Sabtu 16 May 2020 17:14 WIB

Peran Koperasi Syariah Dalam Optimalisasi Wakaf Uang

Wakaf uang di Indonesia bisa dilakukan dengan menunjuk koperasi syariah sebagai nadzi

Kamaruddin Batubara
Foto: istimewa/doc pribadi
Kamaruddin Batubara

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kamaruddin Batubara, SE, ME*

Beberapa hari lalu, Sabtu, 9 Mei 2020, penulis diberikan kesempatan untuk menjadi pemateri pada acara Sharia Micro Business Forum yang digelar oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Acara yang mengambil tema ‘Wakaf Uang: Persfektif Fiqh, Model Pengelolaan, Prosedur Nadzir dan Praktik Terbaiknya pada Koperasi Syariah' berlangsung sangat menarik. Walaupun acara digelar dengan teknologi zoom meeting, peserta dari Malaysia, Brunai, dan Singapura ikut memeriahkan acara ini. Inti dari acara ini adalah mencari format terbaik pada praktik wakaf uang di masa datang.

Kata wakaf  atau waqf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti  menahan, berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri. Dengan demikian kata al waqf dalam bahasa arab mengandung pengertian menahan, dan secara syara' adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut disalurkan pada suatu yang mubah (tidak haram). Wakaf artinya menyerahkan harta yang dimiliki yang dapat diambil manfaatnya bagi kesejahteraan umat. Syarat wakaf adalah barangnya bersifat tetap dan dapat digunakan dalam waktu jangka panjang agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh umat.

Dalil wakaf yang sering dijadikan rujukan adalah Surah Ali Imran ayat 92 yang menyebutkan  bahwa kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Dalil tersebut menjadi inspirasi Sayyidina Umar yang merelakan tanah miliknya demi kesejahteraan umat. Sayyidina Umar mendatangi Rasulullah dan mengabarkan keinginannya untuk mengamalkan firman Allah tersebut, Rasulullah pun menjawab untuk  menahan pokok (barang)-nya dan memanfaatkan hasilnya dan perkataan Rasulullah tersebutlah yang hingga saat ini diartikan sebagai wakaf. Pada hadist riwayat Bukhari Muslim dari Ibnu Umar r.a.  tersebut Nabi SAW sekaligus menjelaskan bahwa wakaf bisa dilaksanakan dengan syarat pokoknya tidak dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan.

Pada masa Rasulullah, wakaf biasanya digunakan untuk pengembangan peradaban, seperti yang telah dilakukan pada pembangunan Masjid Nabawi dan lembaga kesejahteraan umat. Wakaf sejatinya bukan hanya berbentuk benda mati seperti Al-quran atau mukena, melainkan juga lembaga kesejahteraan atau sosial, seperti lahan pertanian dan perkebunan. Hasilnya disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Saat ini,  wakaf diperluas menjadi beberapa jenis, seperti wakaf benda bergerak dan tidak bergerak hingga wakaf uang atau wakaf tunai.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam Az Zuhri salah seorang ulama terkemuka memfatwakan, dianjurkanya wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umum Islam. Adapun caranya dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Pendapat sebagian ulama mahzab syafi’i salah satunya Abu Tsaur yang  diriwayatkan dari Imam Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang).

Wakaf Uang Di Indonesia

UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf menyebutkan mengenai ketentuan serta syarat mengenai wakaf uang. Beberapa ekonom syariah di Indonesia memberikan pengertian wakaf uang  yaitu penyerahan hak milik berupa uang kepada seseorang atau nadzir dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya di gunakan untuk kegiatan yang sesuai dengan syariat Islam dengan tidak mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tanggal 26 April 2002  menjelaskan bahwa wakaf uang (cash wakaf/waqf al Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestarianya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang sama dengan rukun dan syarat wakaf tanah. Adapun rukun wakaf uang yaitu ada orang yang berwakaf (wakif),  ada harta yang diwakafkan (mauquf),  ada tempat kemana diwakafkan harta itu atau tujuan wakaf (mauquf alaih),  ada akad  atau pernyataan wakaf (sighot). Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari wakaf uang dibandingkan dengan wakaf benda tetap lainnya, antara lain adalah wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu, melalui wakaf uang, asset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.

Salah satu tujuan penting wakaf uang  antara lain melengkapi  sistem keuangan Islam dengan produk wakaf uang berupa sertifikat berdenominasi tertentu yang diberikan kepada wakif sebagai bukti keikutsertaan, membantu penggalangan tabungan sosial melalui Sertifikat Wakaf Tunai yang dapat diatasnamakan orang tercinta baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Wakaf juga meningkatkan investasi sosial menjadi modal sosial dan membantu pengembangan pasar modal sosial, menciptakan kesadaran orang kaya (berkemampuan) terhadap tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya sehingga keamanan dan kedamaian sosial dapat tercapai.

Nadzir atau pengelola wakaf adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Jadi dapat dikatakan bahwa nadzir wakaf uang merupakan pihak yang berkaitan langsung dengan upaya-upaya produktif dari aset wakaf uang. Nadzir meliputi tiga bentuk yaitu nadzir perseorangan, organisasi dan badan hukum. Salah satu nadzir yang diperkenankan adalah lembaga keuangan syariah dalam hal ini Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau koperasi syariah dan Baitul Mal Wattanwil (BMT).

Optimalisasi wakaf uang di Indonesia bisa dilakukan dengan menunjuk koperasi syariah sebagai nadzir. Sampai hari ini kita tidak memiliki data secara pasti, seberapa banyak koperasi syariah yang telah menjadi nadzir dalam mengelola wakaf uang tetapi dalam berbagai forum seminar dan kajian ilmiah kita peroleh angka 300 koperasi syariah yang melaksanakan penggalan dana wakaf. Jika kita lihat data koperasi di Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah koperasi syariah atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) di seluruh Indonesia sebanyak 4.046 unit hingga akhir Desember 2019. Jumlah koperasi syariah ini merupakan bagian dari  seluruh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebanyak 16.549 unit yang  7.941 unit di antaranya telah bersertifikat Nomor Induk Koperasi (NIK).

Dari 4.046 koperasi syariah diperoleh data bahwa baru 300 koperasi syariah  atau 7 persen koperasi syariah yang saat ini memainkan peran menjadi pengumpul wakaf (nadzir) dengan kemampuan mengumpulkan zakat tercatat Rp 300 milyar. Sementara berbagai kajian wakaf menyebutkan bahwa potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp 77 triliun. Tentu ini merupakan tantangan bagi pengurus koperasi syariah untuk menjadikan instrument wakaf ini menjadi instrumen  yang menjadikan anggota koperasi atau masyarakat meningkat kesejahteraanya melalui pemanfaatan wakaf tunai dalam kerangka wakaf produktif.

Merujuk pada jumlah koperasi syariah yang mencapai 4.046, jika kita asumsikan jumlah anggota koperasi rata-rata 2.500 anggota, jumlah anggota koperasi syariah di Indonesia mencapai 10,1 juta anggota. Jika koperasi mampu mengoptimalkan waqaf dengan nilai Rp 100.000,- saja setiap anggota, potensi pengumpulan wakaf pada koperasi syariah di atas Rp 1 triliun. Hingga hari ini berarti belum ada 30 persen potensi yang bisa digarap jika asumsi perhitungan di atas menjadi dasar perhitungan.

Perlu kerja keras dan pendidikan kepada anggota yang baik dan terpadu agar pemahaman anggota koperasi terhadap wakaf menjadi semakin baik. Koperasi dapat menjadikan program pengembangan wakaq produktif dengan mendirikan pabrik, mendirikan sekolah dan rumah sakit, membeli sawah dan perkebunan untuk dikerjakan oleh anggota, mendirikan mall dan membeli asset produktif lain untuk kesejahteraan anggota dan calon anggota koperasi dalam hal ini masyarakat.  Dengan optimalisasi dana wakaf kesejahteraan umat akan meningkat. Dan dengan optimalisasi dana wakaf, citra koperasi sebagai entitas bisnis dan sosial juga akan melembaga pada anggota yang pada ujungnya mampu membentuk trust pada koperasi.

*) Penulis adalah : Ketua Koperasi Syariah BMI, Penulis Buku Model BMI Syariah, Penerima Anugerah Lencana Bakti Koperasi 2017 dari Kemenkop, Penerima Tanda Kehormatan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia 2018.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement