyat yang sangat besar yang sebenarnya juga membuat pemerintah kaget. “Sebenarnya itu sudah lama ada, karena bencana hidrologis setiap tahun juga sudah jutaan dari mereka mengungsi”.

Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu melihat solidaritas yang kembali muncul tersebut sebagai modal sosial yang harus dikembalikan semangatnya dan didukung sepenuhnya. Sehingga, masyarakat tidak bisa lagi hidup individualistis yang disebabkan sistem ekonomi yang dianut saat ini.

Pada masa normal baru nanti, ia mengatakan, konsep Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia masih memakai tolok ukur pertumbuhan ekonomi, dan hal itu yang perlu diubah. “Tapi memang di tingkat masyarakat sudah melakukan 'sustainable development' yang harusnya di tataran negara, mereka tukar hasil panen yang bersifat solidaritas,” ujar dia.

Nur Hidayati mengatakan apa yang ingin dikembangkan adalah bibit solidaritas tersebut ada saat menghadapi krisis, dan tidak peduli lagi dengan apa yang dilakukan pemerintah. “Saya pikir kita harus juga punya imajinasi leluasa, membayangkan masa depan kita ini seperti apa.

Jika memang tidak kompatibel, menurut dia, maka negara harus mencari titik temunya melalui dialog dan delibratif.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement