Selasa 12 May 2020 23:43 WIB

RI Angkat Isu Perbudakan ABK WNI di Kapal China ke Dewan HAM

RI meminta PBB memberikan perhatian dugaan pelanggaran HAM di industri perikanan.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Andri Saubani
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial.
Foto: ANTARA /Hasnugara
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Indonesia mengangkat isu perbudakan anak buah kapal (ABK) berwarga negara Indonesia (WNI) di kapal berbendera China kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Indonesia meminta Dewan Ham PBB memberikan perhatian terhadap pelanggaran HAM di industri perikanan.

Menurut Indonesia, situasi HAM di industri perikanan menjadi cenderung diabaikan selama masa pandemi Covid-19. Dalam hal ini, delegasi Indonesia membuat referensi khusus untuk situasi yang seringkali rentan dihadapi oleh awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing. Acap kali, para ABK WNI hak-haknya sering dilanggar dalam bentuk kondisi kehidupan yang tidak manusiawi dan kondisi seperti perbudakan, yang pada gilirannya mengakibatkan korban jiwa.

Baca Juga

Kekhawatiran ini muncul selama konsultasi informal yang diselenggarakan oleh Presiden Dewan Hak Asasi Manusia pada Sabtu (8/5) dengan agenda membahas kemungkinan penerbitan Pernyataan Presiden Dewan Hak Asasi Manusia (PRST) tentang dampak Pandemi terhadap HAM. Diskusi tersebut diadakan untuk mengatasi banyak tantangan sulit yang saat ini dihadapi oleh negara, masyarakat, dan individu selama pandemi ini sambil mengusulkan pendekatan hak asasi manusia sebagai bagian dari solusi.

"Selama pertemuan virtual antara Presiden Dewan HAM, negara-negara anggota dan pengamat, serta perwakilan masyarakat sipil, Indonesia menggarisbawahi kebutuhan mendesak Dewan untuk melindungi hak-hak kelompok rentan, khususnya hak-hak orang yang bekerja di sektor perikanan," ujar Duta Besar Indonesia atau Perwakilan Tetap RI (PTRI) untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib dalam keterangan persnya, Selasa (12/5).

Kleib menegaskan kembali kepada Dewan HAM PBB bahwa perlindungan HAM pada pekerja di sektor perikanan sifatnya strategis. Sebab, perikanan adalah salah satu sektor utama dalam memastikan ketahanan pangan terutama di masa pandemi global.

"Sejak munculnya kasus Benjina (2016), di mana pelanggaran berat HAM dilakukan oleh perusahaan perikanan multinasional, delegasi Indonesia kepada Dewan HAM secara konsisten mengadvokasi perlindungan HAM yang lebih besar dalam industri perikanan, terutama di konteks agenda bisnis dan hak asasi manusia," sebut keterangan PTRI Jenewa.

Selama diskusi mengenai rancangan PRST, Delegasi Indonesia untuk Dewan HAM PBB juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam menangani Covid-19, termasuk dengan memastikan akses global ke produk-produk kesehatan dan juga diagnosa, terapi, dan vaksin.

Inisiatif Presiden Dewan HAM PBB untuk mengeluarkan PRST tentang dampak pandemi terhadap HAM juga dimaksudkan untuk mengatasi ketidakmampuan Dewan saat ini untuk bertemu secara fisik. Saat ini, semua organisasi internasional di Jenewa tetap tidak dapat mengadakan pertemuan fisik sesuai dengan kebijakan pembatasan fisik skala besar yang diberlakukan oleh otoritas Swiss dalam perang melawan Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement