Senin 18 May 2020 14:46 WIB

Nasib China di Dewan Kesehatan Dunia

Indonesia ikut menyeponsori draf Covid-19 di Dewan Kesehatan Dunia

Rep: Fitriyan Zamzami/Fergi Nadira/ Red: Fitriyan Zamzami
Presiden China Xi Jinping mengunjungi pekerja di  Ningbo-Zhoushan.
Foto: Xinhua
Presiden China Xi Jinping mengunjungi pekerja di Ningbo-Zhoushan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari seratus negara termasuk Indonesia mengajukan draf penanganan Covid-19 dalam rapat Dewan Kesehatan Dunia ke-73 yang diikuti anggota-anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO).  Salah satu isi dari draf yang akan disampaikan Senin (18/5) itu, menuntut “evaluasi imparsial dan independen” terhadap penanganan virus tersebut dan “upaya mengidentifikasi” asal penularannya.

Dewan Kesehatan Dunia akan dilaksanakan dua hari sejak Senin (18/5) ini. Sehubungan pandemi, helatan itu akan dilakukan secara virtual. Rapat tahun ini disebut akan menempatkan China dalam sorotan.

Sejumlah negara sebelumnya menuding China menutup-nutupi fase awal merebaknya Covid-19 di Wuhan. Hal itu menyebabkan virus tak lekas tertangani dan menyebar ke seantero dunia. Saat ini Covid-19 telah tersebar di 215 negara, menulari 4,8 juta orang dan merenggut 316 ribu korban jiwa. China juga disoroti terkait upaya menghalangi Taiwan sebagai peninjau.

Dalam draf awal yang telah secara resmi dimuat di situs WHO tersebut, total negara-negara pemohon terdiri dari 122 negara. Seluruh anggota negara-negara Grup Afrika dan anggota Uni Eropa ikut serta. Sedangkan dari Asia, di antara pemohon adalah India, Bangladesh, Indonesia, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi.

Sebagian besar negara-negara Amerika Selatan juga ikut mengajukan draf. Demikian juga Rusia, Turki, Britania Raya, Irlandia Utara,  Australia, Selandia Baru, dan sejumlah negara lainnya. Amerika Serikat yang presidennya paling lantang menuding China justru tak masuk dalam pemohon draf.

 
Di rancangan resolusi yang Indonesia menjadi co-sponsor tidak ada kata inquiry atau investigasi yang ada evaluation dengan menggunakan existing mechanism.
TEUKU FAIZASYAH, Juru Bicara Kemenlu RI
 

Nama negara China memang tak disebut secara langsung dalam draf rapat WHO tersebut. Tak ada juga kata-kata “investigasi” maupun "penyelidikan" dalam draf tersebut. Dalam poin permintaan terhadap Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom, negara-negara pemohon meminta WHO bekerja sama dengan berbagai pihak untuk “mengidentifikasi asal zoonotik dari virus dan rute penularannya pada populasi manusia dan kemungkinan adanya peran inang perantara, termasuk melalui upaya-upaya saintifik dan misi lapangan kolaboratif,” tertulis dalam poin OP9.6 draf tersebut.

Poin ini merujuk pada upaya untuk menguak asal penularan virus, termasuk kemungkinan kebocoran dari penelitian saintifik terkait merebaknya Covid-19. Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sebelumnya kerap menuding bahwa SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan gejala Covid-19, bocor dari penelitian di laboraturium di Wuhan, Hubei, daerah pertama terjadinya penularan Covid-19. Klaim itu berulang kali disanggah Beijing yang menekankan bahwa penularan Covid-19 terjadi secara natural dari pasar hewan di Wuhan.

Poin signifikan lainnya, OP9.10, meminta “proses evaluasi imparsial, independen, dan komprehensif, melalui mekanisme yang telah ada untuk meninjau pengalaman dan pelajaran dari respons Covid-19 internasional yang dikordinasikan WHO”. Upaya ini, tertulis dalam draf, dimaksudkan agar di masa datang bisa dilakukan pencegahan pandemi yang lebih optimal.

photo

Seorang pekerja mengenakan pakaian Hazmat di pasar ikan yang ditutup di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (23/1). - (STR/Reuters)

Investigasi independen terhadap asal virus dan penanganannya sebelumnya telah diwacanakan Australia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara-negara Uni Eropa terhadap Republik Rakyat China. Namun, wacana tersebut selalu mendapat sanggahan keras dari Beijing yang menilai upaya tersebut politis dan dimaksudkan untuk mengaburkan isu kesalahan negara-negara tertentu menangani Covid-19.

Diplomat Beijing, sebelumnya juga melayangkan wacana pemboikotan ekonomi terhadap Australia sehubungan permintaan investigasi tersebut. Para diplomat China juga kedapatan melayangkan tudingan tak berdasar terhadap negara-negara Eropa dan AS terkait penanganan Covid-19.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menilai draf di Dewan Kesehatan Dunia sudah komprehensif. Kendati demikian, kalangan oposisi di Australia memandang draf tersebut telah dilunakkan dengan tak menyebutkan negara China.

“Peninjauan yang imparsial, independen, dan komprehensif. Ini tiga faktor yang secara khusus kami inginkan,” kata Payne di Sidney seperti dikutip the Guardian.

Ia menyatakan, Australia telah membidik sejumlah mekanisme WHO termasuk badan pengawas independen, untuk menjalankan tugas tersebut. “Tapi hal itu akan ditentukan oleh Dewan Kesehatan Dunia,” kata Payne.

photo

Menlu Australia Marise Payne - (AP)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah mengakui Indonesia termasuk co-sponsor draf resolusi tersebut. Kendati demikian, ia menegaskan tak ada kata-kata investigasi maupun penyelidikan dalam draf itu. “Di rancangan resolusi yang Indonesia menjadi co-sponsor tidak ada kata inquiry atau investigasi yang ada evaluation dengan menggunakan existing mechanism,” kata dia kepada Republika, Senin (18/5). 

Ia kemudian merujuk pada redaksional poin OP9.10  dalam draf itu. “Ini para yang oleh media Australia yang disebutkan investigasi pada hal kata yg digunakan adalah evaluasi dengan menggunakan mekanisme yang sudah ada, jadi tidak membuat mekanisme baru,” kata Teuku.

Sedangkan Beijing bersikeras, mereka sudah melakukan yang sepatutnya terkait merebaknya Covid-19. “Sejak wabah terjadi, Vhina selalu mengedepankan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab. China juga telah mengambil langkah-langkah yang tegas dan tepat waktu,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang dalam pernyataan resminya.

Media-media China yang menjadi kepanjangan tangan negara dan Partai Komunis (PKC) juga secara tegas mengecam upaya-upaya menyudutkan China di Dewan Kesehatan Dunia. “Amerika Serikat dan negara-negara lain mencoba mempolitisasi isu kesehatan untuk kepentingan mereka sendiri. Menculik Dewan Kesehatan Dunia dan melukai kerja sama global,” tulis Xinhua. “Upaya apapun untuk menggunakan WHO sebagai alat geopolitik adalah tantangan nyata bagi hak umat manusia terhadap kesehatan,” tulis tajuk Harian Rakyat yang merupakan corong PKC. 

Ho-Fung Hung, profesor politik-ekonomi di Universitas John Hopkins menyatakan, penyangkalan pihak China itu menambah kecurigaan dunia. “Keengganan China mengizinkan investigasi internasional dan antusiasme mereka menciptakan teori konspirasi soal asal virus membuat dunia makin ingin tahu,” kata dia dilansir the Guardian.

Bagaimanapun, ia mengingatkan bahwa draf di Dewan Kesehatan Dunia juga didukung negara-negara seperti Rusia dan Indonesia yang selama ini dekat dengan China. “Beijing akan kesulitan menolak permintaan dalam draf tanpa mengambil resiko merusak citra internasional mereka”. n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement