Kajian Tarawih UNS, Ketua PBNU Tekankan Puasa dan Toleransi

Rep: Binti Sholikah / Red: Nashih Nashrullah

Jumat 15 May 2020 18:20 WIB

Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud menekankan makna toleransi puasa. Gerbang Kampus UNS Ketua PBNU KH Marsudi Syuhud menekankan makna toleransi puasa. Gerbang Kampus UNS

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Kajian Tarawih Online yang diadakan secara rutin oleh Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada Kamis (14/5) malam menghadirkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud.

 

Baca Juga

Mengangkat tema Hikmah Ramadan terhadap Sikap Toleransi dalam Berbangsa, Marsudi Syuhud membahas mengenai toleransi atau tasamuh dalam pandangan Islam. 

 

Kegiatan kajian dilaksanakan secara daring melalui channel youtube UNS dan aplikasi Zoom Meeting. Marsudi Syuhud menyampaikan makna toleransi sesungguhnya sangat luas.

Tidak sekadar toleransi antar umat beragama, antara Muslim dan non-Muslim, antarsuku, maupun antarbangsa. Melainkan toleransi juga mencakup antarsesama agama, toleransi pada keluarga, toleransi pada makhluk ciptaan-Nya.

 

"Kaitannya dengan puasa, dapat diartikan bahwa puasa itu al-imsak yakni menahan. Menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dan menjaga diri kita terhadap orang lain. Ketika menjaga diri, ada korelasi kuat dengan toleransi, contohnya memberi rasa aman, nyaman, bisa hidup berdampingan dengan orang lain, itulah sesungguhnya esensi dari toleransi," terang Marsudi seperti tertulis dalam siaran pers, Jumat (15/5).

 

Marsudi menambahkan, kehidupan dunia sejatinya memang harus dikontrol, salah satunya dengan berpuasa. Puasa juga tidak sekadar mengajarkan perubahan dari yang biasanya makan siang diubah menjadi saat mahgrib. 

 

Perubahan yang harus dirasakan dalam puasa terutama perubahan cara pikir dan cara pandang. Dia juga menjelaskan terdapat tiga derajat atau kategori dalam puasa, yakni puasa orang biasa, puasa orang khusus, dan puasanya hati serta pikiran.

 

"Puasanya orang biasa yaitu menjaga mulut dan perutnya dari melakukan syahwat. Kemudian puasa orang khusus yakni puasa menjaga lisan, tangan, telinga, dan seluruh anggota badan dari perbuatan dosa. Lalu puasa hati dan pikiran maksudnya puasa menjauhi larangan Allah baik yang dapat dilihat oleh pancaindera maupun yang tidak," terangnya.

 

Tasamuh merupakan cahaya dari Allah, jika sudah diaplikasikan, maka cahaya Allah sudah menancap di hati orang tersebut. Tasamuh merupakan obat dari perilaku-perilaku negatif, begitu pula ketika menghadapi masyarakat yang terus berubah. 

 

Biasanya, tradisi lebaran erat dengan mudik, ziarah kubur, sholat Idul Fitri, dilanjutkan dengan sungkeman. Namun mungkin hal tersebut tidak dapat dirasakan pada tahun ini.

 

 

"Coba bayangkan dengan adanya Covid-19 ini, kita berubah sangat dahsyat. Mudik sebaiknya ditunda karena jika mudik dapat membawa penyakit. Menjaga jiwa itu tujuan syariat yang paling utama. Maka yang dilarang sesungguhnya bukan mudiknya, bukan sholat Jumatnya, bukan sholat Idul Fitrinya, tetapi yang dilarang adalah berkumpul yang dapat mengakibatkan orang lain tertular penyakit,” jelas Ketua PBNU tersebut.

 

 

Marsudi menuturkan, ketika membiasakan diri dengan tasamuh, maka hidup akan nyaman. Tasamuh merupakan harta yang mahal, barang yang langka yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Dalam dunia pendidikan, hal yang paling utama adalah memiliki tasamuh.

 

 

"Begitu pula orang mempunyai ilmu agama yang tinggi, teknologi tinggi maka harus tasamuh karena segala ilmu itu berasal dari Allah. Ilmu apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan makhluk Allah. Jika makhluk Allah butuh makan maka hukumnya fardu kifayah dalam mempelajari varietas-varietas baru. Jika makhluk Allah membutuhkan teknologi, maka fardu kifayah mempelajari teknologi," papar Marsudi.

 

Kajian Tarawih daring tersebut turut dihadiri Rektor UNS, Jamal Wiwoho, Wakil Rektor, Senat, Pimpinan Fakultas serta civitas akademika UNS.