Kamis 21 May 2020 07:16 WIB

Beda Manhaj dan Mazhab Menurut UAH

Manhaj berfungsi sebagai metodologi dalam memahami ajaran agama

Ustaz Adi Hidayat
Foto: Youtube
Ustaz Adi Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, Manhaj dan mazhab merupakan dua kata berbeda yang mungkin sudah akrab didengar oleh sebagian kalangan umat Islam. Kedua kata itu sering kali muncul dalam ber bagai pembahasan keagamaan, baik di majelis-majelis ilmu mau pun di dalam banyak literatur.

Pertanyaannya, apa sesungguhnya makna dari masing-masing istilah tersebut? Hal itulah yang berusaha dijelaskan oleh Ustaz Adi Hidayat dalam kajian Islam beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan tersebut, dai lulusan Islamic Call College Tripoli, Libya, itu menuturkan bah wa Allah SWT telah menurunkan Alquran sebagai pedoman hidup bagi manusia. Hal itu se perti disebutkan Allah dalam salah satu firman-Nya yang berbunyi, "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu, juga pembeda (antara yang benar dan yang batil)," (QS al- Baqarah [2]: 185).

Karena itu, kata Ustaz Adi, sebagai Muslim kita tidak sekadar dituntut untuk pandai membaca Alquran, tapi juga harus mampu memahami dan mengamalkan semua ajaran yang terkandung di dalam kitab suci tersebut. Tak hanya itu, kita  diperintahkan untuk senantiasa mengikuti sunah Rasulullah SAW agar tidak tersesat dalam menjalankan kehidupan di dunia.

"Untuk menelusuri kedua tuntunan (Alquran dan Assunah) yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya itulah, diperlukan satu jalan yang disebut dengan manhaj. Sementara, proses penelusuran menuju manhaj dikenal dengan istilah sanad," ujar Ustaz Adi.

Dia mengatakan, manhaj menjadi sangat penting dalam kajian keislaman karena tidak ada satu pun umat yang hidup pada masa sekarang ini yang bisa berjumpa langsung dengan Ra sulullah SAW untuk belajar tentang Islam. Karena itulah, manhaj berfungsi sebagai metodologi dalam memahami ajaran agama yang ditinggalkan Nabi SAW kepada umatnya.

Agar seorang Muslim memperoleh manhaj yang tepat dalam beragama, kata Ustaz Adi, diperlukan proses penelusuran (sanad) ilmu-ilmu Islam dengan alur ri wa yat yang benar. Mulai ulama generasi sekarang, para ulama terdahulu, para tabiut tabiin, pa ra tabiin, para sahabat, hingga akhirnya tersambung kepada Ra sulullah SAW. Dengan begitu, manhaj yang tepat akan mengantarkan seorang Muslim kepada tuntunan yang benar tentang ibadah, muamalah, dan akhlak. "Jika seseorang belajar agama tidak didasari dengan manhaj yang tepat, maka praktik beragamanya pun akan keliru," kata dia.

Ustaz Adi menjelaskan, man haj yang mengacu kepada Al'qur an dan sunah pada dasarnya dibagi menjadi dua macam. Yang pertama adalah manhaj yang hanya terdiri dari satu dalil dan satu cara amalan. Sebagai contoh di sini adalah dalil tentang ber sedekap dalam shalat seperti yang diriwayatkan Wail bin Hujr RA, "Aku melihat Nabi SAW berdiri dalam shalat, beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya." (HR Nasai No 886).

Selanjutnya, ada pula manhaj yang terdiri dari beberapa dalil dan beragam cara amalan. Manhaj yang seperti ini salah satunya bisa dicontohkan dengan tuntunan tentang mengucapkan basmalah sebelum membaca al-Fatihah dalam shalat. Menurut satu penelitian, kata Adi, ada 70 hadis yang membahas masalah ini. "Berdasarkan hasil telaah terhadap keseluruhan hadis tersebut, ternyata ada empat cara Nabi SAW mengamalkan basmalah dalam shalat, yakni menjaharkan bacaannya, memelankan bacaannya, membacanya pada rakaat pertama saja, bahkan tidak membaca basmalah sama sekali," ujarnya.

Adanya keragaman dalil dan cara di dalam manhaj kemudian melahirkan mazhab dalam Islam. Adi menjelaskan, kata mazhab sendiri berasal dari kalimat bahasa Arab maa dzahaba ilaihi. Istilah itu diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk memilih salah satu dari beragam tata cara yang terdapat pada sua tu praktik ibadah. Pilihan tersebut tentunya diambil berdasar kan pada dalil-dalil syar'i yang kuat dari Alquran dan hadis.

Sebagai contoh, Imam Syafi'i cenderung memilih untuk menjaharkan bacaan basmalah dalam shalat. Sementara, Imam Ahmad bin Hanbal lebih memilih untuk melunakkan bacaan basmalahnya ketika shalat. Pilihan yang berbeda tersebut mereka ambil bukan berdasarkan pendapat pri badi masing-masing. Melainkan berdasarkan pada dalil-dalil syar'i yang mereka pahami.

"Jadi, mazhab itu bukan karya pemikiran seseorang. Bukan juga semacam aliran ataupun golongan. Tetapi lebih tepatnya disebut pilihan yang diambil oleh seorang ulama dalam menyikapi suatu permasalahan, berdasarkan da lil yang ia pahami. Selama maz hab masih sesuai dengan man haj, itulah yang harus diikuti oleh kaum Muslim," ujarnya men jelaskan.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement