Rabu 13 May 2020 12:51 WIB

Bawaslu Duga Politisasi Bansos Terjadi di 23 Kabupaten/Kota

Tindakan kepala daerah tersebut dinilai tak etis di tengah pandemi Covid-19.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Ketua Bawaslu Abhan (kiri) bersama Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan) memberikan paparan saat diskusi Pemilu 2019 di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Ketua Bawaslu Abhan (kiri) bersama Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan) memberikan paparan saat diskusi Pemilu 2019 di Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menduga terdapat politisasi pembagian bantuan sosial (bansos) terkait Covid-19 oleh pejawat kepala daerah di 23 kabupaten/kota pada 11 provinsi menjelang Pilkada 2020. Salah satu modus yang digunakan adalah menempelkan gambar kepala daerah dalam kemasan bansos.

"Antara lain Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, Jember," ujar anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, kepada Republika.co.id, Rabu (13/5)

Dewi menilai tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19.

"Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” kata Dewi yang juga Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu.

Ia mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. "Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi, sudah ada instruksi langsung dari presiden," kata dia menambahkan.

Selain itu, Dewi menyampaikan, tidak ada perubahan tentang kewenangan Bawaslu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pilkada. Perppu ini menjadi dasar hukum penundaan pemungutan suara Pilkada 2020 menjadi Desember 2020.

Dengan demikian, menurut dia, Bawaslu secara konsep umum dan teknis tetap mengacu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sesuai pasal 201 ayat 3. “Jadi, seluruh hal yang berkaitan dengan tugas pengawasan dan penanganan pelanggaran, Bawaslu tetap mengacu pada UU 10 Tahun 2016," tutur dia.

Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju pilkada dalam penyaluran bantuan itu.

"Sudah terjadi. Memang modusnya ada beberapa hal soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid," ujar Abhan dalam diskusi virtual, Selasa (5/5).

Pertama, bansos dibungkus atau dilabeli gambar kepala daerah. Kedua, bansos dibungkus yang diembeli-embeli dengan jargon-jargon atau simbol-simbol politik. Ketiga, pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya.

Masyarakat tentu masih ingat dengan kasus bantuan cairan pembersih yang ditempeli wajah Bupati Klaten Sri Mulyani yang viral beberapa waktu lalu. Meskipun, akhirnya ia berdalih ada kekeliruan dalam penempelan stiker pada bantuan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement