Selasa 12 May 2020 22:36 WIB

Pengamat: Akses Pendidikan di Indonesia Masih Belum Terbuka

Akses pendidikan di Indonesia tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Pakar pendidikan millenium Dr Indra Charismiadji
Foto: Irwan Kelana/Republika
Pakar pendidikan millenium Dr Indra Charismiadji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji mengatakan, saat ini akses pendidikan di Indonesia masih belum terbuka. Sejak tahun 2014 hingga 2019 akses pendidikan di Indonesia tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Ia menjelaskan, sebenarnya pemerintah bisa memanfaatkan sekolah swasta untuk membantu meningkatkan akses pendidikan. Sayangnya, meskipun sekolah swasta memiliki jumlah yang cukup banyak namun tidak sedikit yang keadaannya tidak memadai untuk belajar.

Indra menjelaskan, berdasarkan data hingga tahun 2019, persentase sekolah swasta untuk jenjang SD adalah 11,3 persen. Sementara untuk jenjang SMP 41 persen, SMA 50,2 persen, dan SMK 74,6 persen.

"Di Indonesia sekolah swasta ada banyak sekali seperti sekolah laskar pelangi (sekolah dengan kondisi yang memprihatinkan), ada sekolah swasta nasional yang di tengah-tengah, dan kemudian sekolah satuan pendidikan kerja sama (SPK)," kata Indra dalam sebuah diskusi daring, Selasa (12/5).

Saat ini di Indonesia, masih banyak ruang kelas yang rusak dan anak yang putus sekolah. Walaupun pemerintah membangun unit sekolah baru, angka partisipasi murni naiknya tetap saja tidak signifikan.

Pada Desember 2019 lalu, ia mengadakan FGD bersama sekolah swasta. Banyak dari sekolah swasta mengatakan, tidak sedikit sekolah negeri baru yang dibangun di seberang bahkan di samping sekolah swasta.

"Jadi bukannya menarik siswa yang taidnya tidak sekolah menjadi sekolah, tapi malah memindahkan siswa yang sekolah di swasta, sekolahnya di negeri karena gratis," kata Indra.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam perencanaan pembangunan sekolah tidak disusun dengan matang. Harusnya, menurut dia, daripada membangun unit sekolah negeri baru, lebih baik memperbaiki sekolah swasta yang ada.

"Karena membangun sekolah baru biayanya besar, tapi kalau ternyata hanya memindahkan siswa tidak ada manfaatnya untuk negara ini," kata dia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement