Jumat 15 May 2020 22:36 WIB

Bappelitbang Kota Bandung Sebut Pelonggaran PSBB Berisiko

Pelonggaran PSBB dapat memunculkan gelombang peningkatan kasus baru.

Sejumlah pengendara mengantre untuk menjalani test swab Covid-19 di Pos Pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Gerbang Tol Pasteur, Kota Bandung, Kamis (14/5). Test swab yang dilakukan di tujuh titik pos pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Bandung tersebut bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran covid-19 di kawasan tersebut
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Sejumlah pengendara mengantre untuk menjalani test swab Covid-19 di Pos Pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Gerbang Tol Pasteur, Kota Bandung, Kamis (14/5). Test swab yang dilakukan di tujuh titik pos pemeriksaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Kota Bandung tersebut bertujuan untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran covid-19 di kawasan tersebut

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kota Bandung menyebut pelonggaran atau relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang direncanakan oleh pemerintah dapat meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Kepala Bappelitbang Kota Bandung, Ahyani Raksanagara mengatakan selama PSBB Bandung Raya di Kota Bandung‎, terjadi pelambatan reproduksi Covid-19 dari yang asalnya berada di angka 1,14. Setelah dilakukan PSBB menurun menjadi 1,06. Maka dari itu, ia khawatir pelonggaran PSBB dapat memunculkan gelombang peningkatan baru.

"‎Kalau ini (PSBB) dilonggarkan, yang terdepan adalah pengawasan terhadap implementasi dari upaya pencegahan baik individu ataupun institusi, maka pengawasan akan lebih berat," kata Ahyani di Balai Kota Bandung, Jumat (15/5).

Baca Juga

Selain itu, menurutnya PSBB harus terus diperketat sebagai upaya pencegahan Covid-19. Pasalnya, vaksin Covid-19 saat ini belum ditemukan. Sehingga upaya pencegahan penyebaran sangat perlu dilakukan.

Lalu, kata dia, pelonggaran PSBB yang direncanakan harus sesuai dengan kriteria yang telah disampaikan oleh World Health Organization (WHO). Dari aspek epidimiologi, kata dia, WHO menyebut sebuah daerah diperbolehkan melakukan pelonggaran jika dalam 14 hari terakhir angka reproduksi Covid-19 berada di bawah satu, dan terus menurun.

Kemudian, menurutnya kemampuan sumber daya kesehatan pun harus memadai jika ada kenaikan kasus sebesar 20 persen. Sumber daya kesehatan itu meliputi fasilitas kesehatan, alat kesehatan, dan petugas kesehatan. "Sarana harus masih tersedia, nah itu baru orang bisa melonggarkan. Karena kalau tiba-tiba ada gelombang yang agak naik, masih bisa tertahan," katanya.

Selain itu, menurutnya, kemampuan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data (surveilans) secara sistemik harus dikelola dan dikendalikan secara optimal. Maka dari itu, ia mengatakan bahwa kebijakan di masa pandemi Covid-19 ini bukan hanya pilihan mengenai pengendalian kesehatan dan pengendalian ekonomi. Menurutnya semua aspek perlu dipertimbangkan secara matang.

"Kemampuan surveilans itu tadi, karena sudah ada dilakukan pelonggaran, orang-orang mulai keluar, maka pelacakan harus lebih aktif," kata dia.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement