Senin 18 May 2020 05:46 WIB

Mualaf Prancis Nicolas: Hati Bergetar Pertama Sentuh Alquran

Nicolas Keke Adjignon merasakan getaran hati menyentuh Alquran.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Nicolas Keke Adjignon mualaf berdarah Prancis merasakan getaran sentuh Alquran.
Foto: Dok Istimewa
Nicolas Keke Adjignon mualaf berdarah Prancis merasakan getaran sentuh Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, Sekilas, Nicolas Keke Adjignon (36 tahun) kelihatan tidak berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Namun, siapa sangka, pria yang akrab disapa Nico itu lahir dari orang tua berkewarganegaraan Prancis. Warna kulitnya yang agak kecokelatan berasal dari ayahnya yang masih keturunan campuran, Prancis dan Benin--sebuah negara di Afrika Barat.

Nico tumbuh besar di Paris. Sewaktu remaja, dia gemar menghabiskan waktu dengan bermain musik. Malahan, dia dan kawan-kawannya kemudian membentuk suatu kelompok musik beraliran black metal. Akhir pekannya kerap diisi dengan mengobrol bersama gengnya sambil menenggak minuman beralkohol dan merokok.

Baca Juga

Di balik kegemarannya berhura-hura, Nico muda ternyata menyimpan ketertarikan pada ajaran-ajaran spiritualitas. Padahal, dia saat itu belum memeluk agama apa pun. Orang tuanya cenderung tidak religius, tetapi mengajarkan anaknya tentang pentingnya toleransi.

Pada waktu itu Nico mulai senang membaca berbagai buku tentang agama-agama, termasuk Hindu, Buddha, dan Islam. Dia merasa penasaran dengan tiga agama itu yang terbilang minoritas di Benua Eropa.

"Sejak saya kecil, orang tua saya mengajarkan saya bahwa ada orang yang menyembah Allah, tetapi tidak menjelaskan lebih banyak tentang agama itu. Saya mulai tahu lebih banyak tentang Islam di sekolah setingkat SMP di sana, lewat mata pelajaran sejarah yang membahas negara-negara Islam dan sejarah khilafah," kata Nico, sebagaimana dikutip dari dokumentasi harian Republika.

Saat usianya menginjak 20 tahun, Nico mengenang, dirinya mulai merenungi sesungguhnya apa tujuan hidup manusia. Berbagai pertanyaan menggelayuti batinnya. Oleh karena itu, dia terpacu untuk lebih serius mempelajari berbagai agama. Sejak 2007, Nico melanjutkan, dirinya mulai berfokus pada Islam. Makin banyak buku-buku tentang Islam dibacanya.

Ada pengaruh dari sejumlah kawannya yang Muslim. Dia melihat, ajaran Islam membuat hidup mereka lebih terarah dan tenteram. Mereka pun tidak segan-segan meminjamkan berbagai bahan-bacaan untuk Nico agar lebih mendalami agama ini.

Enam bulan kemudian, Nico memantapkan pilihan. Dia mengungkapkan rencananya memeluk Islam kepada seorang kawannya yang sejak dua tahun lalu menjadi Muslim. Pada Januari 2008 Nico akhirnya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di hadapan seorang imam masjid di Paris.

Selepas prosesi itu, dia merasa seperti terlahir kembali. Ada kedamaian dan ketenangan batin yang luar biasa di dalam dada. Dia sangat meyakini Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Sejak remaja, Nico mengaku sangat memercayai adanya satu Tuhan. Kini, begitu menjadi seorang Muslim, hatinya seperti menemukan tempat berlabuh. "Rasa damai dan tenang yang tidak pernah saya alami sebelum mendapat hidayah," ujar dia.

photo
Mualaf Nicolas Kekek Adjignon menikah dengan perempuan Indonesia. - (Dok Istimewa)

Dia memilih Thoriq sebagai nama barunya sejak menjadi seorang Muslim. Bagaimanapun, nama Nico tetap melekat padanya, bahkan hingga saat ini dirinya bermukim di Indonesia. Secara bertahap, dia mulai mempelajari sekaligus praktik ibadah wajib sehari-hari.

Pada masa ini dia berjuang agar dapat melafalkan bacaan sholat dan menghafal al-Fatihah serta surah-surah pendek. Di Paris, dia bersyukur karena guru-guru agama Islam relatif mudah ditemui. Namun, di luar ibu kota Prancis itu keadaan tidak selalu sama. Saat bepergian ke luar kota, dia selalu membawa sejumlah buku agama, terutama tuntunan sholat dan doa-doa sebagai bahan bacaan.

Belajar Islam di Prancis bisa jadi sangat susah, terutama kalau Anda tinggal di luar Paris, kata Nico. Ibadah wajib harian mulai lancar dijalaninya. Nico kemudian kian bersemangat untuk mengkaji ilmu-ilmu agama. Pada fase ini, dia tersentuh dengan tasawuf. Menurut dia, berbagai konsep sufi menarik untuk dikaji, terutama tentang cinta kepada Allah SWT. Seiring waktu, Nico juga mencoba mengenal fikih empat mazhab dengan bimbingan guru.

Satu hal yang dia amat idamkan: membaca Alquran dengan tajwid dan tartil yang sempurna. Untuk itu, Nico mengaku masih berupaya menemukan guru yang bersedia mengajarinya ihwal tajwid.

"Saya tidak pernah lupa perasaan pertama kali ketika menyentuh dan membaca Alquran. Saat itu, hati seketika bergetar. Kagum sekaligus senang. Perasaan berbeda dan tidak pernah saya rasakan sebelumnya ketika membaca kitab suci agama lain," katanya.

Dalam hidup ini, seorang manusia hendaknya memiliki impian atau target yang hendak dicapai. Nico menginginkan dirinya kian teguh dalam iman dan Islam. Dia pun berharap keberadaannya dapat bermanfaat bagi sesama. Selain itu, dia selalu berupaya agar menjadi kepala keluarga yang amanah, mampu membimbing anak dan istri dalam jalan ketaatan kepada Allah SWT.

"Saya berharap untuk bisa lebih dekat sama Allah dan lebih berguna kepada manusia. Tentunya, saya juga berharap agar keluarga saya selalu dijadikan orang-orang saleh, di dalam sakinah dan rahmat Allah dan selalu dicukupkan. Harapan besar kepada umat Islam pada umumnya adalah agar kita benar-benar bisa menjadi contoh rahmatan lil `alamin seperti Nabi kita," ujar dia.

Nico bersyukur karena telah berjodoh dengan perempuan Indonesia yang salehah. Apalagi, hidupnya kini berada di tengah-tengah saudara seiman. "Memang, konflik kecil menjadi bumbu sehari-hari. Karena perbedaan budaya dan adat istiadat, sejauh ini tidak pernah menjadi masalah besar," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement