Ramadhan di Norwegia: Tentang Adonan Kue Nyonya Suriah:

Red: Muhammad Subarkah

Jumat 15 May 2020 04:56 WIB

Melihat ibu asal Suriah mengolah adonan kue. Foto: Savitry Icha Khairunnisa Melihat ibu asal Suriah mengolah adonan kue.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Savitry Icha Khairunnisa, Jurnalis Republika.

Hari ini cerita Ramadhan saya mengambil setting di toko daging halal langganan. Seperti biasa, Kamis adalah jadwal saya belanja mingguan untuk keperluan dapur. Mulai sayuran, buah, Indomie, ikan, tahu, sampai daging halal.

Toko daging milik Ibrahim jadi langganan saya sejak tiga tahun terakhir. Awalnya saya dan Umm Ward, istri Ibrahim yang asal Suriah, hanya saling bertukar cerita. Tentang cuaca, suka duka bisnis keluarga mereka, sampai masalah anak.

Qodarullah anak saya, Fatih dan Ward, anak sulung mereka, jadi teman sekelas di Håvåsen Skole. 
Makin dekatlah kami. Obrolan makin nyambung. Saling bertukar cerita tentang PR dan hasil ulangan anak. Ternyata ibu-ibu di manapun sama kalau sudah membicarakan anak.

Entah bagaimana awalnya, belakangan ini saya dan Umm Ward jadi sering bertukar makanan. 
Hasil masakan dapur masing-masing. Saya pernah kasih bakpia, roti, dan kue Lebaran buatan sendiri. Umm Ward nggak mau kalah. Nggak terhitung seringnya dia memberi buah atau sayur gratisan dari tokonya.

Pernah juga beliau masak on the spot beberapa hidangan khas Suriah. Ada yang berbahan nasi, roti, maupun pasta. Sayang saya lupa nama-namanya karena Arab banget . Soal rasa, unik dan enak sekali! Alhamdulillah.

Minggu lalu saya bikin kue Lebaran agak banyak. Sengaja untuk dibagikan ke beberapa teman, karena Lebaran kami nggak bakalan ada tamu juga. Nggak mungkin kami habis sendiri.

Ternyata alhamdulillah anak-anaknya suka sampai rebutan. Umm Ward cuma dapat satu, padahal dia yang dikasih.

Bukan cuma cerita. Setelah selesai urusan bayar, saya diminta untuk nggak pulang dulu. "Tunggu. Aku buatin adonan falafel. Sekalian buat ifthaar kami hari ini. Nanti kamu tinggal goreng aja di rumah."

MasyaAllah. Saya nggak pernah bisa menolak kenaikan hatinya. Bless her.

Maka dengan sabar saya tunggu Umm Ward mengolah adonan falafel, camilan khas negeri Arab berbahan kacang chickpeas dan daun ketumbar dan bermacam rempah. 
Jadi tontonan yang menarik melihat Umm Ward dan Reema bekerja tangkas mengolahnya. Berasa nonton cooking show, karena mereka memberi penjelasan tentang bahan dan cara mengolahnya nanti di rumah.

Saya cuma bisa mengucap terima kasih kepada mereka. Yang kebaikannya selalu spontan dan sepenuh hati.

Di tanah rantau di mana kami jauh dari sanak saudara, mendapatkan teman yang baik hati dan tanpa pamrih seperti mereka adalah rizki yang meneduhkan hati.

All muslims are brothers and sisters. 
Alhamdulillahilladzi bi ni'mati tatimushshaalihat...

Saya berlalu sambil mengucapkan terima kasih sekali lagi, dan sampai jumpa pekan depan. Umm Ward membalas dengan ucapan "habibty" dan "hayaati" berulang kali.

Dia mengucapkan keinginannya untuk bisa ngobrol dan ngopi bareng saya, ketika wabah sudah mereda. 
Saya amin-kan keinginannya itu.