Kamis 14 May 2020 12:55 WIB

Ini yang Dialami Relawan Wanita Italia Usai Jadi Mualaf

Relawan wanita Italia yang menjadi mualaf mendapat perlakuan rasial di negaranya.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Ini yang Dialami Relawan Wanita Italia Usai Jadi Mualaf. foto: Relawan Italia jadi mualaf usai diculik di Kenya
Foto: Anadolu Agency
Ini yang Dialami Relawan Wanita Italia Usai Jadi Mualaf. foto: Relawan Italia jadi mualaf usai diculik di Kenya

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Seorang mualaf asal Italia yang kembali ke negaranya akibat disandera di Somalia disambut dengan sambutan tak mengenakan. Seorang anggota parlemen sayap kanan Italia menyebut mualaf tersebut sebagai neo-teroris (teroris baru).

Dilansir di Daily Mail, Kamis (14/5), Silvia Romano (24 tahun) yang disandera di Somalia memutuskan berpindah agama ke Islam. Usai melalui masa penyanderaan, Muslimah tersebut kembali ke negaranya dengan menggunakan jilbab hijau khas wanita Somalia.

Baca Juga

Dia dilaporkan mengatakan kepada jaksa penuntut di Roma bahwa dia berpindah agama secara bebas selama cobaan penculikan yang terjadi padanya selama 18 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, Silvia ditahan oleh militan Somalia al-Shabab.

Kembalinya Silvia ke negeri Serie A Italia tersebut tak cukup menyenangkan karena disambut dengan kefanatikan segelintir orang. Apa yang seharusnya menjadi saat yang menyenangkan bagi Silvia dan keluarganya telah dinodai oleh kefanatikan dan intoleransi di Italia, negara dengan mayoritas Katolik di mana insiden rasis tumbuh di tengah sentimen anti-migran.

Polisi kemudian dipanggil ke rumah keluarga Silvia di Milan setelah botol kaca dilemparkan ke kediaman. Komentar negatif di media sosial pun telah berfokus pada keputusan Silvia untuk masuk Islam, serta keputusannya untuk menjadi sukarelawan di bagian terpencil Kenya tempat ia diculik pada tahun 2018.

Pemerintah juga telah dikritik karena rupanya membayar tebusan kepada para penculiknya. Anggota Parlemen dari Partai Liga anti-migran Alessandro Pagano,  mendapat cemoohan dan teguran dari rekan-rekan di majelis rendah parlemen setelah ia menyebut Silvia Romano sambil mengeluh tentang penolakan pemerintah untuk membuka kembali gereja selama diberlakukannya lockdown akibat virus corona jenis baru (Covid-19).

Pagano menyebut ada kecenderungan anti-agama yang kuat dalam pemerintahan koalisi Italia saat ini dan mengatakannya dengan redaksi: "Namun ketika seorang neo-teroris kembali,". 

Pernyataannya itu jelas merujuk pada keputusan oleh perdana menteri luar negeri Italia yang  menyambut Silvia Romano saat dia kembali di bandara Ciampino, Roma, Rabu (13/5).

Penjabat presiden Kamar Deputi, Mara Carfagna, dengan cepat menegur Pagano dan mengatakan dan menggunakan istilah neo-teroris benar-benar tidak tepat, terutama dalam kasus seperti itu. 

Anggota parlemen dari Partai Demokrat Emanuele Fiano melangkah lebih jauh. Dia mengecam Pagano karena menuduh seorang korban kelompok ekstremis yang kejam melakukan kejahatan terorisme.

"Dia (Silvia Romano) adalah tahanan dari sekelompok teroris! Dia adalah tahanan dari sekelompok teroris!" Fiano berteriak.

Pagano membela diri, dengan mengatakan ia mengutip dari sebuah surat kabar. Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengecam siapa pun yang mencoba mengeksploitasi pengalaman perempuan muda itu secara politis.

"Kepada siapa pun yang berspekulasi tentang dia, pertama kali menjadi anak berusia 23 tahun, diculik di Kenya, dipaksa berjalan sembilan jam sehari, di hutan, oleh orang-orang dengan Kalashnikovs," Conte menjawab ketika seorang wartawan bertanya kepadanya tentang kampanye jahat itu yang menargetkan Silvia Romano.

Jurnalis Italia yang diculik di Irak pada 2005, Giuliana Sgrena,  mengatakan dia juga mengalami serangan balasan setelah dia dibebaskan karena seorang agen Italia tewas dalam baku tembak selama penyelamatannya.

"Jelas semua polemik dimulai ketika itu adalah seorang wanita yang diculik," katanya kepada radio Swiss RSI.

Surat kabar Vatikan L 'Osservatore memberi tanggapan mengenai apa yang dialami Silvia Romano. Dalam pemberitaannya, surat kabar tersebut mengecam serangan tidak manusiawi terhadap Silvia Romano dan menuntut agar para penentangnya berpikir tentang seberapa banyak penderitaan yang ia alami.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement