Selasa 12 May 2020 13:00 WIB

Investor Khawatir Ada Gelombang Kedua Corona

Sejumlah negara mulai melonggarkan larangan beraktivitas di luar rumah.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Sejumlah anak-anak mengobrol di desa Luojiawan, di wilayah pedesaan Wuhan, China, pertengahan April lalu. Sebagian besar penduduk desa di daerah pedesaan Wuhan kembali bekerja di ladang setelah dicabutnya lockdown . Wuhan yang merupakan pusat penyebaran wabah koronavirus, telah mencabut lockdown pada 08 April 2020.
Foto: EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
Sejumlah anak-anak mengobrol di desa Luojiawan, di wilayah pedesaan Wuhan, China, pertengahan April lalu. Sebagian besar penduduk desa di daerah pedesaan Wuhan kembali bekerja di ladang setelah dicabutnya lockdown . Wuhan yang merupakan pusat penyebaran wabah koronavirus, telah mencabut lockdown pada 08 April 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Indeks berbagai bursa saham Asia tergelincir pada perdagangan hari ini, Selasa (12/5). Hal tersebut terjadi lantaran adanya kekhawatiran investor akan adanya gelombang kedua virus corona. 

Kekhawatiran tersebut mengemuka seiring munculnya kasus baru pertama di China setelah aturan lockdown dicabut. Pada Senin (11/5), pemerintah Wuhan melaporkan ada lima kasus baru setelah aktivitas bisnis dan masyarakat kembali normal.

Baca Juga

Berdasarkan indeks MSCI, pagi ini bursa saham Jepang terkoreksi lebih dari satu persen. Indeks Hang Seng Hong Kong turut anjlok 1,4 persen diikuti bursa saham Australia 1,3 persen serta bursa Korea 0,9 persen. 

Sejumlah negara di dunia secara bertahap mulai melonggarkan larangan beraktivitas di luar rumah. Hal tersebut dilakukan untuk mengaktifkan kembali perekonomian. Di sisi lain, kebijakan itu justru membuat investor khawatir dengan gelombang kedua virus corona akan terjadi. 

Tidak hanya di Wuhan, negara lainnya seperri Korea Selatan dan Rusia juga melaporkan penambahan sejumlah kasus baru dalam satu hari. 

"Pembukaan kembali ekonomi global akan mengikuti aktivitas di China. Di sana, bisnis sudah beroperasi lagi namun tidak diikuti oleh kapasitas," kata kepala ekonom Principal Global Investors, dikutip Reuters

Meski sebagian besar bisnis sudah dibuka lagi, masyarakat China tetap berhati-hati. Akibatnya, restoran dan toko-toko tetap sepi. Kondisi ini diperkirakan juga akan terjadi di negara-negara lainnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement