Rabu 20 May 2020 19:34 WIB

Kendalikan Dulu Penyebaran Covid-19, Baru Relaksasi PSBB

Pemerintah menegaskan, hingga kini belum merelaksasi PSBB.

Warga melintas di bawah spanduk yang menyarankan orang untuk tetap di rumah selama pandemi Covid-19 di Aceh Besar, Aceh. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Warga melintas di bawah spanduk yang menyarankan orang untuk tetap di rumah selama pandemi Covid-19 di Aceh Besar, Aceh. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri, Mimi Kartika

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan pemerintah hingga saat ini belum melakukan relaksasi atau pelonggaran terhadap pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurutnya, relaksasi PSBB baru akan dilakukan jika penyebaran kasus Covid-19 telah terkendali.

Baca Juga

"Nantinya akan dilaksanakan apabila kondisi pengendalian penyakitnya sudah memungkinkan untuk dilakukan relaksasi atau dilakukan upaya untuk mengendorkan pembatasan-pembatasan di PSBB," ujar Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (20/5).

Karena itu, pemerintah hingga saat ini masih tetap berpegang teguh pada protokol kesehatan dan pelaksanaan PSBB. Ia mengatakan, semua orang harus tetap fokus melaksanakan hal tersebut dan ditunjang dengan melakukan pemeriksaan yang masif.

"Komitmen pemerintah tetap melakukan ini, indikator keberhasilan kita adalah seberapa banyak kita bisa mengendalikan pertambahan kasus baru yang nantinya juga akan mampu mengendalikan kasus kematian," katanya.

Ia menjelaskan, pemerintah juga terus melakukan kajian secara komprehensif kasus Covid-19. Sebab, masalah yang dihadapi setiap daerah dalam penanganan Covid-19 tidak sama.

"Karena itu dibutuhkan kajian data yang komprehensif oleh semua pihak dan ini yang sekarang sedang disusun oleh pemerintah, mohon untuk tidak dimaknai bahwa sekarang sudah diberlakukan relaksasi," ujar Yurianto.

Sebab, pemerintah menyadari betul jika kebijakan relaksasi dikeluarkan secara tidak terukur maka akan menimbulkan banyak penularan baru. Karena itu, ia meminta masyarakat tidak kemudian merasa sudah bisa mengabaikan protokol kesehatan.

Ia menegaskan, selama vaksin dan obat belum ditemukan, maka masyarakat wajib membiasakan gaya hidup baru mulai dengan rajin mencuci tangan, menggunakan masker saat keluar rumah, menjaga jarak dan juga menghindari atau tidak membuat kerumunan.

"Akibat ada perasaan merasa sudah tidak perlu pakai masker,  merasa sudah tidak perlu lagi menjaga jarak merasa tidak perlu lagi untuk menghindari kerumunan, kalau ini yang dilakukan maka penularan akan semakin banyak, kasus positif yang kita dapatkan akan semakin banyak dan ini akan semakin menyulitkan kita," ujarnya.

Pada hari ini, terdapat penambahan siginifikan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 693 orang dalam waktu 24 jam. Sehingga, sampai Rabu (20/5) pukul 12.00 WIB, ada total 19.189 kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia.

Sedangkan, pasien sembuh juga bertambah sebanyak 108 orang, sehingga total keseluruhan pasien yang sembuh dari Covid-19 sebanyak 4.575 orang. Sementara, jumlah meninggal masih yakni 21 orang sehingga jumlah pasien meninggal karena Covid-19 sebanyak 1.242 orang.

Yurianto mengatakan, data ini didapat setelah dilakukan pemeriksaan 211.883 spesimen dari 154.139 orang.

"Dari jumlah spesimen yang diperiksa sebanyak itu maka konfirmasi kasus Covid-19 yang kita dapatkan pada hari ini meningkat 693 orang dari pencatatan laboratorium hari ini sehingga totalnya menjadi 19.189 orang, kasus sembuh meningkat 108 orang, dan kasus meninggal tambah 21 orang," ujar Yurianto.

Yurianto mengungkap jumlah kabupaten/kota yang melaporkan kasus positif Covid-19 juga bertambah satu daerah lagi sehingga total 391 kabupaten/kota di seluruh provinsi telah memiliki kasus Covid-19.

Sementara, update terbaru orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan, adalah yang hingga kini masih dipantau atau sedang dalam perawatan. Jumlahnya per hari ini adalah ODP 44.703 orang atau berkurang dari sehari sebelumnya 45.300 orang.

Sedangkan pasien dalam pengawasan (PDP) 11.705, atau meningkat dari sehari sebelumnya 11.891 orang. Saat ini, pasien PDP masih terus menunggu hasil pemeriksaan guna memastikan positif atau negatif virus Covid-19.

Menurut Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, PSBB tak akan dicabut jika masyarakat belum patuh terhadap aturan yang ada. Ia menekankan, kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang ada sangatlah penting untuk menekan angka kasus positif baru.

Doni menilai masyarakat masih kurang peduli dengan risiko penularan covid. Hal ini ditunjukan banyaknya masyarakat yang justru kembali beraktivitas di tempat keramaian. Doni menyampaikan, selama dua pekan terakhir menjelang lebaran ini merupakan waktu krusial untuk memutus rantai penularan.

“Ini adalah waktu yang krusial buat kita menjelang lebaran dan akhir lebaran. Adalah saat-saat kritis. Kalau kita ingin segera memutus rantai penularan, kalau kita ingin segera ke kehidupan new normal, maka dua minggu terakhir adalah waktu terbaik,” ucapnya.

Sementara, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai, wacana kebijakan relaksasi PSBB perlu didasarkan pada data kesehatan kasus Covid-19. Anies mengatakan, kebijakan yang diambil nanti harus berpedoman apakah kasus positif Covid-19 bertambah atau tidak.

Kemudian, R0 atau the basic reproduction number atau singkatnya jumlah ekspektasi dari kasus kedua yang dihasilkan dari satu penderita yang mempunyai kemampuan menularkan penyakit. Anies menyebutkan, data R0 di DKI Jakarta pada Maret angkanya 4, artinya satu orang berpotensi menulari empat orang.

Sementara, saat ini angka R0 masih bergerak menjadi sekitar 1,1 artinya satu orang berpotensi menulari satu orang. Anies meminta, pengambil kebijakan harus merujuk pada temuan-temuan seperti ini.

"Bukan rasanya kayak sudah cukup ya, kayaknya sudah pas dibuka ya, rasanya kita bisa longgarin, bukan pertimbangan-pertimbangan seprti itu," tutur Anies.

Ia mengajak akademisi, maupun peneliti dan ahli sains menunjukkan kemampuan. Menurut Anies, ini saatnya pengambilan keputusan berdasarkan pada pertimbangan sains.

"Jangan dua minggu, tiga minggu kemudian gamang waduh ini kelihatannya kelamaan, bukan kelamaan, lihat data kesehatan, apakah pengendalian sudah terjadi kalau sudah terjadi baru kita mulai fase transisi, kalau belum terjadi tuntaskan," kata Anies.

photo
Risiko kematian anak saat pandemi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement