Selasa 12 May 2020 12:00 WIB

Merugi, Petani Cabai Khawatir Tak Bisa Bertanam Kembali

Penurunan harga yang terjadi cukup dalam menekan omzet petani.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Petani memanen Cabai merah di kebun miliknya di desa Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat, jelang akhir April lalu. Menurut petani, sejak dua pekan terakhir harga cabai merah mengalami penurunan dari harga Rp 45 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram akibat berkurangnya permintaan pasar.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petani memanen Cabai merah di kebun miliknya di desa Pabean udik, Indramayu, Jawa Barat, jelang akhir April lalu. Menurut petani, sejak dua pekan terakhir harga cabai merah mengalami penurunan dari harga Rp 45 ribu menjadi Rp 15 ribu per kilogram akibat berkurangnya permintaan pasar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas cabai di sejumlah sentra turun drastis hingga Rp 5.000 per kilogram (kg). Hal itu berdampak pada kerugian usaha petani dan bakal berimbas pada minimnya modal untuk kembali melakukan kegiatan pertanaman.

Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid, mengatakan, harga rata-rata cabai rawit merah dari petani hanya dihargai sekitar Rp 4.500 per kg sedangkan cabai merah keriting berkisar Rp 5.500 per kg.

Baca Juga

"Kita sudah prediksi ini sejak bulan Maret, Covid-19 ini bahaya maka perlu antisipasi karena ada dampak ekonomi petani," kata Abdul kepada Republika.co.id, Selasa (12/5).

Abdul menuturkan, rata-rata modal petani cabai antara Rp 13 ribu - Rp 14 ribu per kg untuk seluruh jenis cabai. Petani mendapatkan keuntungan 30 persen sehingga harga jual dari petani berkisar Rp 18 per kg. Oleh karena itu, penurunan harga yang terjadi cukup dalam dan menekan omzet petani.

Dampak ekonomi yang yang dikhawatirkan terjadi yakni kesulitan modal bagi petani untuk melakukan kegiatan pertanaman pada musim selanjutnya. Hal itu mesti dicermati, sebab mulai September hingga akhir tahun krisis cabai dalam negeri bisa terjadi jika pertanaman cabai minim.

"Sekarang sudah susah mau bicara kembali pokok modal saja. Tidak mungkin bisa tanam lagi karena dampak ekonominya susah sekali," kata Abdul.

Musim panen raya cabai tengah berlangsung sejak April lalu dan diprediksi berakhir pada Juli mendatang. Namun di saat yang bersamaan, permintaan masyarakat menurun drastis sebagai dampak sentimen negatif Covid-19 yang menurunkan konsumsi.

Sebagai contoh, Abdul menjelaskan, rata-rata akumulasi seluruh jenis cabai yang dipasok ke pasar tradisional wilayah Jabodetabek sekitar 100 ton per hari. Namun, saat ini permintaan hanya sekitar 20 ton per hari. Ia menuturkan, arus logistik untuk pengiriman bahan pangan tidak terganggu hanya saja permintaan yang mengalami penurunan drastis.

"Pada panen raya saja, biasanya rata-rata suplai 150 ton, tapi permintaan tetap sekitar 100 ton. Nah sekarang 20 ton sehari saja sudah sulit," kata Abdul.

Oleh karena itu, AACI berharap pemerintah bisa membuat kebijakan untuk menjamin keberlangsungkan kegiatan produksi cabai dalam negeri. Sebab, kondisi surplus yang terjadi saat ini bisa berbalik menjadi defisit pada akhir tahun jika tidak diantisipasi sejak dini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement