Selasa 12 May 2020 11:49 WIB

WHO: Negara Harus Waspada Ekstra Saat Longgarkan Lockdown

WHO meminta negara menghitung cermat dampak pelonggaran lockdown.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Foto: Martial Trezzini/EPA
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memuji berkurangnya tingkat infeksi dan kematian akibat Covid-19 di beberapa negara. Hanya saja, lembaga ini meminta negara-negara untuk menunjukkan kewaspadaan ekstra ketika mulai melonggarkan pembatasan.

Sebagian negara-negara di Eropa mulai proses pembukaan kembali setelah lockdown akibat penyebaran virus corona pada Senin (11/5). Para pejabat di negara-negara seperti Prancis dan Spanyol memberanikan diri dengan data yang menunjukan penurunan tingkat kematian.

Baca Juga

Jerman sebelumnya melaporkan terjadi kenaikan infeksi virus corona setelah mengambil langkah awal untuk melonggarkan lockdown. "Sekarang kita melihat beberapa harapan ketika banyak negara keluar dari apa yang disebut lockdown ini," kata kepala program kedaruratan WHO, Dr Mike Ryan.

Ryan menekankan kewaspadaan ekstra oleh setiap negara perlu dilakukan. Hal itu menimbang beberapa negara mulai kembali menemukan peningkatan kasus baru, seperti Korea Selatan dengan kasus di klub malam.

"Jika penyakit berlanjut pada tingkat rendah tanpa kapasitas untuk menyelidiki klaster, selalu ada risiko bahwa virus akan meningkat lagi," kata Ryan.

WHO berharap, Jerman dan Korea Selatan akan dapat menekan klaster baru penyebaran virus corona dan melakukan pengawasan. Cara itu merupakan kunci untuk menghindari gelombang kedua penularan virus corona tinggi terjadi di negara yang melonggarkan pembatasan.

"Sangat penting bagi kami untuk mengangkat contoh negara-negara yang bersedia untuk membuka mata mereka dan bersedia untuk membuka mata mereka," kata Ryan menyinggung negara yang mencoba membuka wilayah tanpa perhitungan matang.

Dikutip dari Aljazirah, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pelonggaran lockdown adalah langkah rumit dan sulit. "Lockdown yang membatasi secara perlahan dan tepat adalah kunci untuk melindungi kehidupan dan mata pencaharian," katanya.

Tedros mengatakan, Jerman, Korea Selatan, dan China yang baru saja melaporkan sebuah kluster baru penularan corona di Wuhan, harus memiliki sistem untuk merespons setiap kasus. "Sampai ada vaksin, paket langkah-langkah komprehensif adalah seperangkat alat kami yang paling efektif untuk mengatasi virus," kata Tedros.

WHO juga memperingatkan terhadap gagasan di beberapa negara jika tidak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghentikan penyebaran virus. "Studi serologis awal mencerminkan bahwa persentase yang relatif rendah dari populasi memiliki antibodi terhadap Covid-19," kata Tedros.

Tedros menunjukkan bahwa itu berarti sebagian besar populasi masih rentan terhadap virus. Lebih dari 90 penelitian serologis di beberapa negara sedang meneliti adanya antibodi dalam darah untuk menentukan seseorang memiliki infeksi di masa lalu atau tidak.

Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove mengatakan, badan PBB ini memang belum dapat mengevaluasi studi secara kritis. Data awal yang dirilis menunjukkan bahwa antara satu persen hingga 10 persen orang memiliki antibodi. 

"Tampaknya ada pola yang konsisten sejauh ini sehingga sebagian kecil orang memiliki antibodi ini," kata Kerkhove. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement