Rabu 13 May 2020 16:51 WIB

BPJS: Perpres 64 Komitmen Pemerintah Jalankan Putusan MA

Salah satu klausul yang diatur dalam Perpres 64 adalah kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Teguh Firmansyah
BPJS Kesehatan ilustrasi.
Foto: BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan pembuatan aturan peraturan presiden (perpres) 64 tahun 2020 tentang iuran program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) merupakan wujud pemerintah yang menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA). Pemerintah hanya mengikuti putusan hukum MA.

Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan kebijakan baru yang mengatur besaran iuran JKN-KIS yang baru yaitu perpres 64 tahun 2020.

Baca Juga

"Langkah ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan putusan MA," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/5).

Ia mengklaim, perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di dewan perwakilan rakyat (DPR), khususnya dari para Anggota Komisi IX untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/mandiri dan Bukan Pekerja kelas III.

Sebelumnya, putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran JKN-KIS ternyata tidak berlaku otomatis. MA memberikan waktu 90 hari ke depan kepada pemerintah untuk melaksanakan putusan itu atau tidak. Aturan itu tertuang dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materi.

Sebelumnya, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020. Kenaikan iuran berlaku untuk kelas I dan kelas II terlebih dahulu. Sementara itu, iuran kelas III baru akan naik pada tahun 2021.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dikutip dari dokumen perpres yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara, pasal 34 beleid tersebut menyebutkan perincian iuran yang akan berlaku.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa besaran iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta PB atau pihak lain atas nama peserta.

Sementara itu, iuran kelas III baru naik pada 2021 mendatang. Untuk 2020, iuran kelas III ditetapkan Rp 25.500 per orang per bulan dibayar peserta PBPU dan PB atau pihak lain atas nama peserta. Baru pada 2021, tarifnya naik menjadi Rp 35 ribu per orang per bulan.

Beleid itu juga mengatur besaran iuran BPJS Kesehatan untuk periode Januari, Februari, dan Maret 2020. Perincian tarifnya, kelas I Rp 160 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 110 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 42 ribu per orang per bulan.

Sementara itu, iuran untuk April, Mei, dan Juni 2020 perinciannya kelas I Rp 80 ribu per orang per bulan, kelas II Rp 51 ribu per orang per bulan, dan kelas III Rp 25.500 per orang per bulan.

Pasal 34 ayat 9 perpres tersebut menyatakan bahwa dalam hal iuran yang telah dibayarkan oleh peserta PBPU dan peserta BP melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7 dan ayat 8, BPJS Kesehatan memperhitungkan kelebihan pembayaran iuran dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

Tarif iuran periode April-Juni 2020 mengikuti keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan uji materi terhadap Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres tersebut merancang kenaikan iuran BPJS Kesehatan seperti yang terjadi pada tarif periode Januari-Maret 2020.

Dengan adanya putusan MA, rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dirancang sebelumnya oleh pemerintah pun batal. Kendati begitu, melalui Perpres 64 Tahun 2020 yang teranyar ini, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement