Rabu 13 May 2020 14:40 WIB

Harapan, Ketakutan, dan Angan-Angan di Tengah Wabah

Harapan dan ketakutan menimpa orang yang belum mendapat indahnya kebenaran

Sekertaris Jendral PB Al Washliyah - Mahsyuril Khamis
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Sekertaris Jendral PB Al Washliyah - Mahsyuril Khamis

Oleh: KH. Masyhuril Khamis & J. Faisal

REPUBLIKA.CO.ID, Penyebaran virus Covid-19 di Indonesia saat ini telah memasuki bulan kedua, terhitung mulai bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Mei 2020 saat ini. Dampaknya pun sudah mulai sangat berat dirasakan oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Baik dampak langsung dari virusnya tersebut terhadap kesehatan, maupun dampak sosial yang ditimbulkannya. 

Bagi masyarakat yang tidak terkena secara langsung dampak penyakitnya (semoga tidak) dari virus Covid-19 ini, tetap merasakan dampak sosialnya, yaitu berkurangnya pendapatan mereka dari sisi ekonomi, tidak leluasanya masyarakat untuk beribadah di tempat ibadahnya masing-masing, terbatasnya pergaulan social atau silaturrahmi langsung dengan teman dan kerabat, dan dampak sosial lainnya.

Kebijakan diam di rumah, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dicanangkan pemerintah menjadi cara untuk mengurangi atau memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid19 ini. Dan tidak ada jaminan dari siapapun, termasuk juga dari pemerintah kapan virus Covid19 ini akan berakhir. Semoga saja secepatnya. Aamiin.

Di tengah situasi yang serba tidak pasti ini, banyak perasaan yang dirasakan oleh masyarakat pastinya. Diantaranya adalah rasa ketakutan akan terjangkit virus Covid19, dan semoga saja tidak terjadi. Juga ada harapan dalam diri untuk segera keluar dari situasi krisis kesehatan yang sedang terjadi, serta berangan-angan dengan rencana atau hal apa yang akan dilakukan jika penyebaran wabah ini berakhir nantinya. Semuanya memang sangat manusiawi untuk dirasakan pada saat ini.

Jika demikian, ada baiknya kita mengetahui apakah arti harapan, ketakutan, dan angan-angan di dalam Islam, berdasarkan pandangan ulama besar Imam Gazali, yang tertuang dalam kitabnya Ihya  Ulumiddin yang sangat mahsyur.

Makna Harapan, Ketakutan, dan Angan-angan

Menurut Imam Gazali, jika sesuatu yang ditunggu atau sedang dihadapi membuat hati tersiksa, maka hal ini disebut khauf (ketakutan). Tetapi jika sesuatu yang sedang ditunggu tersebut membuat hati gembira, maka hal ini disebut raja’ (harapan). Jadi, khauf atau rasa ketakutan adalah menunggu sesuatu yang dibenci. Sementara itu raja’ atau berharap adalah menunggu sesuatu yang disukai, tetapi sesuatu yang ditunggu tersebut harus disertai dengan syarat-syarat lahiriah.

Jika sebagian syarat-syarat itu telah terpenuhi, maka seseorang pantas disebut berharap. Tetapi, jika seseorang berharap tanpa berusaha untuk memenuhi syarat—syaratnya, maka sesungguhnya dia telah membodohi dan membohongi dirinya sendiri. Sedangkan angan-angan adalah jika sebagian syarat-syarat itu dipenuhi dan sebagian yang lain tidak, maka ia lebih pantas disebut berangan-angan.

Di dalam tata bahasa Inggris, khususnya dalam kalimat pengandaian (Conditional Sentence ‘If’), harapan bisa digunakan dengan kalimat yang berstruktur Present Real. Artinya, harapan tersebut akan lebih besar menjadi kenyataan, karena sebagian syarat-syaratnya terpenuhi. Misalnya, masyarakat Indonesia selalu berharap saat ini agar sekiranya wabah virus Covid19 ini akan segera berakhir.

Tentu saja harapan ini akan segera bisa terwujud jika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu masyarakat patuh untuk membatasi pergerakan sosialnya sekecil-kecilnya, tetap di rumah, bahkan jika perlu dengan melakukan lockdown wilayah secara daerah sampai nasional. Kemudian menjaga kesehatan dan kebersihan diri secara maksimal. Jika syarat-syarat lahiriah tersebut dipenuhi atau dilakukan, maka harapan masyarakat Indonesia untuk segera terbebas dari wabah Covid19 ini, insyaAllah akan segera terwujud.

Tetapi sebaliknya, angan-angan masuk ke dalam kategori Present Unreal. Artinya, keinginan seseorang tersebut tidak akan terpenuhi, karena syarat-syarat lahiriahnya tidak mencukupi. Misalnya, keinginan masyarakat untuk segera mengakhiri penyebaran wabah Covid19 ini dalam waktu dekat, pasti tidak akan bisa terwujud. Hal ini dikarenakan tingkat kedisiplinan masyarakat itu sendiri yang sangat rendah.

Masyarakat masih melakukan pergerakan sosial yang bersifat massif (termasuk memberikan kelonggaran untuk mudik atau pulang kampung), tidak memakai masker jika keluar rumah, tidak mengkarantina diri dan keluarganya secara ketat, juga tidak menjaga kebersihan diri secara maksimal. Maka keinginan untuk segera mengakhiri penyebaran wabah, hanya menjadi angan-angan belaka. Dengan demikian, rasa ketakutan akan selalu mendominasi perasaan masyarakat. 

Masih menurut Imam Gazali, harapan dan ketakutan adalah dua kondisi yang dapat menimpa orang yang belum mendapatkan indahnya kebenaran di dalam hatinya. Jika hati seseorang dapat menangkap indahnya kebenaran, maka sesungguhnya seseorang tersebut telah melampaui harapan dan ketakutan. Karena sesungguhnya rasa takut terhadap sesuatu selain Allah SWT, adalah penghalang antara Allah SWT dan seorang hamba. Sejatinya memang rasa takut hanya ditujukan takut kepada Allah SWT dan bukan selain itu. Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Orang yang takut kepada allah SWT akan ditakuti oleh segala sesuatu. Sebaliknya, orang yang takut kepada selain Allah SWT akan takut kepada segala sesuatu.’ Adapun balasan untuk rasa takut kepada Allah SWT adalah SurgaNya.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, ‘Seorang mukmin yang meneteskan air mata hingga membasahi wajahnya yang hangat-meski air mata itu hanya sebesar  kepala lalat-karena takut kepada AllahSWT, maka Allah SWT pasti menharamkan aapi neraka untuk mengenainya.’

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, berharap adalah sesuatu yang harus dilakukan dalam menghadapi wabah ini, untuk kita putuskan mata rantai penyebarannya. Artinya, agar harapan tersebut terkabul atau menjadi kenyataan, maka kita sebagai masyarakat harus memenuhi semua persyaratannya seperti yang sudah penulis uraikan di atas.

Sedangkan memiliki rasa takut dan berangan-angan, bukanlah pilihan yang tepat untuk dilakukan oleh masyarakat saat ini. Rasa takut hanya kita tujukan kepada Allah SWT, bukan kepada virus Covid-19. Dan berangan-angan tanpa melakukan sesuatu usaha yang nyata, hanyalah perbuatan syaitan. Wallahu’alam Bissowab

 

 

 

 

 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement