Rabu 13 May 2020 04:11 WIB

Sarinah yang Mengubah Sejarah

Buah pikir Sarinah menjadikannya sebagai wanita di balik sosok karismatik Soekarno.

Mal Sarinah yang merupakan pusat perbelanjaan pertama di Indonesia, diambil dari nama pengasuh Presiden Soekarno.
Foto:

Dari tulisannya tersebut, Soekarno teramat mengagumi pengasuhnya tersebut. Bukan tanpa alasan memang, karena Soekarno sendiri mengakui Sarinah adalah kekuatan paling besar dalam hidupnya.

"Sarinah adalah nama yang biasa. Akan tetapi Sarinah yang ini bukanlah wanita yang biasa. Ia adalah kekuatan yang paling besar dalam hidupku di masa mudaku. Aku tidur dengan dia. Maksudku bukan sebagai suami-istri. Kami berdua tidur di tempat tidur yang kecil. Ketika aku sudah mulai besar karena sudah tidak ada lagi aku mengisi kekosongan ini dengan tidur bersama-sama kakakku soekarmini di tempat tidur itu juga."

Saking mengakar kuatnya sosok Sarinah dalam perjalanan hidup Soekarno, nama Sarinah dipakai Soekarno sebagai toko serba ada atau departement store yang berdiri pertama di Indonesia. Soekarno melakukan peletakan batu pertama pada 17 Agustus 1962.

Peletakan batu pertama itu diikuti dengan penjelasan Bung Karno mengapa mendirikan Sarinah. "Sarinah merupakan 'sales promotion' barang-barang dalam negeri, terutama hasil pertanian dan perindustrian rakyat. Bangunannya dirancang dengan bantuan Abel Sorensen dari Denmark dan dibiayai dari rampasan perang Jepang," kata Bung Karno.

Sarinah, merepresentasikan rakyat kecil, rakyat jelata. Sehingga cita-cita Soekarno mendirikan Sarinah menghidupkan perekonomian rakyat kecil, dilandasi keberpihakan Sukarno kepada rakyat Indonesia, terutama rakyat miskin. Tujuannya agar bisa berdiri di kaki sendiri secara ekonomi.

"Yang boleh impor hanya 40 persen. Tidak boleh lebih. Sebanyak 60 persen mesti barang kita sendiri. Juallah di situ kerupuk udang, 'potlot' bikinan kita sendiri," kata Bung Karno dalam Sidang Paripurna Kabinet Dwikora, 15 Januari 1966.

Perkataan Sukarno itu tidak lepas dari sosialisme yang sangat populer sebelum Presiden Soeharto naik takhta pada 1968. Bahkan, department store pertama di Indonesia ini juga terinspirasi dari gedung serupa yang ada di negara-negara yang saat itu masih bercorak sosialis. Soekarno mengatakan tidak ada satu pun negara sosialis yang tidak memiliki satu distribusi legal.

"Datanglah ke Peking. Datanglah ke Nanking. Datanglah ke Shanghai. Datanglah ke Moskow. Datanglah ke Budapest. Datanglah ke Praha. Ada," ujar Soekarno.

Sayangnya, sejarawan dan penulis Peter Kasenda menilai keberadaan Sarinah saat ini tidak lagi sesuai dengan cita-cita Bung Karno. Menurut dia, pergantian kekuasaan ke Soeharto sangat memengaruhi kebijakan ekonomi Indonesia yang awalnya berorientasi sosialisme menjadi liberalisme.

"Saat Orde Baru berkuasa, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Ini yang menyebabkan arus modal dari luar negeri mengalir deras dan sangat memengaruhi perubahan Sarinah," kata Peter.

Ia mengatakan Soekarno mencanangkan Sarinah sebagai penyalur kebutuhan pokok rakyat menengah ke bawah. Akan tetapi, yang terjadi Sarinah lebih menjadi konsumsi orang asing.

Gedung Sarinah selesai dibangun dan diresmikan pada 15 Agustus 1966. Dengan 74 meter yang terdiri dari 15 lantai, menjadikan Sarinah sebagai bangunan pencakar langit pertama di Indonesia.

Menyandang status sebagai pusat perbelanjaan pertama di Indonesia, Sarinah dibangun sebagai etalase produk dalam negeri. Selain itu Sarinah juga menjadi tempat berbelanja kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau.

Kini semangat Soekarno coba dibangkitkan lagi. Pada awal Desember 2019 --beberapa pekan setelah pelantikan Kabinet Kerja Jilid II Pemerintahan Jokowi-- Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menemui Menteri BUMN membahas keberlangsungan Sarinah. Teten dan Erick sepakat adanya revitalisasi dan pengembangan bisnis Sarinah. Kemenkop UKM ingin mendorong dan mengembalikan Sarinah sebagai etalase bagi produk-produk UKM.

Konsep yang dicanangkan, semua produk yang dijual di Sarinah 100 persen produk lokal. Namun, revitalisasi Sarinah bukan tanpa hambatan. Perlu ada pembeda agar Sarinah bisa kembali ke masa kejayaan, mengingat pusat perbelanjaan besar di sekitar Sarinah seperti Grand Indonesia dan Plaza Indonesia terlihat lebih "premium".

Meski begitu, layak ditunggu apakah penutupan gerai import di Sarinah bisa menjadi titik balik kebangkitan UKM di Indonesia, atau malah api semangat menghidupkan perekonomian rakyat kecil sudah padam atau dipadamkan sebelum bergelora. Semoga saja tidak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement